Oleh : Dedet Zelthauzallam
Pemerintah
saat ini sedang merencanakan untuk menerapkan dua model harga BBM jenis
premium. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengurangi subsidi BBM yang terlalu
besar. Bayangkan saja, pada tahun 2013 negara tetap akan mengeluarkan dana
sebesar Rp 220 triliun untuk subsisidi BBM. Angka tersebut naik dari ketetapan
APBN 2003, yang ditetapkan sebesar Rp 193 triliun. Anggaran untuk subsisidi BBM
lebih besar dari pada anggaran untuk pelayanan kesehatan sebesar Rp 55,9 triliun.
Apabila hal ini dibiarkan terus, maka negara akan sangat terbebani dengan
subsidi BBM.
Pemerintah
merencanakan untuk bensin premium ada dua harga, yaitu mobil pribadi sebesar Rp
6.500,00 per liter. Sedangkan untuk motor/roda dua dan kendaraan umum harganya
tetap, sebesar Rp 4.500,00 per liter. Ini menunjukkan bahwa harga premium naik
hanya untuk mobil pribadi.
Apabila
kita membandingkan harga premium di kawasan ASEAN, maka harga premium di
Indonesia paling rendah. Sebagai perbandingan saja, bisa kita melihat dua
negara tetangga, di Singapura harga premium Rp 13.600,-/liter, sedangkan di
Malaysia Rp 7.100,-/liter.
Kebijakan
untuk menaikkan premium di Indonesia memang wajar dan harus. Kebijakan ini
dimaksudkan untuk mengurangi membeludaknya anggaran untuk subsidi BBM. Tetapi
yang menjadi pertanyaan besar kita, apakah kebijakan ini mampu diaplikasikan
dengan benar atau malah akan menimbulkan masalah baru? Memang kita ketahui
bersama bahwa setiap kebijakan itu tidak ada yang purna, pasti ada sisi positif
dan negatifnya.
Analisa Masalah dari Dualisme Harga BBM?
Setiap
kebijakan pasti ada segi positif dan negatifnya. Jadi untuk kebijakan dualisme
harga BBM ini juga pasti ada. Kalau positifnya lebih banyak dari kebijakan
sebelumnya, maka kebijakan ini dikatakan berhasil. Namun apabila sebaliknya,
maka kebijakan ini dikatakan tidak berhasil atau gagal.
Apabila
dikaji lebih mendalam, maka banyak masalah yang akan ditimbulkan dari kebijakan
dualisme subsidi BBM ini. Masalah dasar yang ditimbulkan adalah akan terjadinya
kecurangan atau penyelundupan BBM jenis premium harga Rp 4.500,00 per liter.
Penyelundupan BBM ini akan menjadi usaha bagi oknum yang tidak bertanggung
jawab.
Banyak
kecurangan yang akan terjadi apabila kebijakan ini tidak dimenej dengan baik.
Resiko dari dualisme harga ini akan lebih besar dari pada sebelumnya. Kita bisa
melihat saat ini banyak masyarakat masih menjual premium eceran. Premium eceran
merupakan suatu usaha dari masyarakat kecil dan usaha ini juga sangat membantu
masyarakat khususnya masyarakat pedesaan
yang jauh dari pom bensin miliknya pertamina.
Mengenai
banyaknya masyarakat yang menjual premium eceran ini sebagai suatu masalah yang
perlu dikaji. Pemerintah tidak bisa melarang masyarakat untuk menjual eceran,
karena kalau tidak ada penjual eceran maka masyarakat di desa terpencil akan
kekurangan dan bisa dikatakan tidak mendapatkan bensin. Kalau masih tetap harus
ada bagaimana caranya memproteksi agar para pemilik mobil tidak membeli bensin
di penjual eceran.
Memang
kebijakan dualisme harga BBM akan menjadi sebuah kebijakan yang menimbulkan
banyak masalah. Kalau menurut saya lebih baik pemerintah menaikkan harga BBM
dengan menentukan satu harga. Hal ini supaya tidak menimbulkan masalah baru
yang lebih fundamental untuk diselesaikan.
Pemerintah
harus berani mengambil resiko yang terjadi, salah satunya inflansi. Resiko memang
selalu ada dari setiap pengambilan kebijakan. Namun, saya melihat lebih akan
sedikit masalah yang ditimbulkan ketika pemerintah menentukan kenaikan harga
premium itu satu harga.
Cara
pemerintah untuk membantu masyarakat miskin untuk mengantisipasi dampak dari
kenaikan BBM adalah melalui pemerintah memberikan dukungan modal usaha kepada
masyarakat. Dengan adanya dukungan modal ini diharapkan masyarakat lebih mampu mengatasi
dampak yang akan ditimbulkan. Selain memberikan bantuan modal usaha juga,
pemerintah bisa mengalihkan anggaran subsidi itu melalui pendidikan dan
kesehatan. Dimana sampai saat ini kita ketahui bersama banyak masyarakat
kecil/miskin yang putus sekolah dan tidak mendapatkan pelayanan kesehatan.
No comments:
Post a Comment