oleh: Dedet Zelthauzallam
Siapa
yang tidak mengenal Yusril Ihza Mahendra? Beliau adalah professor ahli hukum
ketatanegaraan dan saat ini menjadi salah satu pimpinan partai yang akan
berlaga pada pemilu 2014, yaitu Partai Bulan Bintang (PBB). PBB yang notabenya
adalah sebagai partai kecil dan keikutsertaannya juga melalui perjuangan yang
berat untuk bisa ikut bertarung di 2014. Bersama PKPI dibawah pimpinan Sutiyoso,
PBB dinyatakan bisa mengikuti pemilu
setelah dinyatakan menang dalam keputusan pengadilan.
Yusril
Ihza Mahendra yang digadang-gadang sebagai calon presiden dari PBB dan sudah
mendeklarasikan diri sebagai calon presiden 2014 tidak tinggal diam untuk bisa
ikut bertarung pada 2014. Salah satu langkah yang diambil oleh Mantan Menteri Sekertaris
Negara ini adalah dengan melakukan uji materi UU Nomor 42 tahun 2008 tentang
pemilihan presiden dan wakil presiden ke MK mengenai ambang batas atau yang
dikenal dengan parliamentary threshold (PT). PT yang ada dalam UU tersebut
adalah 20%. Berarti calon presiden dan wakil presiden harus memiliki suara
minimal 20% untuk bisa maju sebagai capres dan cawapres.
Yusril
tidak sekali ini saja melakukan uji materi terhadap UU ini. Pada tahun 2008
juga pernah menguji UU Pilpres ini. Namun ditolak oleh MK di bawah pimpinan
Mahfud MD. Dan sekarang pakar ahli ketatanegaraan ini akan kembali berjuang
untuk hal yang sama, tetapi dengan harapan yang berebeda yaitu bisa diterima.
Dalam
pengujian UU Pilpres kali ini ada yang menarik. Dimana pada tahun 2008, ketua
MK saat ini, Hamdan Zoelva menjadi salah satu bagian dari PBB dan ikut serta
dalam melakukan uji ke MK menjadi pemohon. Sekarang pada pengujian kali ini,
Hamdan Zoelva mejadi ketua MK, yang berhak untuk menentukan apakah permohan UU
Pilpres akan dinyatakan bertentangan dengan konstitusi atau malah akan sama
nasibnya dengan tahun 2008. Banyak kalangan yang merasa takut kalau keputusan
MK tidak independen, karena Hamdan adalah mantan kader PBB.
Namun
menurut saya tidak masalah, karena pada tahun 2008 juga ada beberapa mantan eks
partai, seperti Mahfud MD (PKB), Harjono dan Palguna (PDIP), Rustandi PPP dan
Akil Mochtar (Golkar). Sekarang ini, ada tiga anggota MK yang pernah
berkecimpung di partai, yaitu Hamdan Zoelva (PBB), Patrialis Akbar (PAN) dan
Harjono (PDIP). Dan paling penting, mengenai
amanah UUD 1945 yang menyatakan bahwa hakim MK adalah negarawan yang memahami
konstitusi. Jadi, apabila keputusan anggota MK masih dipengaruhi oleh politik,
maka bisa saja dikeluarkan sebagai hakim MK.
Selain
masalah ambang batas dalam pemilihan presiden. Yusril Ihza Mahendra juga akan
berjuang untuk melakukan pemilihan serentak. Ini supaya pemilihan legislatif
tidak menjadi patokan dalam pemilihan presiden. Dibeberapa negara sudah
dipraktikan pemilu serentak ini. Mantan Menteri Menkumham ini juga menyatakan
bahwa pemilu serentak bisa dikaitkan dengan pasal 6A ayat 2 dengan pasal 22E
UUD 1945. Di dalam pasal itu jelas menyatakan bahwa pemilu dilakukan dalam
waktu lima tahun sekali.
Perjuangan
Yusril memang patut diberikan apresiasi. Ini bukan hanya demi kepentingannya
saja, tetapi ini merupakan wujud dalam memperbaiki sistem ketatanegaraan di
Indonesia yang sudah carut-marut. Sistem yang carut marutlah yang menyebabkan
banyak masalah yang timbul di negeri ini. Mulai dari korupsi, kemiskinan yang
terus menerus, pendidikan dan lainnya. Dengan perbaikan sistem, maka masalah di
negeri ini akan bisa diminimalisir.
Professor
ahli ketatanegaraan ini harus kita dukung dalam memperjuangkan dan memperbaiki
sistem yang ada, sehingga sistem yang ada tidak hanya berdasarkan kemauan
politik semata, tetapi lebih bagaimana cara supaya amanah yang ada dalam UUD
1945 itu diaplikasikan dengan maksimal. Jangan sampai ditafsirkan berlandasakan
prinsipnya Machiavelli tentang bagaimana memperrtahankan kekuasaan dengan
segala cara.
No comments:
Post a Comment