Oleh: Dedet Zelthauzallam
Indonesia
adalah bangsa yang dibangun dari hasil perjuangan para pahlawan yang memiliki
semangat dan cita-cita luhur. Cita-cita luhur tersebut tertuang jelas dalam
pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan, melindungi dan mensejahterakan rakyat
Indonesia. Hal tersebut menjadi tugas pokok dari para pemegang kekuasaan di
negeri ini, baik ekskutif, legislatif dan yudikatif harus senantiasa melihat
cita-cita luhur tersebut dalam menelurkan kebijakan-kebijakan yang selaras
dengan hal tersebut, sehingga bisa dicapai.
Mencerdaskan
kehidupan bangsa perlu menjadi perhatian utama, karena kita ketahui bersama
bagaimana potret dari pendidikan di negeri ini masih sangat memprihatinkan
sekali meskipun sudah banyak kebijakan yang diambil, tetapi sumber daya manusia
kita masih jauh ketinggalan dibandingan negara tetangga. Padahal anggaran yang
dialokasikan untuk pendidikan sangat besar, mencapai 20% dari APBN dan APBD.
Anggaran
20% tersebut masih belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.
Menurut Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kemenko Kesra, Agus Sartono,
mengatakan bahwa rata-rata pendidikan orang Indonesia hanya 8,02 tahun[1]. Ini berarti setara dengan
siswa kelas 2 SMP.
Banyak
faktor yang menyebabkan pendidikan Indonesia tertinggal dari bangsa lain.
Faktor utama adalah pendidikan bangsa Indonesia belum memiliki pondasi yang
jelas. Menurut pakar pendidikan, HAR Tilaar, pendidikan di Indonesia belum
memiliki arah tujuan yang jelas untuk menyiapkan manusia-manusia yang cukup
kreatif dan bertanggung jawab. Padahal Indonesia sudah harus menciptakan
generasi emas yang diharapkan bisa meningkatkan kehidupan bangsa demi mencapai
cita-cita bangsa.
Kebijakan
Kurikulum 2013
Ketidakjelasan
pendidikan Indonesia bisa dilihat dari bagaimana kurikulum terus berganti.
Sepertinya kurikulum pendidikan di Indonesia tergantung siapa yang berkuasa.
Presiden atau menteri berganti, kurikulum pun ikut berganti. Ini masalah yang
serius bagi keberlangsungan pendidikan bangsa ini. Jangan sampai pendidikan
negeri ini terkontaminasi dengan kepentingan para penguasa yang lebih berbau
politis dan bersifat sementara. Pendidikan tidak boleh seperti itu, karena
pendidikan bagi anak bangsa merupakan roh dari bangsa ini di masa akan datang.
Sehingga kurikulum pendidikan harus memiliki pondasi yang kuat, tidak
tergoyahkan meskipun pemegang kekuasaan berpindah tangan.
Beberapa
tahun yang lalu Kemendikbud mewancanakan untuk mengganti kurikulum. Pergantian tersebut
sontak mendapat reaksi pro kontra dari publi. Pergantian kurikulum pendidikan
KTSP menjadi kurikulum 2013 tentunya ada yang mendukung dan ada yang menolak. Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh, mengatakan bahwa kurikulum 2013 ini
merupakan hasil perbaikan dari kurikulum sebelumnya, yaitu KBK dan KTSP. Yang
diperbaiki yaitu alur pikir dalam penyusunan materi yang diperdalam dan
diperluas serta beban yang disesuaikan.
Perubahan
kurikulum ini juga mendapatkan respon yang berbeda-beda dari alinsi guru di Indonesia,
ada yang mendukung dan ada pun yang menolak. Berikut kutipan pro dan kontra
dari aliansi-aliansi guru[2]:
Aliansi
Revolusi Pendidikan yang terdiri dari beberapa forum seperti Federasi Serikat
Guru Indonesia (FSGI), Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ), Front Perjuangan
Pemuda Indonesia (FPPI), serta Forum Guru Independen Indonesia (FGII)
menyatakan penolakan atas Kurikulum 2013 yang diajukan Kemendikbud. Mereka
menolak susunan draf Kurikulum 2013 karena dianggap tidak sesuai dengan konteks
pendidikan sebagai alat untuk menciptakan manusia-manusia kreatif. Retno
Litsyarti, perwakilan dari FSGI,
menilai draf ini sudah melenceng dari keberadaan dunia pendidikan yang
seharusnya mendidik murid.
Menurutnya
ada beberapa hal yang dapat mereduksi kreativitas seperti adanya pengkajian
teori matematika berdasarkan ketetapan, bukan berdasarkan logika serta
penerapan ilmu fisika yang menggunakan dalil-dalil agama di Indonesia. “Yang
aneh adalah matematika berdasarkan ketetapan bukan logika, selain itu ilmu
fisika berdasarkan dali-dalil agama, bagaimana mau mengkaji fenomena jika
mengacu kepada agama? Siapa yang bisa melawan dalil agama?” katanya di kantor
Kontras Jakarta.
Ia
menilai ada beberapa hal yang aneh seperti penghapusan beberapa mata pelajaran
yang dihapuskan pemerintah, padahal pelajaran tersebut berguna untuk memancing
kreativitas dan meningkatkan kualitas murid.
“Draf
ini tidak jelas mau dibawa ke mana karena ada penghapusan beberapa mata
pelajaran seperti bahasa Inggris untuk SD, serta teknologi informasi dan
komunikasi di jenjang SMP dan SMA, padahal mata pelajaran ini sangat berguna
untuk tingkatkan kreativitas dan kualitas murid,” tambahnya.
Penolakan
terhadap Kurikulum 2013 juga muncul dari Komunitas Katolik dan Protestan Peduli
Pendidikan Indonesia (K2P3I). Kurikulum baru ini dianggap masih belum matang.
Benny Susetyo dari K2P3I mengatakan, kurikulum yang saat ini gencar
disosialisasikan oleh Kemendikbud merupakan kurikulum yang belum siap sehingga
butuh dibahas secara mendalam dan tidak bisa begitu saja diimplementasikan
dalam waktu dekat.
“Kami
sudah lihat dokumen resminya dan berdasarkan dokumen resmi ini kami meminta
menunda karena isinya saling bertolak belakang,” kata Benny saat jumpa pers di
kantor Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Cikini, Jakarta.
Menurutnya,
isi kompetensi dasar dan kompetensi inti dalam struktur Kurikulum 2013 tidak
sejalan dengan apa yang didengungkan pemerintah. Bahkan, apabila dipaksakan
tetap dijalankan, maka Kurikulum 2013 ini hanya akan berdampak buruk bagi
siswa, guru dan dunia pendidikan secara keseluruhan. “Jika dibilang kurikulum
ini mengasah kemampuan nalar, justru kemampuan nalar malah akan berkurang
dengan mengintegrasikan berbagai macam pelajaran ini,” jelas Benny.
Ia
menambahkan, dampak implementasi Kurikulum 2013 adalah adanya kebijakan
menghapus beberapa mata pelajaran di jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK yang dapat
mengakibatkan para guru kehilangan pekerjaan, kesempatan berkarir, kesempatan
mengembangkan pengetahuan, dan kehilangan tunjangan profesi pendidikan.
“Sikap
kami jelas. Minta ditunda. Ini sudah resmi. Sikap komunitas Kristen Katolik itu
menunda. Kami tidak antiperubahan kurikulum tapi melihat seperti ini lebih baik
ditunda,” tandasnya.
Berbeda
dengan Aliansi Revolusi Pendidikan serta Komunitas Katolik dan Protestan Peduli
Pendidikan Indonesia yang menolak Kurikulum 2013, Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI), Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, dan Lembaga
Pendidikan (LP) Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU) mendukung Kurikulum 2013.
Ketua
Umum PGRI Sulistiyo meminta para guru di lingkungan PGRI siap mengikuti
pelatihan, siap melaksanakan, dan siap mengubah pola pembelajaran sesuai
semangat Kurikulum 2013. Ia menilai, Kurikulum 2013 sudah disusun
dengan seksama. Kurikulum ini merupakan respon terhadap perkembangan teknologi
dan informasi yang berkembang pesat. PGRI mendukung dan siap melaksanakan
Kurikulum 2013 sekaligus mengharapkan Kemendikbud menyiapkan semua perangkatnya
seperti buku dan pelatihan guru.
Sementara
itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, menyatakan mendukung penuh
Kurikulum 2013. Alasannya, kebijakan Kemendikbud tentang kurikulum ini sejalan
dengan perjuangan Muhammadiyah.
“Perubahan
untuk menjadi yang lebih baik, seperti halnya perubahan kurikulum adalah
sejalan dengan visi dan misi Muhammadiyah, karena itu bukan hanya mendukung
sepenuhnya, tapi kami juga akan mengawali untuk menggelar pelatihan bagi
guru-guru di sekolah Muhammadiyah,” katanya.
Hal
senada dikatakan Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdhatul Ulama (NU), Muslih
Fatah. Ia setuju dengan penerapan Kurikulum 2013 karena sesuai dengan kebutuhan
zaman. Yakni sebuah kurikulum pendidikan berkarakter dan tidak hanya teknologi
saja, tetapi lebih pada pengembangan diri dan kemandirian anak-anak. “Bagus
karena lebih kepada pendidikan karakter, dengan catatan kurikulum tidak
diganti-ganti,” ungkap Muslih.
Selain
itu, penerapan Kurikulum 2013 yang akan diterbitkan Kemendikbud mesti mendukung
terpeliharanya muatan lokal masyarakat setempat. ”Sebab setiap sekolah
mempunyai kelebihan-kelebihan lokal yang harus tetap dikembangkan,” sambung
Sekretaris Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Zamzami sebagaimana
dilansir NU Online , Selasa (2/4).
Zamzami
menilai, kurikulum baru yang akan menggantikan KTSP ini lebih berorientasi
saintifik. Siswa dituntut menemukan sendiri keilmuan yang ada, tanpa terlalu
banyak menggantungkan diri pada pengajaran guru. ”Secara prinsip LP Ma’arif
mendukung. Tapi implementasinya perlu diawasi,” ujarnya sembari mengatakan
pihaknya siap terlibat dalam proses sosialisasi Kurikulum 2013.
Lembaga
yang menaungi pendidikan dasar dan menengah NU ini juga mendorong, madrasah-madrasah
NU untuk memasukkan nilai-nilai di masyarakat, seperti kepesantrenan, kearifan
lokal, dan tradisi ketimuran lainnya dalam Kurikulum 2013.
Sedangkan
Direktur Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang,
Prof Dr Ibnu Hadjar MEd, menuturkan kehadiran Kurikulum 2013 bisa menjadi
momentum baru untuk menyempurnakan pendidikan nasional. Menurutnya, arah
perubahan ini senafas dengan cita-cita luhur bangsa dalam mencerdaskan rakyat
Indonesia. Baginya, perubahan kurikulum itu lebih kepada penataan sumberdaya
pendidikan di Indonesia dan bukan hanya sekadar menjalankan ‘tradisi ganti
menteri ganti kurikulum’ semata. “Tidak mungkin kurikulum Indonesia
dipertahankan tanpa revisi,” ujarnya.
Mendikbud
Mohammad Nuh meyakini, Kurikulum 2013 akan mentransformasi pendidikan nasional.
“Perubahan yang ditawarkan Kurikulum 2013 ini akan membuat generasi muda
Indonesia kreatif, inovatif, dan berkarakter,” paparnya.
Kurikulum
2013 ini juga sempat menjadi pembicaraan hangat di Senayan, mengingat ada
beberapa fraksi yang menolak. Ada tiga fraksi yang menolak (PKS, PPP dan PAN)
dan sisanya menerima (PD, Gokar, PDIP, Gerindra, PKB dan Hanura). Fraksi yang
menolak memiliki alasan yang berbeda-beda. Menurut Rohmani, FPKS menolak karena
menilai pemerintah tidak menyiapkan konten kurikulum dengan baik, persiapan
pelatihan guru tidak maksimal dan selalu berubah-ubah jumlahnya dan metode
pengambilan sampel juga selalu berubah. Persiapan buku dinilai juga tidak memenuhi
prosedur. Sedangkan FPPP melalui juru bicaranya, M. Yunus, menegaskan tidak
menyetujui pelaksanaan kurikulum tahun ini dan meminta pemerintah melakukan
sejumlah perbaikan sebelum melaksanakan kurikulum baru tahun 2014. Adapun FPAN
menyatakan hanya setuju dengan pelaksanaan kurikulum 2013 jika dengan sistem
uji coba (piloting), tetapi Kemendikbud tidak melaksanakan dengan sistem
tersebut[3].
Sementara
Fraksi Golkar, Popong Otje Djundjunan, menyatakan fraksinya tidak eksplisit
menyetujui kurikulum 2013, tetapi mempersilahkan pemerintah melaksanakan mulai
tahun 2014 dengan sejumlah catatan yang harus dijalankan. Fraksi Golkar juga
menganggap ini bukan sebagai bagian dari perubahan kurikulum, tetapi lebih
sebagai revisi kecil, karena delapan standar pendidikan nasional dalam
perubahan kurikulum tidak dipenuhi. Sedangkan dari fraksi Demokrat, Jefirstson
R Riwu, menyetujui implementasi dan anggaran kurikulum serta menyarankan agar
dilaksanakan sesuai dengan jadawal yang sudah ditetapkan.
Dari
fraksi PDIP menyatakan setuju kurikulum 2013 diterapkan tetapi meminta perlu
adanya pengawasan yang sungguh-sungguh dari seluruh pihak terait dengan
pelaksanaannya. Fraksi PDIP juga berharap agara kurikulum 2013 dapat
mengembangkan potensi peserta didik sehingga lulusan yang dihasilkan dapat
bersaing dengan negara lain dan mengedepankan budi pekerti.
Meskipun
menuai perdebatan antar fraksi di Komisi X, akhirnya komisi yang membawahi
bidang pendidikan ini setuju untuk menerapkan kurikulum 2013. Dengan disetujui
oleh DPR, maka Kemendikbud siap mengimplementasikan kurikulum tersebut dengan
anggaran Rp 829.427.325.000,-[4]. Penerapan kurikulum 2013
tertuang pada Permindikbud Nomor 81A/2013 tentang Implementasi Kurikulum.
Dengan
penerapan kurikulum 2013 ini, semua pihak pastinya berharap kurikulum ini bisa
menjadi landasan bagi kemajuan pendidikan di bangsa kita. Tidak hanya bersifat
sementara yang berbau politis, tetapi harus memiliki arah bagi membangun anak
bangsa yang cerdas dan memiliki idiologi yang kuat. Apalagi pada tahun 2014 akan
ada pemilu yang berarti akan ada suatu proses perpindahan kekuasaan. Jangan
sampai pergantian kurikulum yang sudah menghabiskan miliaran rupiah ini akan
sirna ketika penguasa berganti.
Tepatkah
Kebijakan Kurikulum 2013?
Kurikulum
2013 yang menghabiskan uang negara ratusan miliaran dinilai banyak kalangan
tidak akan maksimal mengangkat sumber daya manusia di negeri ini, karena itu
dinilai bukan solusi yang tepat. Ada hal lainnya yang lebih perlu dibenahi oleh
pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebidayaan. Hal tersebut
adalah pertama, tenaga pengajar
(guru), kedua, infrastruktur, dan ketiga, meningkatkan beasiswa. Tiga
aspek inilah yang dinilai lebih urgen dalam meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia.
Guru
di Indonesia kalau dilihat dari jumlahnya masih bisa dikatakan kurang dan
penyebarannya masih belum merata. Ada daerah yang gurunya terlalu banyak da
nada juga daerah yang gurunya kurang. Itu baru dari segi jumlah, belum lagi
berbicara kualitas guru yang ada di negeri ini. Guru sebagai orang yang
memberikan pelajaran harus lebih dipersiapkan supaya memiliki kapabilitas,
sehingga anak didik yang dihasilkan memang berkualitas dan menguasi ilmu
pengetahuan dewasa ini (kekinian). Tetapi yang kita lihat saat ini guru itu
kebanyak lulusan diploma dan tidak menguasai ilmu kekinian, sehingga yang
disampaikan kepda siswa didik adalah hal-hal yang sudah bisa dikatakan
kadawarsa.
Fungsi
guru sangatlah besar, karena menjadi nahkoda utama dalam proses pelajaran. Jadi
bisa dikatakan bahwa kurikulum yang bagus akan menjadi sia-sia apabila yang
memberikan (guru) tidak kompeten, tetapi sebaliknya kurikulum yang biasa-biasa
akan menjadi luar biasa ketika guru memilki kualitas dalam menyampaikan. Itulah
sebabnya, dari pada pemerintah terus menerus mengganti kurikulum yang membuat
guru dan siswa didik bingung, maka alangkah lebih baik ketika pemerintah lebih
fokus dalam meningkatkan kualitas guru di Indonesia dan Dengan guru berkualitas
serta infrastruktur lengkap, maka siswa didik khususnya dan anak bangsa
Indonesia akan lebih cerdas.
Seharusnya
anggaran ratusan miliaran itu digunakan untuk melaksanakan pendidikan dan
pelatihan guru, sehingga mutu guru yang dijuluki pahlawan tanpa jasa bisa
ditingkatkan. Guru hebat maka anak bangsa akan lebih hebat, tetapi apabila
sebaliknya maka bisa kita lihat penurunan kualitas anak bangsa yang kalah
bersaing dengan anak bangsa lain.
Selain
guru, infrastruktur sekolah juga masih jauh dari harapan. Anggaran 20% APBN
belum mampu memberikan kenyamanan bagi siswa didik maupun guru. Ini disebabkan
masih banyak gedung yang bisa dikatakan sudah berumur tua. Tidak ada anggaran
dalam perenovasian dan perbaikan. Ada disparitas Antara sekolah di kota dan di
desa. Di kota gedung sekolah rata-rata bagus, tetaoi kalau melihat di desa maka
sangat memperihatinkan. Masih banyak anak bangsa yang sekolah di bilik triplek
maupun sejenisnya.
Belum
lagi persoalan kekurangan ruangan kelas, kursi, meja dan berbagai kebutuhan
lainnya seperti komputer, sarana olahraga, seni dan budaya. Itu hamper tidak
ada di sekolah-sekolah. Masih banyak kebutuhan sekolah yang tidak bisa dibeli
oleh sekolah, karena masalah anggaran.
Hal
yang perlu diperhatikan selain itu adalah penyediaan beasiswa. Seharusnya
pemerintah sadar bahwa anak bangsa masih banyak yang tidak bisas sekolah
disebabkan oleh ketidakmampuan dalam membayar uang sekolah, karena program
pemerintah wajib belajar masih banyak kecolangan. Kecolongan maksudnya adalah
masih banyak sekolah yang memungut biaya sekolah dengan dalih tertentu.
Kebijakan pemberian beasiswa bagi masyarakat kurang mampu harus lebih
dipertegas lagi supaya tepat sasaran. Jangan sampai anggaran yang disediakan
hanya dinikmati oleh oknum tertentu.
Jadi
pemerintah harus mengubah paradigma dalam menelurkan kebijakan dalam
peningkatan pendidikan di Indonesia. Lebih baik pemerintah lebih fokus dalam
tiga hal tersebut dari pada terus menerus mengubah kurikulum yang tidak akan
bisa menyentuh permasalahan yang sebenarnya.
Penutup
Potret
pendidikan di negeri sungguh memprihatinkan. Belum ada landasan pasti tentang
arah pendidikan membuat pihak penguasa terus menerus mengotak-atik kurikulum.
Motifnya pun untuk perbaikan dan lebih mencerdaskan anak bangsa. Namun
kebijakan tersebut tidak bisa dan mampu untuk mengangkat drajat pendidikan
kita. Malah membuatnya semakin parah, karena pihak yang melaksanakan (guru) dan
pihak yang menerima (siswa) tambah bingung dengan perubahan yang terus menerus.
Paradigma
seperti ini harus segera ditinggalkan dan beralih kepada paradigma baru dalam
membuat kebijakan, sehingga pendidikan di negeri ini menjadi lebih baik dan
mampu bersaing dengan negara lainnya.
[1]
“Rata-Rata Pendidikan Orang Indonesia Setara Kelas 2 (11/03/2014), poskotanews.com,
diakses tanggal 7 April 2014.
[3]
“Komisi X DPR Akhirnya Setujui Kurikulum 2013 (28/05/2013)”, www.sinarharapan.co, diakses tanggal 7
April 2014.
[4]
“Akhirnya DPR Setujui Pelaksanaan Kurikulum 2013 (28/05/2013)”, www.dpr.go.id, diakses tanggal 7 April 2014.
No comments:
Post a Comment