1. Menetapkan
Standar Pengawasan
Standar pengawasan merupakan ukuran yang
digunakan di dalam pengawasan untuk mengetahui dan membatasi ruang lingkup
pengawasan, sehingga proses pengawasan terfokus pada obyek yang ingin diawasi.
Menurut Harold Koonts (Ibrahim Lubis, 1984
:157) standar pengawasan digolongkan ke dalam : 1) Standar
fisik 2) Standar
moneter, meliputi standar biaya, modal dan standar pendapatan, standar
upah; 3)
Standar abstrak.
Standar fisik adalah standar
yang berhubungan dengan pengukuran nonmoneter
atas pelaksanaan kerja. Standar ini
adalah pada tingkat operasi yang sebenarnya dari perusahaan dimana bahan-bahan
digunakan, tenaga buruh dipakai, jasa-jasa diberikan dan barang-barang
diproduksi. Standar ini bisa kuantitatif sifatnya, misalnya; jam kerja buruh
permenit produk, mil/ton lalu lintas barang yang diangkut, unit produksi per
jam kerja mesin atau ukuran kuantitatif yang lain.
2. Mengukur Pelaksanaan Pekerjaan
Dokumen perencanaan daerah
yang berbentuk rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJP) untuk masa 20
tahun, rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) untuk masa 5 tahun
dan rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) untuk 1 tahun, dapat dijadikan alat
ukur pengawasan di penyelenggaraan pemerintahan daerah. Mengingat pengawasan dilaksanakan
periodek per-semesteran pada setiap
tahunan, maka yang langsung dapat dijadikan alat ukur adalah RKPD. Adapun untuk pengawasan pada setiap satuan
kerja perangkat daerah atau SKPD dapat mengacu pada antara lain :
1)
Peraturan Daerah tentang Kewenangan Daerah;
2)
Peraturan Daerah tentang Organisasi Perangkat
Daerah;
3)
Peraturan Daerah tentang Perencanaan dan
Penganggaran (APBD);
4)
Peraturan Gubernur, Bupati/.Walikota (GBWK)
Tugas Pokok dan Fungsi serta Wewenang SKPD;
5)
Keputusan GBWK tentang Penunjukkan Pejabat
Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Badan Daerah, Direktur RSUD,
Kantor Daerah, Camat, Lurah, UPTD dan lain-lain.
3. Membandingkan Standar
Pengawasan dengan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan
Membandingkan standar
pengawasan dengan hasil pelaksanaan pekerjaan dimaksudkan untuk mengetahui
selisih di antara keduanya, selisih adalah dapat berbentuk :
a.
Pekerjaan telah sesuai dengan
target dalam perencanaan;
b.
Pekerjaan belum sepenuhnya sesuai dengan
target dalam perencanaan;
c.
Pekerjaan belum sesuai dengan targent dalam perencanaan.
Untuk memperoleh gambaran yang
jelas dapat diambil contoh : dalam rencana kerja tahunan Dinas PU pengaspalan
jalan dilakukan pada semester 2 tahun 2011 maka pada akhir tahun 2011
pelaksanaan pekerjaan sudah harus selesai.
4. Tindakan Koreksi
Contoh pada butir 3 di atas
yaitu dalam rencana kerja tahunan Dinas PU pengaspalan jalan dilakukan pada
semester 2 tahun 2011 maka pada akhir tahun 2011 pelaksanaan pekerjaan sudah
harus selesai. Tindakan koreksi pengawas adalah pada pemeriksaan semester 1
sudah diminta data kesiapan pengaspalan jalan pada semester 2, sehingga koreksi
pada pekerjaan yang akan datang lebih efektif. Akan tetapi apabila prakteknya
semester 2 dan baru ditanayakan pada akhir tahun anggaran, barangkali akan menjadi
temuan ketidakpatuhan pelaksanaan pekerjaan terhadap perencanaan waktu
pelaksanaan.
Tindakan koreksi hakekatnya adalah untuk
pelurusan pekerjaan agar dikembalikan sesuai perencanaan. Untuk itu menjadi
tampak penting kinerja perencanaan terkait langsung dengan kinerja pelaksanaan.
Kinerja pengawasan berada pada posisi rekomendasi atas temuan di lapangan
dipadukan dengan perencanaan.
Memperhatikan berbagai uraian
pengawasan serta pengamatan penulis, pengawasan yang baik meliputi
antara lain :
1)
Mengutamakan langkah pencegahan dari pada
tindakan;
2)
Pegawasan dialaksanakan sesuai standar yang
ada;
3)
Berdampak pada peningkatan kinerja
perencanaan,
4)
Mampu meningkatkan kinerja satuan kerja
organisasi (SKPD);
5)
Memperkecil penyimpangan;
6)
Hasil pengawasn disampaikan kepada pimpinan;
7)
Pemimpin mengambil langkah konkrit dari hasil
pengawasan.
5.
Pembinaan
dan Pengawasan
Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan PEMERINTAHAN DAERAH
Di dalam pasal 222 UU
No. 32 Tahun 2004 pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan daerah
diatur sebagai berikut :
(1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan
daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 217 dan pasal 218 secara nasional
dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri;
(2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan
daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk kabupaten /kota
dikoordinasikan oleh Gubernur;
(3) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan
desa dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota;
(4) Bupati dan Walikota dalam pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilimpahkan kepada Camat.
No comments:
Post a Comment