Oleh: Dedet Zelthauzallam
Di
era yang demokratis ini, banyak kebebasan yang diberikan negara kepada seluruh rakyatnya. Rakyat tidak
hanya menjadi penonton, tetapi memiliki peran yang sangat strategis dalam
menentukan masa depan negara. Kewenangan dari warga negara tidak seperti pada
zaman kerajaan. Saat ini semua lapisan masyarakat memiliki hak yang sama untuk memilih
dan dipilih. Tidak ada istilah kasta antara satu dengan lainnya.
Hak
untuk memilih yang diberikan kepada seluruh rakyat tidak semata-mata digunakan
secara maksimal. Ini bisa dilihat dari tingkat partisipasi rakyat dalam setiap
pemilu sangat rendah. Angka partisipasi rakyat bisa dikatakan sangat
mengecewakan, hanya mencapai 60%-75%. Bayangkan saja angka golput dibilang
sangat tinggi. Banyak faktor yang menyebabkan angka golput yang tinggi. Tingkat
partisipasi yang kurang ini hampir terjadi di seluruh negara yang menerapkan
pemilihan langsung.
Di
Indonesia, angka golput semakin lama semakin tinggi. Ini bisa dilihat dari
tingkat golput pada pemilihan legislatif tahun 2004 yang hanya mencapai 23,24%
dan meningkat pada tahun 2009 yang mecapai sekitar 37%. Inilah fenomena yang
terjadi di era demokrasi.
Angka
golput yang semakin lama semakin tinggi menjadi masalah yang perlu dicarikan
problem solving. Jangan sampai partisipasi masyarakat makin berkurang. Keapatisan
masyarakat ini harus dijawab dengan suatu bukti dari para calon yang sudah
diberikan kepercayaan.
Perlu
diketahui, pemerintah Australia menerapkan cara yang bisa dikatakan sangat memaksa
kepada rakyatnya untuk memberikan suara pada pemilu. Bagi warga negara yang
tidak menggunakan hak pilihnya, pemerintah Australia melakukan denda. Besaran denda
sesuai dengan UU yang berlaku. Menurut Komisi Pemilihan Australia (AEC) jumlah
dendanya sebesar AU$20 atau sekitar Rp 196.000,-. Dan apabila warga negara yang
golput tidak memberikan alasan yang jelas kepada pemerintah mengenai alasan
golput, maka jumlah denda akan ditingkatkan lagi atau sekitar AU$170 atau
setara 1,7 juta rupiah.
Memang
kelihatan cara dari pemerintah Australia sangat memaksa. Cara ini bisa menekan
angka golput di Australia, meskipun banyak dari warga Australia yang hanya
datang saja ke TPS, tetapi mereka tidak mencoblos atau memilih.
Apakah
cara di Australia bisa diterapkan di Indonesia untuk menekan angka golput?
Mungkin hal tersebut sangat sulit diterapkan, mengingat kebijakan seperti ini
bersifat memaksa. Cara yang paling efektif untuk menekan angka golput adalah
calon yang dipilih harus memberikan bukti, bukan janji.