Oleh: Dedet Zelthauzallam
Lahirnya
UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah menjadi awal pelaksanaan
otonomi daerah yang sebenarnya di Indonesia. Undang-undang ini memandang
penyelenggaraan otda sebagai hal yang penting untuk menuju ke arah yang lebih
demokratis. Inilah peluang baru bagi Indonesia untuk bisa melaksanakan
prinsip-prinsip demokrasi, meningkatkan peran serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah, karena pada zaman
orde baru yang otoriter-sentralistik daerah sangat bergantung pada pusat,
adanya sistem baru yang kita sebut sebagai demokratisasi-desentralisasi/otda
merupakan peluang dan tantangan bagi daerah.
Setelah
15 tahun berjalannya otonomi daerah, ternyata apa yang diharapkan jauh dari
harapan. Ini disebabkan oleh banyaknya daerah yang telah diberikan kewenangan
tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik dan benar. Banyak hal yang menjadi
catatan yang perlu diperbaiki, mulai dari sistem penyelenggaraan, kewenangan
atau urusan, hubungan antara kabupaten/kota dengan provinsi dan sebagainya.
Dalam
perjalanan pelaksanaan otonomi daerah, sudah banyak kepala daerah yang sudah
tersandung kasus korupsi. Sesuai dengan data di Kementerian Dalam Negeri,
hingga Juli 2013 terdapat 298 kepala daerah dari 524 daerah otonom yang
tersangkut kasus korupsi. Inilah salah satu masalah dari pelaksanaan otda.
Belum lagi, kalau dilihat dari berapa pendapatan asli daerah (PAD). Banyak
daerah malah pengeluarannya lebih banyak dari pendapatannya.
Permasalahan
otonomi daerah tersebut membuat pemerintah pusat mencoba untuk berpikir ulang
dalam menerapkan otda. Pemerintah pusat
berusaha memberi formulasi yang
paling tepat untuk bisa menjawab masalah dari otda. Saat ini, pemerintah pusat
masih berusaha memperbaiki peraturan tentang pemerintahan daerah. RUU tentang
pemerintah daerah sudah disiapkan untuk mengganti UU 32 tahun 2004. Di dalam
RUU itu, akan diubah beberapa poin penting mulai dari sistem pemilihan kepala
daerah, titik berat dari otda, pengaturan urusan untuk kabupaten/kota dengan provinsi
dan lainnya.
Tetapi
anehnya, dibalik banyaknya daerah otonom yang dikatagorikan gagal, tidak pernah
mengurung niat para elite di daerah untuk membangun daerah otonom baru (DOB).
Banyak daerah yang meminta diri untuk dimekarkan. Inilah fenomena yang menjadi
kegalauan pemerintah pusat.
Pada
tanggal 24 Oktober 2013 dalam rapat paripurna, anggota DPR telah menyetujui 65
daerah otonomi baru. Luar biasa banyaknya. Bagaimana bisa ditengah-tengah
permasalahan terkait otonomi daerah malah banyak daerah yang mau dimekarkan.
Belum tentu daerah yang mau dimekarkan ini bisa mandiri, jangan-jangan akan
dikatagorikan sebagai daerah gagal ke depannya. Inilah yang perlu dipikirkan
oleh kita semua. Jangan hanya mau memekarkan daerah karena ambisi mengejar
jabatan.
Kepentingan Politik Sangat Tinggi dalam
DOB
Dengan
disetujuinya 65 calon DOB baru, maka ini menggambarkan bahwa ada maksud
tertentu dibalik kebijakan ini. Ini mungkin sebagai pemanis dan penebus dosa para
anggota dewan yang selama ini selalu dikecam oleh publik. Ini juga sebagai
salah satu jurus dalam menghadapi pemilihan legislatif di tahun 2014. Dengan
adanya DOB baru ini, maka pastinya calon incumbent
yang merasa berjasa akan mengatakan bahwa pilihlah saya supaya DOB cepat
diproses. Inilah salah satu trik dari para politisi kita.
Untuk
itu, saya berani katakan 65 DOB baru ini adalah bagian dari hasil bergainning para anggota dewan yang
terhormat, ini untuk memuluskan langkah mereka di pemilu legislatif 2014. Ini
perlu kita catat, kita sebagai konsekuen, jangan sampai kita memilih seorang
anggota dewan karena jasa memperjuangkan pemekaran daerah, tetapi kita lebih harus
lebih melihat apa yang telah dikerjakan oleh anggota dewan tersebut terhadap
daerah.
Saya
yakin, proses 65 DOB ini akan mengalami kesulitan apalagi pasca pemilu 2014.
Akan ada babak baru setelah pemilu. Untuk itu, para elite politik yang ada di
daerah, lebih baik untuk berpikir bersama-sama bagaimana caranya dalam
membangun daerah. Jangan terlalu sibuk memikirkan pemekaran, lebih baik melihat
masalah yang ada untuk diselesaikan secara bersama-sama.
Kesimpulan
dari adanya 65 daerah otonomi baru ini adalah suatu kebijakan yang perlu
ditinjau ulang, supaya tujuan dari adanya daerah otonom tidak melenceng dari
tujuannya. Perlu dikaji ulang juga supaya kegagalan dari otonomi daerah yang
terjadi dewasa ini tidak terulang lagi di masa depan. Muatan politik harus
dikesampingkan demi masa depan bangsa yang lebih baik.
No comments:
Post a Comment