hidup

  • Indonesia.
  • Perkampungan Sasak.
  • Kantor Gubernur.
  • Sukarno.
  • Lombok.

Thursday 30 January 2014

DEMOKRASI INDONESIA DALAM PLURALISME

Oleh: Dedet Zelthauzallam
Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi.sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 2. Indonesia sebagai negara ke dua terbesar menganut sistem demokrasi  seharusnya menjadi contoh dari sistem yang menjadi primadona saat ini. Hampir 2/3 negara di dunia menjadikan demokrasi sebagai sistem penyelenggaraan negara.
Pada tahun 1999, Indonesia melaksanakan sistem demokrasi langsung. Meskipun sejak kemerdekaan Indonesia sudah mencoba menerapkan sistem ini. Tetapi, pada saat masa transisi dari orde baru ke reformasi baru kran demokrasi dibuka secara luas. Hak yang awalnya diilegalkan menjadi legal. Mulai dari hak menyatakan pendapat, berserikat, berkumpul dan lainnya. Inilah hasil dari masa transisi.
Sejak demokrasi langsung bergulir, banyak yang semakin optimis dalam mempercepat pembangunan dan kesejahteraan. Namun, setelah hampir 15 tahun demokrasi dilaksanakan, apa yang diharapkan tidak senuhnya tercapai. Malah banyak aspek yang semakin tidak menentu dan semakin kacau.
Ada yang mengatakan bahwa zaman orde baru jauh lebih enak. Sampai-sampai banyak stiker, baliho dan sejenisnya menunjukkan kerinduannya pada masa Suharto. “Piye kabare, enak jamanku toh”.  Inilah bentuk kalimat yang sering kita baca.
Demokrasi di Indonesia saat ini memang dalam proses. Demokrasi yang ada saat ini jauh dari yang diharapkan. Bisa dilihat, bagaimana akibat yang ditimbulkan dari demokrasi yang terlalu overlap ini. Seperti konflik yang terjadi pasca pilkada, para politisi yang tidak menentu, kebijakan yang lebih bersifat top down, penyelewengan anggaran dan masih banyak lagi.
Pihak yang mendukung demokrasi menyatakan bahwa keadaan seperti ini akan segera berlalu. Katanya, Amerika saja membutuhkan 100 tahun untuk mematangkan demokrasi di negara Paman Sam tersebut. Namun apakah kira-kira Indonesia bisa seperti itu? Sanggupkah kita bersabar dengan dampak buruk yang diakibatkan oleh demokrasi saat ini? Akankah NKRI bisa tetap kokoh ditengah-tengah disintegrasi akibat demokrasi?
Kalau melihat sejarah lahirnya demokrasi di Athena, Yunani, maka demokrasi lahir dari sebuah komunitas yang tidak terlalu besar. Kota Athena memiliki jumlah populasi yang diperkirakan antara 300.000 hingga 400.000 orang[1]. Bisa dibayangkan, bagaimana demokrasi di Indonesia yang populasinya mencapai hampir 250 juta jiwa menerapkan sistem yang sama.
Plato, seorang filsuf pada zaman itu terang-terang menolak sistem demokrasi, karena menurutnya tidak mungkin suatu pemerintahan diserahkan kepada seluruh rakyat. jadi yang berhak menjadi pemimpin dalam suatu negara adalah seorang filsuf. Dimana menurutnya, filsuflah yang mengetahui pengetahuan. Pengatuhuan adalah kebajikan.
Lalu bagaimana dengan Indonesia saat ini, Indonesia sebagai negara yang sangat pluralisme harus bisa memiliki konsep berdemokrasi yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Jangan sampai demokrasi langsung seperti ini menjadi penyebab runtuhnya rasa kekeluargaan dan gotong royong.
Sistem demokrasi di Indonesia sebenarnya harus mengacu pada basic law, Pancasila. Jelas bagi rakyat Indonesia bahwa lima sila Pancasila sebagai pegangan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Kalau melihat sila dalam Pancasila, maka demokrasi yang diterapkan di Indonesia harus berasaskan ketuhanan, kemanusiaan, persatuaan, permusyawaratan dan keadilan sosial. Tidak bisa Indonesia menerapkan sistem demokrasi sama seperti yang ada di Amerika, karena culture sudah sangat berbeda.
Menurut Prof. Yudi Latif, demokrasi yang diterapkan di Indonesia adalah demokrasi permusyawaratan. Dimana semua suku dan etnis yang ada di Indonesia ini yang sangat bhinneka bisa terakomodir. Menurutnya, demokrasi langsung dengan sistem perwakilan seperti sekarang ini tidak cocok, karena tidak bisa mengakomodir suku minoritas, seperti Badui.
Memang kalau kita merunjuk pada Pancasila, maka pemilihan langsung yang bersifat one man, one vote, one value bertentangan dengan sila ke empat. Voting dengan musyawarah mufakat sangat berbeda, sehingga akan berdampak pada hasil. Hasil itulah yang bisa menimbulkan perselisihan dan akhirnya timbulah disintegrasi dalam berbangsa dan bernegara. NKRI harga mati akan menjadi semboyan belaka, yang akan runtuh akibat sistem yang tidak mampu menjamin hak bagi kalangan minoritas di republik ini.




[1] Henry J. Schmandt, Filsafat Politik, Cetakan ke III, Februari 2009, Pustaka Pelajar

Sunday 26 January 2014

INSTABILITAS ALAM DI TAHUN POLITIK

Oleh: Dedet Zelthauzallam
Akhir-akhir ini, banyak daerah Indonesia dilanda bencana alam. Mulai dari ujung barat Pulau Sumatera dilanda letusan Gunung Sinambung di Sumatera Utara. Di ibu kota dan sekitarnya (Jawa Barat dan Jawa Tengah) dilanda banjir. Di ujung utara pun (Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah) tak terhidar dari bencana banjir bandang. Dan beberapa titik dibeberapa daerah juga tidak terlepas dari amukan alam. Yang terakhir kita rasakan adalah ketika gempa dengan kekuatan 6,4 SR mengguncang Kebumen, Jawa Tengah.
Begitulah sedikit gambaran mengenai keadaan alam di seluruh pelosok nusantara. Ini berarti bisa dikatakan bahwa alam di negeri yang kaya nan sumber daya alamnya sudah mulai mengamuk. Alam sepertinya tidak lagi mau bersahabat dengan masyarakat Indonesia. Alam sepertinya sudah marah, karena terus menerus dikuras tanpa ada suatu program yang bisa menjaga keberlangsungannya.
Masyarakat Indonesia, khususnya para pemimpin negeri ini harus memiliki kepekaan terhadap alam. Ini sangat penting untuk bisa menjaga kelestaraian dan keberlangsungan negeri ini. Daniel Golemen (2010) menyebutkan bahwa selain kecerdasan sosial dan emosional, harus ada juga kecerdasan ekologikal. Kecerdasan ekologi yang dimaksud adalah kesadaran manusia tentang pentingnya menjaga kelestarian bumi tempat kita tinggal. Tanpa adanya kecerdasan ekologi sepertinya alam ini akan segera hancur.
Indonesia yang rawan dengan bencana alam harus segera menanamkan pentingnya kecerdasan ekologi kepada seluruh masyarakatnya. Instabilitas alam akan bisa terselesaikan ketika semua elemen manusia memiliki kesadaran tentang pentingnya menjaga alam.
Pada saat alam mengamuk negeri ini, harusnya kita sadar bahwa kita sudah salah memperlakukan lingkungan kita, sehingga kita harus lebih care dengannya. Namun itu tidak, malah di tengah-tengah instabilitas alam yang melanda, khususnya di tahun 2014 ini, malah saling menyalahkan, baik itu antara pemerintah pusat dengan daerah atau antara Si Dia dengan Si Itu. Ini tidak lain karena ada muatan politis dibelakangnya. Strategi politik Machiavelli pun terus digunakan di tengah bencana yang melanda. Dan akhirnya masyarakat yang dilanda bencana menjadi korbannya.
Seharusnya di tahun politik ini, setiap partai politik dan kader-kadernya memberikan contoh bagaimana cara menyelesaikan gemelut alam ini. Jangan hanya saling menyalahkan dan melempar tanggung jawab. Masyarakat sangat menunggu suatu perubahan, khususnya masalah bencana ini.
Saat ini, bantuan memang terus berdatangan dari para donatur, khususnya politisi. Ini tidak lain dan tidak bukan untuk mengambil hati masyarakat. Namun sangat langka politisi yang ketika sudah menduduki jabatan, baik di ekskutif maupun legislatif yang mau turun ke lapangan. Ini memang masalah yang perlu diselesaikan dengan cara harus memiliki tiga kecerdasan yang dikatakan oleh Goelman. Dan yang terpenting yang dilakukan oleh para politisi adalah dengan memiliki visi dan misi yang lebih care kepada lingkungan dan membuat kebijaka yang pro dengan alam.


Thursday 23 January 2014

PEMILU 2014, KONSTITUSIONAL ATAU INKONSTITUSIONAL

Oleh: Dedet Zelthauzallam

Hari ini Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan permohonan Effendi Ghazali (Pakar Komunikasi Politik UI) tentang pemilu serentak. Dalam putusannya, MK menerima permohonan dari pemohon. Ini berarti pasal-pasal yang ada di dalam UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945. Apa yang telah ditetapkan oleh MK tidak bisa digugat atau disbanding, karena sifatnya final dan mengikat. Tetapi dalam putusan ini ada yang aneh. Dimana putusan MK ini dinyatakan berlaku pada pilpres tahun 2009, tidak untuk tahun 2014. Padahal dalam aturan perundang-undangan, putusan MK itu berlaku seketika setelah hakim MK mengucapkan keputusan dalam sidang yang bersifat umum dan terbuka untuk publik.
Inilah kenapa Yusril Ihza Mahendra menyebut keputusan MK ini penuh misteri. Dan lebih parah lagi Wakil Ketua MPR, Hadjriyanto Y Thohari, menyebut keputusan MK banci. Ini disebabkan oleh MK tidak tegas dalam membuat keputusan. Katanya kalau sudah dinyatakan inkonstitusional maka harus go ahead. Terkait keputusan ini banyak keluar pendapat, ada yang menanggapi seperti itu dan ada pula yang menyebutkan keputusan ini arif dan bijaksana.
Kalau melihat keputusan MK ini memang perlu dipertanyakan, karena keputusan ini dibuat ketika MK masih dipimpin oleh Mahfud MD. Jadi, rentang waktu antara pembacaan dengan pengambilan keputusan sekitar satu tahun. Akil Mochtar juga termasuk sebagai key maker dari keputusan ini. Lalu sebagai pertanyaan besar kita adalah mengapa harus hari ini dibacakan keputusannya? Pasti banyak yang beranggapan bahwa MK sengaja supaya pemilu 2014 tetap menggunakan UU Pilpres. MK senditilah yang menyatakan tidak mungkin mengaplikasikan pada pilpres 2014, dengan melihat waktu pemilu sudah mepet.
Siapa yang memiliki kepentingan dibalik itu? Orang awam pasti menjawab dengan menyatakan hukum alam yang akan menjawabnya, karena sesuai dengan pepatah, sepandai-pandai tupai melompat akan jatuh juga. Percayalah, siapa pun dibalik itu akan mendapat balasan yang lebih besar dari pada itu. Kelompok kepentingan yang memiliki visi besar dalam lima tahun ke depanlah yang menjadi biang keladinya.

Terlepas dari itu, maka kalau berbicara dari aspek hukum, berarti pemilu 2014, baik pemilu legislatif serta pemilu presiden dan wakil presiden merupakan pemilu yang bertentangan dengan basic law dari negara Indonesia. Artinya pemimpin bangsa dan negara Indonesia untuk periode 2015-2019 tidak inkonstitusional. Bagaimana hasil dan perubahan untuk bangsa Indonesia?????

PROSES TERJADINYA KONFLIK DALAM ORGANISASI


Konflik dalam organisasi tidak akan dapat dihindarkan. Konflik akan selalu ada dalam setiap kehidupan, baik itu berupa konflik pribadi dan kelompok. Konflik memang menjadi suatu masalah yang perlu dan selalu dicari problem solving demi menjaga kehormonisan dalam suatu kelompok organisasi, sehingga tujuan dari organisasi bisa tercapai.
Banyak pendapat ahli mengenai pengertian dari konflik. Pandangan antara ahli yang satu dengan lainnya pasti berbeda. Tergantung dari mana ahli tersebut memandangnya. Menurut P.W. Cummings (1980) mendefinisikan konflik sebagai suatu proses interaksi sosial dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih, berbeda atau bertentangan dalam pendapat tujuan mereka. Sedangkan menurut Alisjahbana, konflik adalah perbedaan pendapat atau pandangan diantara kelompok-kelompok masyarakat yang akan mencapai nilai yang sama.
Dari pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan konflik organisasi menurut Walton R.E. (1987:2) adalah perdedaan idea tau inisiatif antara bawahan dengan bawahan, manajer dengan manajer dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan (coordinated activities). Pengertian yang lebih lengkap dijelaksan oleh Stoner dan Wankel (1986) bahwa konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua orang anggota organisasi atau lebih yang timbul karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumber-sumber daya yang terbatas, atau aktivitas-aktivitas pekerjaan dan atau karena fakta bahwa mereka memiliki status, tujuan, nilai-nilai atau persepsi yang bebeda.
Jadi dari beberapa pendapat ahli di atas, maka ciri-ciri organisasi yang sedang mengalami konflik adalah sebagai berikut:
1.    Terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antara individu atau kelompok.
2.    Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi.
3.    Terdapat pertentangan norma dan nilai-nilai individu maupun kelompok.
4.    Adanya sikap dan perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain untuk memperoleh kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang terbatas.
5.    Adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat menculnya kreativitas, inisiatif atau gagasan bar dalam mencapai tujuan organisasi.

Bisa disimpulkan bahwa, proses terjadinya konflik itu sebenarnya tidak terjadi secara mendadak atau tiba-tiba, tetapi melalui suatu tahapan-tahapan tertentu. Hendricks W. (1992) mengindentifikasi proses terjadinya konflik terdiri dari tiga tahap, yaitu peristiwa sehari-hari, adanya tantangan dan timbulnya pertentangan. Sedangkan menurut A.M. Hardjana (1994) menyebutkan bahwa lingkaran konflik terdiri dari hal-hal sebagai berikut: (1) kondisi yang mendahului, (2) kemungkinan konflik yang dilihat, (3) konflik yang dirasa, (4) perilaku yang Nampak, (5) keonflik ditekan atau dikelola, (6) dampak konflik.
 Dengan demikian, maka proses dari konflik itu bisa diidentifikasi untuk dicari penyelesaiannya atau malah bisa memperbesar konflik yang ada, sesuai dengan kepentingan dari pihak yang berkonflik. Itulah yang dimaksud oleh George F. Terry (1986) yang menyatakan bahwa konflik itu pada umumnya mengikuti pola yang teratur yang ditandai dengan timbulnya suatu krisis, selanjutnya terjadi kesalahpahaman antar individu maupun kelompok dan konfrontasi menjadi pusat perhatian, pada tahap berikutnya krisis dialihkan untuk diarahkan dan dikelola.
Dari proses terjadinya konflik, maka konflik  memiliki sifat yang dinamis, bukan statis. Lebih jelasnya, Tosi (1990:519) menggambukan beberapa model proses konflik dari Pondy, Filley, Hickson dan Thomas menjadi lima, yaitu:
1.    Antecedent Conditions
Antecedent Conditions merupakan kondisi yang menyebabkan atau mendahului suatu peristiwa. Peristiwa yang dapat mengawali terjadinya konflik adalah adanya kekecewaan (frustration).
2.    Perceived Conflict
Tahap ini adalah antara kedua belah pihak sudah merasakan adanya konflik. Ini dapat dilihat dari adanya persaingan antara individu atau kelompok yang satu dengan yang lainnya.
3.    Manifested Conflict
Dalam tahap ini, antara pihak yang berkonflik sudah menampakkan peristiwa konflik. Bentuknya bisa berupa lisan, salaing mendiamkan, bertengkar dan berdebat.
4.    Conflict Resolution or Suppression
Tahap ini adalah tahap pengelolaan konflik. Pimpinan atau manajerlah yang memiliki tanggung jawab dalam hal ini.
5.    Aftermath

Aftermath maksudnya adalah dampak yang disebabkan oleh konflik.

Sunday 19 January 2014

ANAS, SPIRIT DI BALIK JERUJI

Oleh: Dedet Zelthauzallam
Nama Anas Urbaningrum sepertinya selalu menghiasi media cetak dan media elektronik dalam kurun waktu satu tahun terakhir ini. Masyarakat Indonesia mulai mengenal namanya Anas saat naik menjadi ketua umum Partai Demokrat. Dan lebih dikenal lagi ketika KPK menetapkan sang ketua partai penguasa sebagai tersangka gratifikasi dalam kasus Hambalang yang melibatkan beberapa rekan partainya, seperti Nazaruddin dan Angelina Sondakh.
Anas ditetapkan menjadi tersangka pada bulan Februari 2013 dan ditahan oleh KPK pada bulan Januari 2014. Ini memang waktu yang cukup lama bagi KPK untuk menahan seorang tersangka. Banyak yang menanggapi miring tentang kasus ini. Ada yang mengatakan ini dipolitisasi dan lainnya.
Selang waktu yang hampir satu tahun itu digunakan oleh Anas bukan untuk meratapi kesalahannya tetapi Anas dan loyalisnya membentuk suatu organisasi yang diberi nama PPI. PPI ini dibentuk Anas sebagai wadah untuk menampung potensi anak bangsa yang tergerak mewujudkan Indonesia lebih bermartabat. Anas juga menegaskan bahwa ini bukan ormas sebagai tandingan dari Partai Demokrat, tetapi ini benar-benar untuk mewujudkan Indonesia lebih baik.
Semangat yang ditunjukkan oleh Anas memang patut untuk dijadikan contoh oleh seluruh rakyat Indonesia, khususnya pemuda. Lihat saja bagaimana Anas setelah dijadikan tersangka tetap melakukan inovasi dan setelah ditahan oleh KPK pun Anas tetap menggerakkan PPI. Ini luar biasa spirit yang dimiliki oleh Anas. Spirit seperti ini memang perlu dan wajib dimiliki. Bagaimana pun keadaan dan masalah yang sedang dihadapi, namanya semangat untuk mengabdi pada bangsa dan negara tidak pudar.

Banyak kita lihat, bagaimana seorang yang sudah dijadikan tersangka atau sudah dijatuhkan dari tahta menjadi melempam (lemah). Tidak bisa memberikan pemikiran yang brilian yang dimilikinya untuk bangsa tercinta ini. Apa yang dilakukan oleh Anas sekali lagi harus diberikan jempol. Meskipun kita ketahui bersama bahwa siapa pun yang salah harus tetap dihukum. Kita serahkan saja kasus yang menimpa mantan ketua HMI ini. Terlepas dari Anas salah atau tidak, kita harus tetap melihat spiritnya yang tidak pernah mati. Inilah pemuda yang sebenarnya, yang tidak akan goyang meskipun tsunami dan badai menerjangnya. Dia akan tetap berdiri kokoh dengan selalu memegang prinsipnya.

Thursday 16 January 2014

MAULID NABI MUHAMMAD, PIJAKAN PERBAIKAN BANGSA

Oleh: Dedet Zelthauzallam
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melaikan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam (Q.S. Al-Anbiya: 107).”
Untuk tahun 1436 H, 12 Rabi’ul Awal jatuh pada tanggal 14 Januari 2014. . Hari kelahiran sang pemimpin dunia, Nabi Muhammad, untuk tahun ini jatuh pada awal tahun masehi. Ini merupakan suatu awal tahun yang baik bagi umat islam di seluruh penjuru dunia, karena spirit awal tahun akan dilandasi dengan mengingat, merenungan dan melaksanakan ajaran yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dunia dan seluruh isinya memang patut tunduk sejenak untuk merenungkan bagaimana perjuangan Nabi Muhammad dalam mengubah carut-marut kehidupan dunia. Pada saat Nabi Muhammad dilahirkan, kehidupan di Mekkah sepertinya tidak ada prikemanusiaan dan tidak beradab. Dimana anak perempuan dibunuh, diperkosa dan dikucilkan oleh para laki-laki. Kehidupan pada zaman itu banyak orang menyebutnya sebagai zaman jahiliyah atau dalam bahasa Indonesia zaman kebodohan.
Lahirnya Nabi Muhammadlah yang memberikan problem solving atas prilaku dan perbuatan para kaum qurais tersebut. Nabi Muhammad dengan beraninya menentang kebiasaan dan kebudayaan yang inmoral tersebut. Beliau tidak takut dengan ancaman dari para elite qurais yang mengancam untuk membunuhnya. Itu dilakukan demi menegakkan kebenaran di muka bumi ini, karena Nabi Muhammad diutus ke muka bumi oleh Allah SWT adalah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Arti dari rahmat seluruh alam berarti tidak sebatas umat muslim saja, tetapi seluruh umat yang ada di dunia ini. Selain manusia, Nabi Muhammad juga sangat memperhatikan bagaimana lingkungan perlu tetap dijaga, hewan dan tumbuhan harus dipelihara dan dijaga kelestariannya. Dalam diri Nabi Muhammad SAW bisa kita temukan bagaimana manusia yang paripurna. Dimana dalam dirinya terdapat hal-hal yang tidak akan bisa dimiliki dan dilakukan oleh manusia lainnya. Sifat toleransinya terhadap umat lain perlu diberikan jempol. Apalagi sifat jujurnya, tidaka aka nada duanya. Sehingga tidak salah para pemuka kaum qurais memberikannya gelar al-amin dimasa kecilnya, sebelum menjadi nabi dan rasul.
Pemimpin Indonesia saat ini seharusnya menjadikan Nabi Muhammad sebagai tauladannya (panutannya), karena dialah pemimpin yang benar-benar pemimpin yang diutus oleh Allah SWT. Nabi Muhammad bukan hanya sebagai pemimpin agama, tetapi lebih dari pada itu. Beliau bisa dikatakan sebagai salah satu peletak dasar bagaimana cara melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai yang sering kita sebut saat ini sebagai negara. Nabi Muhammad memberikan contoh kepada umat manusia bagaimana tata pemerintahan dan ketatanegaraan yang baik, dimana dengan membuat hukum (undang-undang) pada zaman itu, yaitu piagam madinah. Piagam Madinah ini dibuat untuk mengatur kehidupan antara kaum mayoritas dan minoritas di Madinah, sehingga berjalan harmonis.
Masih banyak hal yang perlu ditauladani dari Nabi Muhammad, misalnya dari cara kepemimpinannya. Sifat kepemimpinan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad adalah siddiq, amanah, tabliq dan fathonah. Empat sifat dasar ini perlu dimiliki oleh pemimpin Indonesia saat ini. Andai saja ini dimiliki maka korupsi tidak akan merajalela di negeri ini. Good government dan clean government akan bisa tercapai. Para penegak hukum akan lebih santai dan mass media tidak akan disibukkan mencari informasi tentang para koruptor.  Publik akan memberikan trust kepada para pemimpin, sehingga kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan berjalan dengan aman, nyaman dan tentram untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara kita yang tertuang dalam UUD 1945.

Jadi cara terbaik untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah dengan cara kita kembali melaksanakan ajaran-jarannya yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadis, bukan dengan membuat acara seremonial belaka. Dan paling penting adalah rakyat Indonesia harus bisa memilih pemimpin untuk 2014 ini dengan melihat kriteria kepemimpinan yang ada dalam diri Nabi Muhammad SAW. Susah memang tetapi itu pasti ada.     

Wednesday 15 January 2014

PEMILU SERENTAK, ANTARA EFESIENSI DENGAN STABILITAS

Oleh: Dedet Zelthauzallam
 Wacana untuk melaksanakan pemilu serentak, antara pemilu legislatif dengan pemilu presiden dan wakil presiden menuai pro kontra. Kalangan yang mendukung tetap berdalih untuk bisa menghemat anggaran negara sampai sekitar tujuh triliun dan akan membuat masyarakat tidak terlalu sering datang ke TPS, sehingga akan memungkinkan untuk bisa menekan angka partisipasi yang semakin hari semakin menurun. Sedangkan bagi yang menolak juga memiliki alasan, katanya akan membuat sistem pemilihan menjadi amburadul. Semua aturan tentang pemilu, mulai dari persyaratan dan sejenisnya akan otomatis harus diubah dan pastinya akan membutuhkan ekstra tenaga untuk melaksanakan pemilu yang awalnya dua tahap menjadi satu tahap. Tentunya antara pemilu serentak dan tidak serentak memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Kalau berbicara pemilu, maka sebenarnya pemilu menurut Sukarna adalah suatu alat atau cara untuk memperoleh wakil-wakil rakyat yang akan memperjuangkan kepentingan rakyat dan bertanggung jawab atas hasilnya. Ini berarti sistem pemilu itu bisa langsung dan tidak langsung maupun serentak atau tidak serentak. Tergantung bagaimana kecocokan dan kemampuan dari suatu negara, baik dilihat dari sumber daya manusia, alam dan finansialnya. Pemilu di Indonesia sebenarnya sudah dilaksanakan dari awal lahirnya Indonesia, tetapi mekanisme dan sistemnya berbeda-beda. Awalnya hanya bersifat perwakilan dan saat ini sudah dengan pemilihan langsung.
Lalu bagaimana dengan pemilihan serentak? Sebenarnya pemilihan serentak antara pemilu legislatif dengan presiden dan wakil presiden sudah dilakukan dibeberapa negara. Awalnya dilaksanakan di Brazil pada tahun 1994 dan selanjutnya diikuti oleh negara kawasan Amerika latin lainnya. Pemilihan serentak ini awalnya memang dilaksanakan untuk menjaga stabilitas dan efektivitas pemerintahan setelah pemilu (Mark Pyane dkk, 2002). Dan sebagai catatan pemilihan serentak ini hanya bisa dilaksanakan oleh negara yang menganut sistem presidensial.
Secara akademis, Indonesia tidak akan bermasalah dengan pemilihan serentak, karena Indonesia adalah negara yang menganut sistem presidensial. Yang menjadi masalah adalah apakah pemilihan serentak yang akan dilakukan hanya sebatas untuk mengehemat anggaran dan apakah stabilitas pemerintahan pasca pemilu akan bisa terjaga. Ini adalah hal yang perlu dipikirkan. Jangan sampai dalih untuk menghemat anggaran negara yang jumlahnya triliunan rupiah malah membuat pemerintahan menjadi koleps dan terombang-ambing.
Apabila melihat pengalaman dari pemilu sebelumnya (pemilu 2004 dan 2009), maka ada kecenderungan pemilih memilih partai yang berbeda dan tidak memilih pasangan capres dan cawapres dari partai bersangkutan. Ini disebabkan oleh konstituen dalam memilih capres dan cawapres lebih memilih figur atau ketokohan, bukan melihat apa partainya. Budaya pemilih Indonesia seperti ini akan memberikan peluang antara partai pemenang legislatif dan partai pengusung capres/cawapres pemenangnya akan berbeda. Tentunya ini akan membuat persaingan antara ekskutif dan legislatif tak terhindarkan lagi. Apabila hal ini terjadi, maka kebijakan pemerintah akan sulit digoalkan di legislatif. Transaksi dan deal politik akan lebih besar peluangnya terjadi.
Pemilu serentak yang sedang menjadi perdebatan sekarang ini, perlu lebih dikonsepkan lagi dan melihat bagaimana keadaan dari masyarakat kita sendiri. Jangan sampai karena terlalu berdalih efesiensi, stabilitas negeri ini menjadi terabaikan. Perlu waktu dan pendewasaan bagi elite politik dan pemilih untuk menerapkan sistem seperti ini.

  

Saturday 11 January 2014

PAHAM MACHIAVELLI DI TAHUN POLITIK

Oleh: Dedet Zelthauzallam
Tahun 2014 disebut banyak orang sebagai tahun politik. Pastinya perpolitikan di negeri ini semakin memanas. Gesekan antar partai dan calon akan rentan terjadi. Ini memang hukum alamiah dari suatu pemilihan umum. Mau tidak mau, suka tidak suka pasti konflik akan terjadi dalam proses pemilu. Tetapi konflik yang diharapkan adalah konflik yang memang benar-benar memiliki dasar atau kita sebut sebagai konflik beretika. Konflik beretika artinya adalah konflik yang disebabkan oleh suatu keinginan dari setiap partai atau calon untuk memperbaiki keadaan bangsa ini. Konflik ini bisa berupa perang ide, yang meliputi visi dan misi.
Di tahun 2014, ada 12 partai politik nasional yang akan bertarung. Ini pasti akan menjadi pertarungan yang sangat menarik, karena setiap partai tentunya ingin menjadi pemenang. Dalam perebutan kekuasaan ini pastinya akan banyak yang menerapkan paham dari Machiavelli mengenai bagaimana cara untuk mempertahankan dan mendapatkan kekuasaan. Tentunya partai penguasa saat ini (Partai Demokrat) tidak mau kekuasaannya diambil oleh partai lain. Begitu juga partai lainnya akan berjuang untuk merebut kekuasaan dari Partai Demokrat.
Paham Machiavelli kita kenal sebagai politik yang menghalalkan segala cara dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan. Adu domba dan sejenisnya disahkan menurut Machiavelli dalam bukunya “The Prince”. Ini berarti paham Machiavelli itu sangat tidak memandang etika dan moral.
Namun apa yang dipikirkan oleh Machiavelli memang benar dan sangat sesuai dengan kebutuhan zamannya. Dimana pada masanya, di Florence, Italia, terjadi gejolak yang sangat mengganggu instabilitas berbangsa dan bernegara. Inilah yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran seperti ini dari seorang Machiavelli. Ini berarti, paham Machiavelli ini tidak sesuai dan bertentangan diterapkan apabila suatu negara dalam keadaan aman dan damai. Palagi di negara yang menanut sistem demokrasi sperti Indonesia.
Apabila melihat dari latar belakang lahirnya pemikiran Machiavelli, maka untuk para elite politik di negeri ini tidak bisa mengikuti sepenuhnya ajaran/paham Machiavelli. Perlu ada modifikasi, sehingga dalam perebutan kekuasaan stabilitas politik di negeri tercinta ini tetap terjaga. Jangan sampai, antara partai yang satu dan lainnya saling hujat menghujat dan adu domba yang membuat keadaan negara ini semakin memburuk.
Namun apabila kita lihat bersama, sepertinya paham Machiavelli ini masih ada yang akan menerapkannaya di pemilu 2014 ini. Masih banyak partai dan elite politik yang suka saling lempar masalah, adu domba dan lainnya (lihat di mass media). Ini tentunya perlu diperbaiki supaya proses perpolitikan 2014 bisa berjalan sesuai dengan koridor hukum yang sudah ada.

Rakyat Indonesia tentunya sangat mengharapkan hasil dari pemilu 2014 ini mampu menghasilkan pemimpin yang memiliki idialisme, spirit, inovasi dan kekonsistenan dalam memperbaiki keadaan bangsa Indonesia. Bagsa ini sudah terlau lama menderita dengan oknum yang hanya mau memperkaya kroninya saja. Saatnya bangsa Indonesia untuk melangkah ke arah yang lebih baik lagi sehingga apa yang dicita-citakan oleh bapak bangsa bisa tercapai.

Wednesday 8 January 2014

MENUJU RI-1 SEMAKIN SERU

Oleh: Dedet Zelthauzallam
Tahun 2014 akan menjadi tahun yang sangat sibuk bagi rakyat Indonesia, khususnya para politisi negeri ini. Dimana pada tahun ini akan ada pemilihan legislatif dan presiden/wakil presiden. Para politisi pastinya akan bekerja keras untuk bisa memperoleh maupun mempertahankan kekuasaan. Berbagai cara akan dilakukan untuk bisa mendapatkan simpati rakyat, karena mereka sangat bergantung pada rakyat.
Ada 12 partai nasional dan 3 partai lokal (Aceh) yang akan bertarung dalam pemilu legislatif pada tanggal 9 April 2014. Setelah itu baru akan dilaksanakan pemilu presiden dan wakil presiden. Antara pemilihan legislatif dan presiden/wakil presiden pastinya memiliki hubungan yang sangat menentukan. Dimana hasil perolehan kursi di parlemen menjadi salah satu syarat untuk bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Partai harus bekerja keras untuk memperoleh suara minimal 20% suara, supaya bisa memuluskan calon dari partainya untuk bertarung dalam pilpres. Namun, apabila tidak, maka mau tidak mau harus berkoalisi dengan beberapa partai.
Meskipun demikian, saat ini hampir semua partai sudah menunjukkan bakal calon presiden dan wakil presidennya. Golkar misalnya sudah menunjuk Aburizal Barie (ARB) sebagai capresnya. Hanura juga sudah mempercayakan Wiranto-HT menjadi capres dan cawapres yang akan diusungnya. Prabowo Subianto juga diusung oleh Gerindara. Dan partai lainnya juga sudah menyiapkan nama-nama bakal capres dan cawapresnya. Banyak cara yang dilakukan oleh partai untuk menjaring capres dan cawapresnya. Lihat saja, Partai Demokrat melaksankan konvensi dan PKS melaksanakan election update. Selain dari internal partai juga,  ada hal yang menarik dalam penjaringan capres dan cawapres 2014, yaitu konvensi rakyat yang digagas oleh Salahudin Wahid.
Memang sudah banyak nama yang akan maju dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2014. Namun kalau dilihat dari persyaratannya, maka maksimal ada lima pasangan calon yang akan maju. Tetapi ini tidak mutlak, karena sampai saat ini, UU Pilpres masih belum final, karena Yusril Ihza Mahendra menggugatnya di MK.
 Dari capres dan cawapres yang sudah diusung oleh partai politik memang masih belum final. Tetapi paling tidak ada gambaran siapa yang kira-kira akan menjadi capres dan cawapres. Kalau melihat poling berdasarkan hasil survei, maka Jokowi menjadi pemenang. Namun sampai saat ini, PDIP masih belum menentukan siapa capresnya. Jadi rakyat Indonesia harus lebih bersabar,paling tidak sampai pemilihan legislatif selesai.
Setelah pemilihan legislatif, pastinya semua bisa terjadi. Deal-deal politik yang tidak diprediksikan bisa terjadi, karena semua bergantung hasil pemilihan DPR. Partai satu dengan lainnya akan semakin sibuk untuk mencari koalisi. Pastinya koalisi yang benar-benar bisa menguntungkan semua, bukan hanya menguntungkan partai yang suaranya lebih tinggi. Prediksi siapa akan menjadi presiden pasca pemilihan legislatif akan semakin meruncing. Sekali lagi rakyat Indonesia harus sabar dan tetap harus berdo’a supaya dalam pilpres 2014 memang calon yang memiliki kapasitas dan kapabilitas membangun bangsa ini yang maju.


Tuesday 7 January 2014

KETIKA ATURAN MEMBELA KEJAHATAN

Oleh: Dedet Zelthauzallam
Negara Indonesia adalah negara hukum. Itulah salah satu hasil dari amandemen UUD 1945. Namun bisa dilihat bagaimana hukum di negeri ini semakin hari semakin memprihatinkan. Banyak yang mengibaratkan hukum di negeri ini tajam ke bawah tumpul ke atas. Memang hal itu tidak bisa dibantahkan lagi, karena banyak sekali contoh yang bisa dilihat.
Sebenarnya kalau dilihat dari awal lahirnya sebuah negara, baik itu dari teori hukum alam, teori ketuhanan dan lebih khusus lagi teori perjanjian, maka lahirnya negara dilatarbelakangi oleh kemauan setiap individu untuk menyerahkan sebagian hak azasinya kepada organisasi yang namanya negara. Ini berarti negara mengambil hak dari individu dan dijamin dalam bentuk aturan tertulis yang sering disebut undang-undang.
Namun, apabila melihat fakta yang terjadi saat ini, negara malah menjadi suatu tameng bagi segelintir orang yang memiliki kekuasaan untuk menekan masyarakat mayoritas. Inilah yang disebut minoritas mengalahkan mayoritas. Lalu kalau begini, apakah negara yang dibentuk dengan tujuan untuk menjaga dan menjamin hak azasi individu perlu dipertahankan?
Inilah problematika saat ini, banyak hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki. Bisa dilihat bagaimana aturan di negeri ini mengalahkan etika. Kejahatan dan inmoral dibenarkan oleh aturan. Sungguh ironis, namun memang benar-benar ada di neri ini.
Akhir-akhir ini, bisa dilihat contoh bagaimana seorang yang sudah menjadi tersangka kasus korupsi dituntut untuk dilantik menjadi kepala daerah. Dan bagaimana seorang tersangka  kasus korupsi masih tetap mempertahankan jabatan dari balik jeruji. Masih banyak lagi contoh yang memburamkan etika dan norma, gara-gara disandingkan dengan aturan perundang-undangan.
Alangkah lucunya negeri ini ketika aturan tertulis (perundang-undangan) selalu sebagai rujukannya. Padahal aturan tersebut pasti memiliki kekurangan, karena secara alamiah manusia itu tidak lumput dari kekurangan. Seharusnya hal yang belum diatur, yang dianggap melanggar harus tetap ditegakkan sesuai dengan norma berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat. Itulah yang disebut sebagai hukum tidak tertulis.
Apabila hal ini terus menerus dibiarkan, maka sepertinya masalah dalam republik ini akan terus menerus datang. Aturan tertulis yangada tidak boleh bersifat mutlak, supaya kasus seperti yang disebutkan tersebut tidak terulang lagi.  



Monday 6 January 2014

TAHUN 2014, RAKYAT SEBAGAI PENENTU UNTUK INDONESIA

Oleh: Dedet Zelthauzallam
Tahun 2014 sepertinya akan menjadi tahun yang penuh dengan perubahan bagi Indonesia. Di tahun ini, akan banyak kegiatan dan program yang akan dilaksanakan. Di awal tahun sudah banyak sekali dinamika yang terjadi, mulai dari tanggal 1 Januari 2014 banyak kebijakan yang diterapkan, seperti jaminan kesehatan nasional, tugas pengawasan perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK, sampai kenaikan elpiji 12 kg dari pertamina. Dibalik itu, kita semua diperlihatkan aksi penangkapan teroris di Tanggerang Selatan pada malam tahun baru. Inilah gambaran di awal tahun ini.
Tahun 2014 juga disebut sebagai tahun politik bagi Indonesia. Dimana pada tahun ini akan dilaksanakan berbagai pemilihan umum, mulai dari pemilihan legislatif pada tanggal 9 April dan pemilihan presiden pada bulan Juli. Ini berarti akan ada suatu perubahan dari pimpinan puncak di Indonesia. Hal ini pasti sangat berpengaruh besar terhadap kebijakan seperti apa yang akan diambil oleh partai pemenang (legislatif) dan presiden/wakil presiden (eskutif).
Masyarakat Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke pastinya sangat mengharapkan para wakil rakyat yang terpilih baik di MPR, DPR, DPD dan DPRD serta presiden dan wakil presiden beserta mentrinya adalah orang-orang yang benar-benar memiliki kapabilitas dan integritas yang tinggi, sehingga apa yang menjadi cita-cita bangsa ini yang tertuang dalam alenia ke empat pembukaan UUD 1945 bisa dicapai. Hal yang paling pertama dan utama yang perlu dilakukan oleh mereka yang hendak mencalonkan diri adalah say no to corruption. Korupsi harus dibuang jauh-jauh dalam diri para pemimpin dan wakil rakyat periode 2014-2019.
  Pemilihan umum 2014 harus bisa menjadi titik balik perubahan bagi bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia harus lebih jeli dalam memilih calon wakil rakyat dan presidennya. Jangan sampai para calon yang korup dan inmoral dipilih. Paling tidak masyarakat Indonesia memilih para pemimpin yang memiliki sifat dasar dari Nabi Muhammad SAW, yaitu siddiq, amanah, tabligh dan fathonah. Empat karakter tersebutlah yang menjadi indikator rakyat memilih para calon pemimpin. Jangan sampai indikatornya adalah money. Politik uang akan menjadi bumerang dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalan kurun waktu lima tahun ke depan. Jadi, rakyat Indonesia harus menjauhi namanya praktek money politik.
 Masa depan Indonesia untuk lima tahun ke depan sangat tergantung dari hasil pemilihan legislatif dan ekskutif tahun ini. Kualitas dari rakyat Indonesia sangat tergantung dari bagaimana hasil pemilu 2014. Apabila para wakil rakyat dan presiden/wakil presiden berkualitas, maka bisa dikatakan bahwa rakyat Indonesia semakin dewasa dalam berdemokrasi. Namun apabila masih tetap stagnan, maka perlu dievaluasi dari sistem pemilihan langsung ini. Percuma sistem pemilihan langsung apabila pemimpin yang dihasilkan tidak memiliki kualtas.
Indonesia membutuhkan para pucuk pimpinan yang benar-benar bisa mengambil kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan bangsa. Ini disebabkan banyak tantangan dan peluang yang akan dihadapi Indonesia ke depannya. Di tingkat internasional misalnya, pada tahun 2015, program AFTA antar negara ASEAN akan diterapkan. Selain itu persoalan dalam negeri masih sangat banyak, mulai dari kebutuhan pokok yang tidak stabil, lapangan pekerjaan yang kurang, kemiskinan yang semakin parah dan lain sebagainya. Itulah beberapa tugas berat yang akan menjadi tantangan bagi para pemimpin yang terpilih. Ini bukan tugas yang mudah, tetapi tugas yang berat.
Harapan terbesar kita adalah bagaimana rakyat Indonesia mampu untuk memilih pemimpin yang benar-benar amanah menjalankan tugas dan fungsinya. Jangan hanya memilih yang bisa retorika belaka tanpa action untuk rakyat. Saya yakin dan percaya, saat ini rakyat Indonesia sangat bosan dan muak dengan tingkah laku para pemimpin negeri ini. Meskipun demikian, rakyat Indonesia tidak bisa melakukan tindakan golput. Golput memang pilihan, tetapi mudaratnya akan lebih besar. Jadi, rakyat Indonesia memiliki tanggung jawab yang besar dalam menentukan pimpinan untuk lima tahun ke depan. Saya yakin, rakyat Indonesia menginginkan para wakil rakyat dan presiden/wakil presiden yang benar-benar mampu membawa perubahan untuk kebaikan bangsa ini.