Oleh : Dedet Zelthauzallam
Tahun
2004 adalah babak baru bagi daerah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
Dimana dengan adanya UU 32/2004, pemerintah daerah memiliki kekuasaan untuk
mengatur daerahnya secara luas. Dan di tahun 2005, pemilihan langsung pertama
kali dilaksanakan di daerah untuk memilih Gubernur dan Bupati/Walikota.
Dalam
pemilihan langsung ini tidak lepas dari peran dari partai politik. Partai
politik (parpol) memiliki peran sangat penting dan bisa dikatakan sangat
strategis. Parpol sebagai kendaraan untuk bisa menjadi Gubernur,
Bupati/Walikota ataupun anggota DPRD. Hal ini membuat elit masyarakat untuk
berlomba-lomba masuk dan menjadi pimpinan parpol.
Di
Kabupaten Lombok Tengah, ada hal yang sangat menarik untuk dikaji dan diteliti,
yaitu hubungan antara partai penguasa dan bupati. Di Lombok Tengah partai yang
berkuasa adalah Partai Golkar. Partai Golkar sebagai penguasa di
legislative/DPRD Lombok Tengah selalu dipimpin oleh Bupati Lombok Tengah. Bayangkan
saja, DPD tingkat II PG Loteng selalu bupati. Pada tahun 2005-2010, Bupati
Lombok Tengah adalah H.L. Wiratmaja
(Mamiq Ngoh) maka beliaulah yang menjadi Ketua DPD II PG Loteng. Saat Mamiq
Ngoh tidak lagi menjadi bupati, maka beliau tidak lagi menjadi Ketua DPD II PG.
Beliau diganti oleh bupati terpilih untuk periode 2010-2015, H. Suhaili, S.T.
Bayangkan
saja pada Pemilihan Bupati Lombok Tengah 2010, Partai Golkar mengusung
incumbent, Mamiq Ngoh, untuk maju sebagai bupati. Mamiq Ngoh kalah bersaing dengan
Suhaili, hanya bisa berada diurutan ke tiga. Pada putaran ke-2, Suhaili
memenangkan pemilihan untuk periode 2010-2015 mengalahkan Gde Sakti. Dengan
terpilihnya menjadi bupati, maka Suhaili menjadi Ketua DPD II PG menggantikan
Mamiq Ngoh.
Dari
hal tersebut, Penulis berpendapat bahwa DPRD Lombok Tengah dikuasai oleh
bupati. Jadi apa pun kemauan dan kebijakan bupati, maskipun itu salah atau
kurang tepat akan diamini oleh DPRD. Check
n blance antara ekskutif dan legislatif akan sangat minim di Lombok Tengah.
Partai pohon beringin yang mendominasi di legislatif/DPRD Lombok Tengah akan
dengan gampangnya mempengaruhi fraksi lainnya untuk menggolkan kebijakan
bupati, kerena bupati adalah atasannya di partainya. Hal inilah sebagai salah
satu faktor yang menyebabkan Kabupaten Lombok Tengah kurang bisa bersaing
dengan kabupaten lainnya di NTB.
Apabila
hal ini dibiarkan, maka di Kabupaten Lombok Tengah tidak akan dikenal lagi
namanya pemisahan kekuasaan, trias
politica. Bupati akan menguasai DPRD. Praktek kongkalikong akan makin
kental dalam pembuatan kebijakan. Kebijakan yang dihasilkan bukan untuk
kepentingan publik, namun lebih cenderung ke partainya. Praktek korupsi
berjemaah akan makin mudah dilakukan.
Jadi
budaya politik seperti di atas harus bisa dicarikan solusi agar ekskutif dan
legislatif ada check n blance dalam mengambil kebijakan. Kebijakan untuk
kepentingan masyarakat Lombok Tengah, bukan untuk partai dan golongannya saja.
No comments:
Post a Comment