Pages

Wednesday, 4 June 2014

MEMENANGKAN HATI RAKYAT

Oleh: Dedet Zelthauzallam
Tak terasa Pilpres 2014 sudah memasuki pada tahap kampanye terbuka. Kampanye terbuka ini ditandai dengan adanya deklarasi kampanye damai yang dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu. Tema yang diangkat pun sangatlah mulia, yaitu Pilpres bertintegritas dan damai. Dimana para penyelenggara dan peserta pemilu sama-sama dituntut untuk berjanji dan bertekad dalam mewujudkan tema tersebut.
Kedua pasangan capres dan cawapres pun sama-sama mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya para simpatisan untuk tetap berada dalam koridor yang benar dalam melakukan kampanye. Artinya kampanye yang dilakukan harus benar-benar sesuai dengan aturan, baik yang tertulis maupun tidak serta tidak melanggar etika dan moral yang ada dalam lingkungan masyarakat.
Pada deklarasi tersebut, Jokowi mengatakan bahwa demokrasi yang dilakukan harus demokrasi yang mensejahterakan, bukan demokrasi yang mencelakan. Demokrasi tidak boleh dilakukan dengan tindakan intimidasi, karena demokrasi seharusnya menjadi kemenangan rakyat Indonesia. Prabowo pun mengatakan akan menghargai apa pun yang menjadi kehendak rakyat.
Apa yang telah disampaikan oleh kedua pasangan dalam deklarasi tersebut tentunya perlu dibuktikan, bukan hanya dalam retorika semata., karena bisa dilihat bagaimana isu-isu selama ini berhembus liar dalam kehidupan masyarakat. Banyak isu-isu yang beredar tidak memiliki data yang jelas, sehingga isu tersebut bisa dikatagorikan sebagai black campaign.
Black campaign yang dilakukan dewasa ini sering dilakukan diranah media sosial. Medsos menjadi wadah yang empuk dalam menyebarkan isu-isu. Apalagi para pencinta medsos terus menerus terjebak dalam informasi yang tak jelas asalnya darimana. Isu itu ada yang menyangkut masalah SARA. Padahal masalah ini sangat rentan mengganggu kedaulatan Republik yang plural ini.
Black campaign memiliki efek yang tidak baik di alam demokrasi yang hanya akan menimbulkan kerusakan yang semakin parah bagi sendi-sendi kehidupan yang akan terus menerus membelenggu masa depan Republik ini. Untuk itulah, semua pihak, khususnya peserta Pilpres yang memiliki tujuan yang sama dalam memajukan Republik ini tidak boleh terlarut dengan praktek black campaign.
Kampanye yang dilakukan pada Pilpres 2014 ini hendaknya harus bebas dari namanya black campaign, supaya presiden dan wakil presiden yang ditelurkan   mampu menjawab tantangan yang multidemensi yang sedang melanda Republik ini. Tentunya pemimpin seperti itu dihasilkan dari proses yang selalu taat pada aturan main yang sudah ditetapkan, karena ada adagium yang menyatakan bahwa lantai yang kotor tidak akan bisa dibersihkan dengan sapu yang kotor.
Hendaknya dalam melaksanakan kampanye lebih mengarah kepada hal-hal yang positif nan mendidik. Dimana para peserta dan tim dalam mengambil suara rakyat lebih memberikan formula yang jelas dalam menjawab tantangan di aras lokal, nasional, regional maupun global.  Dan yang terpenting adalah apabila melakukan serangan pada lawan harus berdasarkan pada data yang memang valid dan akurat, supaya tidak dikatagorikan sebagai black campaign.
Kampanye yang dilakukan juga hendaknya tidak diwarnai dengan kegiatan menghambur-hamburkan uang, baik untuk memobilisasi masa maupun membeli suara, karena ini akan menjadi bumerang bagi pihak tersebut, baik terpilih maupun tidak terpilih. Apabila terpilih ini akan menjadi bibit dalam menyuburkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.  
Seharusnya setiap perhelatan demokrasi di Republik ini harus bisa memenangkan hati rakyat. Artinya, rakyat sebagai konstituen yang memegang kedaulatan tertinggi harus merasa sangat bahagia ketika proses pemilu ini berjalan, berakhir maupun pada saat proses pelaksanaan amanah selama lima tahun yang akan datang. Jangan seperti saat ini yang lebih mengarah pada perasaan takut, cemas dan pesimis.
Kebahagian rakyat akan bisa tumbuh apabila para penyelenggara dan peserta pemilu memiliki komitmen dalam mengaplikasikan nilai-nilai yang berlaku di Republik ini, khususnya nilai-nilai yang ada dalam sila Pancasila, mulai dari ketuhanan sampai keadilan sosial. Kelima sila tersebut harus menjadi pedoman dalam melaksanakan setiap kegiatan di Republik ini, sehingga akan memberikan iklim yang mengidupkan bagi seluruh rakyat, bukan bagi segelintir orang.
    Memenangkan hati rakyat akan sulit terealisasi ketika para calon pemimpin dan timnya masih terbelenggu dalam budaya politik praktis dewasa ini. Politik yang menghalalkan segala cara dalam mendapatkan kursi kekuasaan. Politik yang tidak mengedepankan proses, hanya melihat hasil. Politik yang memutihkan yang hitam, menghitamkan yang putih.
Proses prilaku seperti itu akan hanya membelenggu tujuan berbangsa dan bernegara kita, karena tidak akan mampu menyentuh hati rakyat. Rakyat hanya akan sebagai objek yang tak diperdayakan. Hanya akan dicari dan digombalin setiap lima tahun sekali oleh para pencari rente kekuasaan.
Apabila seperti itu yang terjadi, maka seharusnya kampanye pilpres yang sedang menentukan RI-1 dan RI-2 menjadi momentum untuk memperbaiki diri bagi seluruh rakyat Indonesia, mulai dari tingkat bawah sampai atas. Lebih khusus kepada capres dan cawapres beserta tim untuk bisa memenangkan hati rakyat Indonesia, supaya lima tahun ke depan masa depan Republik ini lebih cerah dari sebelumnya.

Siapa pun yang menang harus mampu memenangkan hati rakyat, bukan karena strategi licin nan licik. Tetapi karena memang karena pilihan rakyat. Rakyat harus mampu mengambil hati rakyat supaya rakyat memiliki rasa optimis yang tinggi dalam membangun Republik ini menuju Indonesia lebih baik. 

No comments:

Post a Comment