Oleh : Dedet Zelthauzallam
Otonomi
daerah di Indonesia telah berlangsung sekitar 14 tahun. Terjadi banyak
perubahan yang dialami dan dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Kewenangan
daerah yang diberikan pemerintah pusat sangat luas sebagaimana yang telah
diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ini
membuktikan bahwa kepercayaan pusat sangat besar untuk bisa membangun daerah
baik kabupaten/kota dan provinsi yang lebih baik. Tetapi kepercayaan itu tampaknya
tidak bisa dijaga oleh daerah-daerah otonom tersebut.
Banyak pola pikir masyarakat yang salah
menafsirkan otonomi daerah ini. Bayangkan saja setiap pemerintah daerah
memiliki arogansi yang tingi dalam menjalani otonomi daerah. Masalah yang
paling krusial adalah masalah putra daerah. Banyak daerah tidak mau menerima
pegawai dari daerah lain. Apalagi untuk ikut dalam Pemilukada di suatu daerah
yang bukan daerahnya. Masyarakat menganggap orang asli atau yang disebut putra
daerah, yang berhak membangun dan menjadi pegawai di daerah tersebut. Hal ini
akan memicu keretakan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemahaman
masyarakat tentang putra daerah ini sebenarnya sangat keliru karena dalam UU
Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan ke dua UU Nomor 32 Tahun 2004 tidak ada
yang megatakan bahwa pegawai di suatu daerah otonom harus masyarakat di daerah
itu. Apalagi mengenai calon kepala daerah, dalam pasal 53 (UU 12/2008)
jelas-jelas mengatakan bahwa yang berhak menjadi kepala daerah dan wakil kepala
daerah adalah Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat. Tidak ada dalam
peraturan apa pun yang mengatatakan bahwa putra daerahlah yang hanya berhak
menjadi calon.
Andaikan
masyarakat Indonesia mengembangkan paham daerahisme seperti putra daerah maka
hanya akan mengkerdilkan Indonesia. Bagaimana jadinya ketika suatu daerah putra
daerahnya tidak memiliki kapabalitas. Hanya kerena kearogansian daerah tersebut
akan menjadi stagnan. Jadi sekali lagi paham putra daerah ini harus
dihilangkan.
Masyarakat
sekarang bisa melihat bagaimana Gubernur dan Wagub DKI Jakarta, Jokowi dan Ahok
memimpin. Mereka berdua bukan orang asli betawi atau besar di Jakarta tetapi
mereka memiliki visi dan kapabalitas yang lebih untuk membangun Jakarta. Inilah
yang harus menjadi pelajaran bagi daerah lain untuk tidak ada kearogansian
daerah masing-masing. Otonomi daerah bukan berarti NKRI dipingggirkan tetapi
semangat nasionalisme harus tetap ada. NKRI adalah harga mati bagi masyarakat
Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika harus
tetap ada dalam diri kita semua.
No comments:
Post a Comment