Walaupun proses perencanaan dalam
prakteknya bercariasi, ada perencanaan besar dan ada perencanaan kecil, namun
terhadap teknik-teknik dan prinsip-prinsip yang biasanya mendapat perhatian
dalam proses tersebut.
Harold Koonzt mengemukakan
langkah-langkah dalam proses perencanaan sebagai berikut:
a. Penetapan tujuan/tujuan-tujuan
Tujuan biasanya ditetapkan pada awal
mula pada puncak dari usaha dan dari tujuan yang telah ditetapkan pada top level ini kemudian ditentukan pila
tujuan bagian-bagian organisasi yang lebih bawah. Penetapan tujuan pada awal
usaha sangat penting karena tujuan tersebut memberikan petunjuk atau kunci apa
yang selanjutnya harus dilakukan, apa yang harus diutamakan dan apa yang harus
dilaksanakan atau dicapai oleh kebijaksanaan, prosedur, anggaran belanja, serta
program yang hendak dibuat.
Tujuan yang telah ditetapkan harus
dimengerti oleh sebanyak mungkin anggota organisasi, khususnya mereka yang
turut bertanggung jawab terhadap terlaksananya tujuan tersebut.
b. Penetapan premisse-premisse perencanaan
Premise adalah semacam ramalan tentang
keadaan-keadaan atau kenyataan-kenyataan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
mungkin akan dapat dilaksanakan untuk waktu yang akan dating, hingga dengan
mudah dapat dikatakan bahwa premise-premisse itu memberikan gambarana tentang
keadaan yang diramalkan atau diharapkan akan terjadi pada waktu yang akan
dating.
Premise-premisse di samping harus
ditetapkan penting pula untuk disetujui oleh sebanyak mungkin anggota
organisasi dan harus tersebar seluas mungkin ke seluruh bagian organisasi
horizontal dan vertical.
Premise-premisse terdiri dari ramalan,
kenyataan-kenyataan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan.
Contoh:
Dalam usaha dagang diramalkan
jenis=jenis pasaran apa yang akan terdapat pada waktu yang akan dating,
barang-barang apa yang dapat diperdagangkan masa dating, tentang biaya, upah,
karya, pajak, pabrik-pabrik baru, dan sebagainya. Ini semua adalah
premise-premisse tentang bayangan yang akan terjadi masa dating.
Di
samping ramalan tentang fakta-fakta, premise-premisse harus berdaarkan/berisi
pula kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mungkin dapat dilaksanakan pada waktu
yang akan dating.
Contoh:
Kalau suatu organisasi usaha mengambil
kebijaksanaan memberikan 5%
dari keuntungan kepada persero-perseronya sebelum 5% itu didanakan pada yang
semestinya yaitu sebelum pembayaran pajak, maka kebijaksanaan pada waktu yang
akan dating itu akan mempengaruhi penetapan perencanaan pada waktu yang akan
dating. Demikian pula bila suatu perusahaan menanamkan modal pada
perusahaan-perusahaan lain, maka kebijaksanaan ini merupakan premise baru bagi
kebijaksanaan perencanaan yang akan datang.
Premise
perencanaan dapat digolongkan menjadi tiga golongan:
1) Premise yang non-controlable,
yaitu premise yang tidak dapat dikuasai atau dikendalikan. Misalnya: Pertambahan penduduk pada ammasa dating, suasana politik,
kebijaksanaan pemerintah dalam perpajakan dan sebagainya.
2) Premise yang semi-controlable,
yaitu premise yang setengahnya dapat dikuasai/dikendalikan dan setengahnya
tidak. Misalnya: Hasil pekerjaan para
pekerja, lalu lintas kerja, harga dan sebagainya.
3) Premise yang controllable,
yaitu premise yang dapat dikuasai/dikendalikan. Misalnya: Tahun depan perusahaan akan membayar upah buruh sebanyak
Rp5.000,00 dan tahun depan betul-betul dilaksanakannya.
Di antara
premise-premisse yang sepenuhnya dapat dikuasai ini termasuk di antaranya
kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-program usaha yang sepenuhnya dapat
ditetapkan oleh organisasi yang bersangkutan sendiri.
Adanya kesulitan dalam penetapan premise
dan adanya kesulitan untuk membuat agar premise up to date disebabkan karena setiap perencanaan sebenarnya juga
merupakan premise untuk waktu yang akan dating. Kesulitan lain ialah jika dalam
suatu organisasi tiap bagian organisasi mempergunakan premise yang berlainan
satu sama lain. Ini akan menyulitkan jalannya usaha karena premise yang
berlainan akan menimbulkan perencanaan yang berlainan pula. Karenanya untuk
suatu organisasi syarat mutlaknya adalah adanya hanya satu rangkaian premise
yang disetujui dan diterima oleh seluruh organisasi. Dalam hubungan ini Harold
Koonzt merumuskan suatu asas tentang premise perencanaan sebagai berikut:
“… pengertian tentang dan persetujuan
untuk menggunakan suatu rangkaian premise perencanaan oleh mereka yang
berhubungan dengan perencanaan itu adalah suatu syarat bagi perencanaan yang
terkoordinir secara baik …”
c.
Mencari
dan menyelidiki berbagai kemungkinan rangkaian tindakan yang dapat diambil
Kemungkinan-kemungkinan
tindakan ada yang jelas dapat segera diketahui, tapi manajer yang bijaksana
akan lebih bijaksana lagi apabila dapat mencari kemungkinan-kemungkinan
tindakan yang tidak dapat segera dilihat keharusannya. Menurut Harold Koonzt kerap kali suatu
kemungkinan tindakan yang dapat diambil tidak segera dapat diketahui, terbukti
adalah jalan yang paling menguntungkan dalam perencanaan itu.
Kalau
sudah ditemukan berbagai alternative tindakan yang dapat diambil, maka
perencana harus menyelidiki berbagai kemungkinan yang dapat ditempuhnya. Ini
berarti bahwa perencana harus memberikan penilaian berbagai kemungkinan yang
dapat ditempuh itu.
Di
dalam penilaian itu tiap-tiap kemungkinan yang dapat dilalui diselidiki untung
rugi masing-masing dan juga dipertimbangkan kemungkinan faktor-faktor yang akan
mempengaruhi, untuk kemudian mengambil keputusan tentang jalan yang akan
ditempuh.
Dalam
menilai tiap-tiap jalan yang dapat di lalui ada kemungkinan bahwa salah satu di
antaranya adalah jalan yang paling menguntungkan, tetapi sebaliknya memerlukan
persediaan modal tunai yang besar sedangkan pengembaliannya meminta waktu yang
panjang. Sedangkan kemungkinan jalan lain yang ditempuh benar kurang
menguntungkan tetapi resikonya lebih kecil. Kemungkinan-kemungkinan yang
demikian ini harus dibandingkan satu sama lain untuk kemudian dapat mengambil
keputusan tentang jalan mana yang akan ditempuh.
Dapat
dimaklumi karena perencanaan begitu banyak menghadapi faktor-faktor yang tidak
pasti dan berubah-ubah, maka penilaian terhadap kemungkinan-kemungkinan itu
sangat sulit dilakukan.
Bagian
terakhir ini merupakan penetapan jalan yang hendak diambil dan merupakan taraf
terakhir daripada perencanaan, pada taraf mana perencanaan telah dapat diterima
untuk dilaksanakan.
Setelah
perencanaan dasar pada tingkat atas selesai maka proses perencanaan sebetulnya
belum selesai. Rencana-rencana dasar tersebut harus diikuti dengan pembuatan
rencana derivative, yaitu rencana yang lebih rendah tingkatannya yang bersumber
pada perencanaan dasar yang hanya meliputi bidang dan tingkat tertentu saja.
Perencanaan-perencanaan derivative ini dimaksudkan untuk merealisir dan
membantu terlaksananya perencanaan dasar. Untuk itu perencanaan dasar harus
dipecah-pecah lebih lanjut dalam perencanaan-perencanaan yang lebih kecil
meliputi bidang-bidang tertentu dan tiap pemimpin pada bagian tertentu
membebani diri dengan tanggung jawab hingga perencanaan dasar mengenai bidang
tertentu tersebut menjadi kenyataan.