Pages

Friday, 14 March 2014

MUSIM KAMPANYE, CUTINYA PEJABAT

Oleh: Dedet Zelthauzallam
Kampanye terbuka untuk pemilu legislatif 2014 akan dimulai tanggal 16 Maret – 5 April 2014. Kampanye ini pastinya akan diikuti oleh para petinggi partai, baik yang ada dalam pemerintahan maupun tidak. Berdasarkan data dari Kemendagri, sampai tanggal 13 Maret 2014 sudah ada 22 gubernur dan wakil gubernur yang mengajukan cuti untuk menjadi juru kampanye[1]. Dan KPU juga sudah menerima enam pemberitahuan izin cuti dari pejabat negara, yakni presiden dan lima menteri[2].
Cuti pejabat negara dan kepala daerah ini memang menuai pro dan kontra. Namun ini memang tidak bisa dihindari, karena kita ketahui bersama asal muasal dari pejabat negara kebanyakan dari partai. Menteri di Kabinet Indonesia Bersatu 2, ada sekitar 50% lebih berasal dari partai dan mayoritas kepala daerah, baik gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota diusung oleh partai politik, sehingga sulit apabila melarang pejabat negara maupun daerah untuk tidak mengikuti kampanye.
 Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2013, maka pejabat negara yang berasal dari parpol mempunyai hak mengikuti kampanye pemilu. Pejabat yang melaksanakan kampanye wajib menjamin terwujudnya misi dan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan negara, serta asas-asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Pejabat yang cuti juga dilarang untuk menggunakan fasilitas negara dalam kegiatan kampanye.
Berdasarkan instruksi Mendagri, untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak boleh melaksanakan kampanye secara bersama-sama, harus bergantian, supaya penyelenggaraan pemerintahan tidak terganggu. Dan untuk para menteri KIB II harus siap-siap dipanggil presiden apabila ada hal yang bersifat mendesak dan urgen. Mentri yang bersangkutan harus meninggalkan kampanye yang sedang dilaksanakannya dan segera kembali melaksanakan tugas dan fungsinya.
Melihat aturan yang ada, maka cuti pejabat negara dan kepala daerah dalam pelaksanaan kampanye memang sudah diatur sedemikian rupa supaya penyelenggaraan pemerintahan tetap berjalan dengan baik dan lancar. Sekarang tinggal bagaimana publik memberikan pengawasan kepada pejabat yang sedang melaksanakan kampanye supaya tidak melanggar aturan yang sudah ada. Apabila ada, maka dilaporkan dan pihak yang berwenang harus memberikan sangsi yang tegas.
Ke depannya, diharapkan pengaturan tentang kampanye pejabat ini harus lebih diperketat, sehingga para pejabat tidak secara leluasa meninggalkan amanah yang sudah diberikan kepadanya. Hal yang paling sulit untuk ditinggalkan oleh pejabat adalah penggunaan fasilitas negara yang melekat dalam diri pejabat. Misalnya presiden, maka tidak akan bisa tidak menggunakan keamanan, kemana pun presiden pergi. Ini berarti sudah menggunakan fasilitas negara. Hal seperti inilah yang perlu diperhatikan supaya tidak terjadi abust of power dan conflict of interest dalam pelaksanaan kampanye oleh pejebat.
Menurut saya, lebih baik ada aturan yang melarang pejabat negara, mulai dari presiden, mentri dan kepala daerah untuk tidak boleh ikut dalam kampanye. Ini untuk meminimalisir adanya penyalahgunaan kekuasaan dan kerugian negara.




[1] “Ini 22 Kepala Daerah yang Ajukan Cuti Kampanye (13/03/2014)”, nasionalkompas.com, diakses tanggal 14 Maret 2014.
[2] “KPU: 6 Pejabat Negara Sudah Ajukan Izin Cuti Kampanye (13/03/2014)”, republika.co.id, diakses tanggal 14 Maret 2014.

No comments:

Post a Comment