Oleh: Dedet Zelthauzallam
Kamis,
21 Mei 1998 adalah hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Dinasti
Suharto yang sudah berkuasa selama 32 tahun bisa diturun paksa. Pemerintahan
yang dikenal diktator diganti dengan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan
orde baru berganti ke orde reformasi. Di era reformasi inilah akan dimulainya
babak baru bagi keberlangsungan masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik
untuk mencapai tujuan bangsa yang sudah tertuang dalam pembukaan UUD 1945
alenia ke-4.
Di
era reformasi ini, banyak hal yang berubah, mulai dari sistem pemerintahan
sampai hak-hak private masyarakat. Sistem misalnya, dari otoriter-sentralistik
menjadi demokratis-desentralisasi. Sedangkan untuk hak-hak private semakin
diberikan kebebasan yang sangat luas. Kebebasan itu berupa hak pilih, hak
menyatakan pendapat, hak membentuk organisasi dan lain sebagainya.
Era reformasi yang demokratis memberikan
peluang yang sama rata kepada seluruh lapisan masyarakat untuk bisa memberikan
kontribusi bagi bangsa dan negara ini. Freedom
merupakan ciri khas dari sistem demokrasi. Kebebasan yang sangat penting yang
diberikan di era reformasi ini adalah hak memilih. Hak untuk memberikan suara
dalam setiap pemilu yang dilaksanakan secara luber (langsung, bebas dan rahasia)
memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pemimpin dalam jangka waktu
lima tahun. Hak untuk memilih secara langsung ini memang baru dimulai pada
pemilihan legislatif tahun 2004. Ini merupakan langkah awal untuk bisa
menghasilkan pemimpin yang memang benar-benar pilihan rakyat dan memiliki
kapabilitas.
Sistem
pemilihan langsung yang berlaku di era reformasi ini menjadi perhatian yang
sangat menarik. Proses untuk merebut kekuasaan yang dulunya hanya melalui
proses perwakilan (DPR/MPR) bergeser kepada seluruh rakyat. Ini tentunya akan
menimbulkan berbagai efek, baik positif maupun negatif.
Dalam
proses pemilihan langsung ini, ada hal yang sangat menarik untuk dikaji, yaitu
peran media. Media memiliki peran yang sangat urgent dalam menentukan top
leader, mulai dari pemilihan kepala desa sampai presiden. Pemimpin yang
dimaksud disini adalah para pejabat yang dipilih langsung oleh masyarakat.
Banyak
orang pasti bertanya, mengapa media memiliki peran sangat urgent? Ini disebabkan karena lewat medialah para konsekuen bisa
dipengaruhi. Maksud dari media disini adalah media massa. Media massa itu
berasal dari dua kata, yaitu “medium” dan “massa”. “Medium” berarti tengah atau
perantara. Sedangkan “massa” berasal dari bahasa Inggris yang berarti kelompok
atau kumpulan. Dengan demikian media massa adalah perantara atau alat-alat yang
digunakan oleh massa dalam hubungannya satu sama lain (Soehadi, 1978:38).
Menurut
Ardianto, media massa adalah saluran atau sarana yang dipergunakan dalam proses
komunikasi massa yang pastinya mempengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak, berupa budaya, sosial dan
politik. Bisa disimpulkan bahwa media massa memiliki peran dalam memberikan
informasi kepada publik secara cepat. Media massa itu bisa berupa media cetak (koran
dan majalah), media elektronik (tv dan radio) dan media online.
Di
era reformasi, media sangat memiliki peran yang sangat kuat. Gagasan the fourth estate yang dikemukakan oleh
Endmund Burke bisa dikatakan benar. Endmund Burke menempatkan media atau pers
sebagai kekuatan disamping tiga pilar kehidupan berdemokrasi, yaitu ekskutif,
legislatif dan yudikatif. Sebagai kekuatan ke empat, media memiliki pengaruh
yang sangat kuat dalam menentukan opini publik. Opini yang dibangun media
sangat berpengaruh besar dalam proses pengambilan kebijakan. Masyarakat sebagai
penikmat media juga sangat mudah dipengaruhi oleh informasi yang disampaikan
media.
Peran
media sangat kelihatan dominan ketika menjelang pemilihan, baik pemilihan
legislatif, presiden maupun kepala daerah. Banyak para pencari kekuasaan memanfaatkan
media sebagai alat promosi. Perang urat saraf pun sering tak terhindarkan
terjadi di media. Saling serang antara si A dan Si B pun menjadi tontonan yang
sangat menarik, lebih menarik dari pada sinetron.
Peran
media dalam menciptakan pemimpin memang sudah banyak buktinya. Orang yang
awalnya tidak populer akan menjadi populer, yang biasa menjadi luar biasa.
Proses pencitraan sering kali dilakukan oleh para pemimpin di negeri ini.
Presiden SBY sebagai salah satu contoh pemimpin yang diciptakan oleh media.
Media memiliki peran yang sangat penting dalam mengantarkan SBY menduduki kursi
RI-1 selama dua periode.
Bisa
dibayangkan, pada tahun 2004 nama SBY tidak begitu dikenal publik, kalah jauh
dengan Megawati selaku calon incumbent atau pun Wiranto. Namun, SBY mampu memenangkan
pilpres 2004. Inilah bukti dari peran media dalam menciptakan pemimpin. Kepiwaian
SBY dalam memanfaatkan medialah yang membuatnya mampu memenangkan pilpres 2004.
Pencitraan yang dilakukan secara terus menerus membuat SBY bisa mengalahkan
para pesaingnya yang notabenye lebih populer darinya.
Selain
SBY, masih banyak lagi contoh lain pemimpin yang diciptakan oleh media. Saat
ini, Jokowi menjadi contoh yang paling nyata. Nama mantan Walikota Surakarta
ini yang sangat inpopuler menjadi terpopuler. Orang nomor satu di DKI ini
menjadi sorotan media sejak menjabat menjadi gubernur. Media selalu mengikuti
dan mempublikasikan setiap kegiatan yang dilakukan oleh Jokowi.
Kehobian
Jokowi melakukan blusukan menjadi
topik yang sangat menarik untuk selalu ditayangkan dan ditulis dalam setiap
edisi di berbagai media. Nama Jokowi bisa dikatakan tidak pernah absen di media
sejak menjabat sebagai gubernur. Hal ini membuat nama Jokowi sangat terkenal,
bukan hanya di DKI tetapi di seluruh penjuru nusantara.
Sesuai
dengan hasil di berbagai lembaga survei periode Januari-Septembar 2013, nama
Jokowi selalu berada diposisi teratas sebagai calon presiden 2014. Jokowi
megalahkan nama-nama yang lebih senior, seperti Megawati, Prabowo Subianto,
Wiranto, Abu Rizal Bakrie dan JK. Elektabilitas Jokowi melesat jauh
meninggalkan nama-nama tersebut. Berdasarkan hasil survei terbaru dari Soegeng
Sarjadi School of Goverment (SSSG) yang diumumkan pada tanggal 12 Septembar
2013, elektabilitas Jokowi belum terkalahkan dan tetap menjadi pemuncak
klasemen. Berdasarkan data dari SSSG, Jokowi memperoleh suara 45,8% berbeda
jauh dengan hasil yang diproleh JK (9%), Dahlan Iskan (7,5%) dan Prabowo
Subianto (6,8).
Di
lembaga survei lainnya, Jokowi juga berada dipuncak klasemen. Misalnya, survei
yang dilakukan oleh Litbang Kompas, menunjukkan bahwa Jokowi memiliki tingkat
elektabilitas yang sangat tinggi. Berdasarkan survei terakhir yang dilakukan
Litbang Kompas, Jokowi memperoleh 32.5% jauh meninggalkan Prabowo yang hanya
memperoleh 15,1% diposisi ke dua. Hasil survei Litbang Kompas ini menunjukkan
bahwa masyarakat semakin ingin melihat sosok mantan Walikota Surakarta ini
menjadi presiden.
Bisa
dibayangkan, angka ini dua kali lipat dibandingkan dengan hasil survei pada
bulan Desembar 2012, dimana Jokowi hanya memperoleh 17,7%. Dalam kurun waktu
yang sangat singkat Jokowi bisa memperoleh hasil yang luar biasa. Banyak faktor
yang menyebabkan Jokowi mapu mendapatkan angka ini, salah satunya peran dari
media.
Jokowi
bisa menjadi capres paling pontensial tidak terlepas dari peran media. Medialah
yang memiliki andil yang paling besar dalam memperkenalkan Jokowi kepada
publik. Media membuat opini yang sangat positif terhadap sosok Jokowi.
masyarakat pun percaya dan menilai sosok Jokowilah yang pantas menggantikan
SBY.
Terlepas
dari Jokowi maupun yang lainnya, banyak orang mengatakan bahwa media saat ini
sudah keluar dari relnya. Keluar dalam artian tidak menjalankan tugas sesuai
dengan aturan yang ada, khususnya aturan yang ada dalam UU 40 tahun 1999
tentang pers. Di aturan tersebut jelas mengatakan bahwa pers berfungsi sebagai
media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Media juga harus
bersifat independen, tidak hasil rekayasa dan tidak ada niat untuk beritikad
buruk dalam memberikan informasi ke publik.
Dalam
hal memberikan informasi ke publik, memang merupakan tugas pokok dari media.
Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika media tidak memberikan informasi yang
sebenarnya (tidak valid) dan memberitakan seseorang tidak secara proporsional.
Itulah yang kebanyakan terjadi sekarang ini, baik itu di media cetak, elektronik
maupun online.
Informasi
yang tidak valid tersebut akan menjadi masalah ketika dilontarkan ke publik.
Publik akan merespon dengan hal yang positif ketika media menggambarkan seorang
pejabat yang memiliki segudang prestasi, tetapi dalam kenyataannya masih sangat
minim. Masyarakat sering terbius dengan apa yang diperlihatkan di televisi. Itulah
yang menyebabkan akan terjadi ketimpangan disaat pemimpin itu berhasil terpilih.
Apabila
hal tersebut terus dilakukan akan berdampak buruk untuk masa depan bangsa.
Bangsa Indonesia akan semakin terombang-ambing kalau media memberikan informasi
seperti ini. Kultur dari masyarakat Indonesia akan terancam semakin bobrok
apalagi di era reformasi sekarang ini, terlebih menjelang pemilu 2014.
Seharusnya
media yang tidak profesional diberikan teguran, supaya eksistensi dari berita
itu sesuai dengan kenyataan yang ada. Jangan sampai opini publik berubah dengan
tayangan yang tidak valid, yang hanya dibuat-buat. Masyarakatlah yang akan menjadi
korban, karena termakan oleh informasi yang kebenarannya tidak jelas. Kebenaran
yang hanya dibuat dengan rupiah.
Menjelang
pemilu 2014, baik pemilu legislatif maupun ekskutif, banyak partai politik
maupun capres yang sudah mulai mendekatkan diri dengan masyarakat melalui perantara
media. Banyak para pemimpin partai sebagai pemilik media. Surya Paloh menguasai
Metro TV, Aburizal Bakrie memiliki Tv One, Hary Tanoesudibjo menguasai MNC
Group dan masih banyak lagi.
Pastinya
media tersebut akan sulit untuk bisa bekerja secara profesional. Para pemilik
media tersebut akan cenderung untuk memonopoli siaran di media yang mereka
kuasai. Hal inilah yang kita takutkan. Untuk itu, masyarakat harus lebih
selektif lagi dalam mencari dan mengolah berita dari media.
Persaingan
merebut kekuasaan untuk tahun 2014 sepertinya akan tidak sehat terkait dengan
penggunaan media. Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam meregulasi
siaran harus bisa melihat informasi apa saja yang disiarkan dan diangkat oleh
media. Televisi biasanya menjadi media yang paling empuk untuk mempengaruhi
publik. KPI dan Dewan Pers harus bisa mengontrol supaya informasi yang
disiarkan benar-benar fakta yang datanya valid.
Harapan
kita sebagai anak bangsa, pastinya ingin melihat media di Indonesia bisa
bekerja sesuai dengan kode etik yang sudah ada. Jangan sampai keluar dari apa
yang telah ditentukan. Media jangan sampai menyalahgunakan arti kebebasan pers,
kebebasan pers harus diimbangi dengan etika yang ada dalam pers.
Di
tahun 2014, media sangat menetukan nasib negeri ini untuk lima tahun kedepan.
Dimana media sangat memiliki posisi yang sangat strategis dalam membetuk opini
publik, Oleh karena itu, media harus memiliki komitmen untuk bekerja sesuai
dengan aturan yang ada dalam undang-undang, sehingga dalam proses penyiarannya,
media benar-benar memberikan informasi yang valid kepada masyarakat dalam
memilih pemimpin bangsa yang mampu membawa bangsa ini untuk mencapai tujuan
negara yang sudah tertuang dalam alenia ke empat pembukaan UUD 1945.