Oleh: Dedet Zelthauzallam
Pemilu
2014 akan segera dilaksanakan. Namun, masih banyak problem yang melanda, mulai
dari penetapan DPT, dana saksi parpol, kertas suara dan lain sebagainya. Itu baru
masalah tehnis, belum lagi masalah partisipasi masyarakat dalam memilih. Secara
statistik, partisipasi warga dalam memilih turun jika dilihat dari Pemilu 1999
(golput 10,21 persen), 2004 (golput 23,34 persen) dan 2009 (golput 39,10
persen)[1]. Atinya
Pemilu 2014 tingkat partisipasi masyarakat akan lebih turun drastastis apabila
penyelenggara pemilu dan partai politik tidak membuat startegi dalam menarik
pemilih untuk datang mencoblos.
Melihat
Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dirilis oleh KPU, maka angka pemilih pemula
sangat tinggi. Ini artinya akan bisa memberikan suatu paradigma baru dalam
memilih, sehingga bisa meningkatkan partisipasi pemilih dan menghasilkan hasil
yang memang berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Komisioner KPU,
Ferry Kurnia Rizkiyansyah, mengungkapkan bahwa jumlah pemilih pemula pada
Pemilu 2014 nanti yang berusia 17-20 tahun mencapai 14 juta jiwa. Sedangkan yang
berusia 20-30 tahun sekitar 45,6 juta jiwa[2]. Jadi, jumlah pemilih pemula atau yang selanjutnya
saya sebut sebagai pemilih muda mencapai sekitar 60 juta pemilih.
Pemilih
muda inilah harapan baru dalam Pemilu 2014 untuk bisa membawa perubahan. Ini sudah
terbukti di Amerika Serikat bahwa pemilih muda bisa menentukan arah perubahan
dan itu dilakukan oleh Barack Obama ketika memenangi pemilu. Waktu itu, sosok
Obama dan revolusi dunia media sosial telah menggerakkan partispasi pemilih
muda pada rentang 18-24 tahun[3]. Menurut
Direktur Riset Charta Politica, Yunarto Wijaya, menyatakan itu sangat efektif
dilakukan dan bisa dilakukan di Indonesia.
Caranya
adalah dengan melakukan pendekatan komunikasi dua arah, sesuai dengan gaya
bahasa yang dipakai anak muda (anak gaul). Dan yang paling ampuh adalah masuk
dalam media sosial, karena anak muda dewasa ini tidak bisa lepas dari jejaring sosial.
Direktur Public Virtue Institute, Usman Hamid, meyakini bahwa media sosial adalah
kekuatan baru untuk gerakan perubahan sosial. Media baru ini sudah menggantikan
ruang publik yang selama ini dikungkung kekuasaan. Anak-anak muda yang menjadi
netizen potensial bisa mengubah keadaan lebih baik[4].
Harapan
besar terhadap kaum muda memang wajar dan tidak berlebih-lebihan, karena
sejarah bangsa Indonesia telah membuktikannya bahwa anak muda memiliki andil
besar dalam setiap perubahan. Mulai dari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908,
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai jatuhnya
orde baru 21 Mei 19998 itu semua berwawal dari kekeritisan pemikiran dari anak
muda. Mengapa tidak untuk 2014, anak muda yang memiliki hak pilih sekitar 60
juta jiwa melakukan hal yang sama, yaitu perubahan. Perubahan dalam artian bisa
menggunakan hak pilihnya untuk memilih para caleg, partai dan capres/cawapres
yang benar-benar memiliki integritas demi meraih cita-cita bangsa Indonesia
yang tertuang dalam alenia keempat pembukaan UUD 1945.
Sang
founding father, Soekarno, pernah
menyatakan bahwa berilah aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia. Pemuda yang
dimaksud adalah pemuda yang memiliki karakter, intergritas, profesionalisme,
visioner dan optimisme yang tinggi. Bukan pemuda yang hanya bisa mencibir dari
kekurangan pemerintah dan apatis terhadap program pemerintah. Memang saat ini
kebanyakan pemuda di negeri ini adalah pemuda yang memiliki umur yang muda,
tetapi pemikirannya tua.
Dilihat
dari segi pendidikan, maka anak muda sekarang ini tingkat pendidikannya jauh lebih
tinggi jika dibandingkan dengan anak muda zaman dulu. Namun masih saja sikap
apatis tertanam pada diri anak muda, khususnya tingkat partisipasi pada pemilu.
Menurut saya, itu semua disebabkan oleh adanya sikap frustasi anak muda melihat
banyaknya pemimpin (baca: kaum tua) di negeri ini yang tidak bisa amanah. Jadi,
selain metode pendekatkan yang disebutkan di atas, perlu adanya pendidikan
politik terhadap anak muda dengan memperlihatkan sikap yang amanah dan
benar-benar mendidik, sehingga bisa ditiru. Apabila itu bisa dilakukan, maka
saya yakin pemilih muda tidak akan menyia-nyiakan suara yang telah diberikan
pada mereka.
Pemilu
2014 akan menjadi ajang yang dinanti-nantikan untuk membuktikan apakah pemuda
generasi sekarang lebih baik dari yang sebelumnya. Tentunya itu tergantung dari
bagaimana sikap pemilih muda ini. Kalau hasil dari Pemilu 2014 adalah baik,
maka bisa dikatakan pemuda berhasil melakukan perubahan dan memiliki karakter
pemuda. Saya yakin dan percaya, generasi pemilih muda (sekita 60 juta) tahu
siapa yang pantas dan tidak pantas dipilih. Pemilih muda tidak memandang
kuatnya ekonomi calon (uang), namun lebih memandang integritas yang dimiliki
oleh calon.
“Salam
perubahan untuk anak muda, menuju Indonesia lebih baik”