Pages

Friday, 2 May 2014

BURUH BERGEMURUH

Oleh: Dedet Zelthauzallam
“May Day” merupakan harinya buruh. Pada hari ini buruh bergemuruh dalam menuntut perbaikan dibidang profesinya. Tuntutan-tuntutan dilayangkan kepada pihak penguasa. Penguasa hanya bisa terdiam membisu mendengarkan rautan jutaan buruh. Intinya pada hari ini, buruh di Republik ini tidak pernah merasa puas kepada penguasa (pemerintah). Itulah sebabnya, hari ini selalu identik dengan aksi demonstrasi.
Demonstrasi yang dilakukan setiap tahun kadang tidak mampu memberikan solusi. Namun buruh tetap saja melakukan aksi-aksi ini untuk memberikan hasrat kepuasan pada mereka. Unek-unek yang disampaikan seperti tertiup angin yang tak kan pernah menemukan wadah untuk menampungnya.
Di Indonesia sebenarnya pemerintah sudah berusaha untuk memperbaiki kehidupan buruh. Banyak kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Mulai dari menjadikan tanggal 1 Mei sebagai hari libur nasional. Dan juga gaji yang terus menerus dinaikan serta jaminan kesehatan bagi buruh.
Namun hal itu tidak bisa memuasakan pihak buruh. Buruh tetap saja merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah. Pada peringatan “may day” 2014, buruh memiliki 10 tuntutan kepada pemerintah[1], yaitu: pertama, naikkan upah minimum 2015 sebesar 30% dan revisi KHL menjadi 84 item, kedua, tolak penangguhan upah minimum, ketiga, jalankan jaminan pension wajib bagi buruh pada Juli 2015, keempat, jalankan jaminan kesehatan seluruh rakyat dengan cara cabut Permenkes 69/2013 tentang tariff, serta ganti INA CBG’s dengan Fee For Service, audit BPJS Kesehatan dn BPJS Ketenagakerjaan, kelima, hapus outsourcing, khususnya outsourcing di BUMN dan pengangkatan sebagai pekerja tetap seluruh pekerja outsourching.
Keenam, sahkan RUU PRT dan Revisi UU Perlindungan TKI Nomor 39/2004, ketujuh, cabut UU Ormas ganti dengan RUU Perkumpulan, kedelapan, angkat pegawai dan guru honorer menjadi PNS, serta subsidi Rp 1 Juta per orag/per bulan dari APBN untuk guru honorer, kesembilan, sediakan transportasi publik dan perumahan murah untuk buruh, dan kesepuluh, jalankan wajib belajar 10 tahun dan beasiswa untuk anak buruh hingga perguruan tinggi.
  Tuntutan buruh kepada pemerintah tersebut sah-sah saja. Namun buruh juga seharusnya mencari cara lain untuk mengisi “may day”, supaya tidak hanya dihiasi oleh demonstrasi saja, karena akan memecahkan problem dan tidak akan menemukan subtansi solusinya. Buruh seharusnya bergemuruh dengan melakukan kegiatan yang berguna bagi lingkungan. Seperti, mananam pohon, bakti sosial dan sejenisnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sofyan Wanandi, mengatakan bahwa gemuruhan buruh dengan tuntutan kenaikan upah bukanlah solusi. Namun ada aspek lain yang lebih urgen diperhatikan oleh pemerintah. Pemerintah akan terus menerus mendengar jeritan buruh yang akan terus menerus meminta upahnya untuk selalu dinaikan apabila formula dari pemerintah tidak mampu menjawab akar tuntutan buruh.
Sebenarnya, buruh di Republik ini memiliki problem. Dimana buruh di Republik ini tidak memiliki wadah khusus di bidang politik. Partai politik yang khusus menyuarakan suara buruh tidak ada. Pernah ada, namun tidak bisa bersaing dengan partai lainnya.
Tidak adanya wadah inilah yang membuat buruh di Republik ini menjadi liar. Liar dalam artian tidak pernah merasa puas dengan pemerintah, sehingga terus menerus melakukan tuntutan yang tak akan pernah berujung. Bisa dilihat buruh di Republik ini sering sekali mengeluh akan profesinya. Padahal profesi lainnya pun tidak bernasib sebaik buruh.   
Untuk menyelesaikan rautan buruh, seharusnya buruh membangun kembali partai politik yang bisa menyuarakan profesinya. Dengan adanya wadah dibidang politik, maka buruh di Republik ini akan tidak seliar sekarang. Aspirasi buruh akan menjadi lebih bisa terakomodir dan akan lebih paham dengan keadaan Republik ini. Tanpa partai politik, buruh akan terus bergemuruh.



[1] “Ini Sepuluh Tuntutan Buruh Pada May Day 2014 (1/05/2014)”, http://nasional.kompas.com , diakses tanggal 2 Mei 2014.

No comments:

Post a Comment