Pages

Wednesday, 5 February 2014

SOEKARNO: PERJUANGAN TANPA UJUNG

Oleh: Dedet Zelthauzallam
Soekarno (6 Juni1901-21 Juni 1970) adalah sang founding father negara Indonesia dan menjadi presiden pertama di republik ini. Soekarno yang lebih akrab dipanggil Bung Karno sangat populer dan dikagumi oleh banyak orang, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sosoknya selalu memancarkan kharisma yang membuat orang lain terhipnotis. Dan yang terpenting, Soekarno sangat dihormati, dihargai dan disegani oleh para tokoh dunia pada zamannya.
Bung Karno lahir di Blitar, Jawa Timur dari pasangan Raden Soekemi dan Ida Ayu Nyoman Rai. Nama asli Bung Karno adalah Koesno Sosrodihardjo. Namun nama itu diganti menjadi Soekarno, ini disebabkan pada masa kecilnya Beliau sering sakit-sakitan. Sesuai dengan kepercayaan Jawa, maka anak yang sakit-sakitan namanya harus diganti, karena tidak cocok.
Soekarno bersekolah pertama kali di Tulang Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orang tuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, Soekarno masuk di sekolah tempat bapaknya bekerja, Eerste Inlandse School. Kemudian pada Juni 1911, Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1951, Soekarno telah menyelesaikan pendidikan di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya berkat bantuan dari kawan bapaknya, H.O.S. Tjokroaminoto. Soekarno pun tinggal di pondokan milik Tjokroaminoto[1].
Di Surabaya, Bung Karno bertemu dengan tokoh-tokoh pemimpin Sereket Islam. Dimana Tjokroaminoto menjadi ketua dari organisasi ini. Tokoh seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim dan Abdul Muis juga ikut dalam organisasi ini. Darisinilah jiwa nasionalisme Bung Karno tumbuh dan berkembang, sehingga menjadi key maker bagi kemerdekaan Indonesia.
Pada saat di Surabaya, Bungkarno sudah mulai aktif berorganisasi dan menulis di media cetak. Itulah yang menyebabkan Bung Karno saat melanjutkan pendidikan di ITB, Bandung menjadi lebih aktif dan semangat patriotisme semakin tumbuh berkembang. Di Bandung juga, beliau tinggal bersama anggota SI, Haji Sanusi. Disinilah pertemuannya dengan tokoh besar, seperti Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwis Dekker yang merupakan pimpinan National Indische Partij.
Soekarno mulai dikenal sebagai seorang tokoh yang reformis dan berani ketika beliau menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya tahun 1915. Bung Karno secara terang-terangan menentang surat kabar Jong Java berbahasa Belanda, namun beliau menyarankan untuk memakai bahasa Melayu. Dan kiprah organisasi Soekarno berlanjut di Bandung. Pada tahun 1926, Bung Karno mendirikan Algemene Studie Club. Dimana pada tahun 1927 berubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI).
Berdiirinya PNI yang dipelopori oleh Soekarno menjadi awal untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hasilnya pun bisa dirasakan saat ini oleh kita semua. Tetapi sebelum mendapatkan kemerdekaan, Soekarno sebagai pionernya mendapatkan hambatan dan tantangan yang luar biasa. Keluar masuk penjara pun menjadi suatu hal yang biasa baginya. Lebih dari itu, Bung Karno juga harus dibuang ke Ende dan kemudian ke Bengkulu. Meskipun mendapatkan perlakuan seperti itu, semangat Bung Karno tidak pernah padam, malah semakin membara.
Bisa dilihat, bagaimana Soekarno setelah pulang dari pengasingan. Bung Karno lebih prontal lagi melawan penjajah. Ikut bergabung dalam Pertindo yang merupakan pecahan dari PNI. Beliau menjadi pembakar semangat para pejuang lainnya melalui kemampuan retorikanya yang luar biasa.
Kedatangan Jepang yang menggantikan Belanda sangat dimanfaatkan oleh Soekarno dan tokoh lainnya untuk bisa mendapatkan kemerdekaan. Hasilnya, pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Muhammad Hata memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dimana sebelumnya, sudah lahir Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Pancasila lahir dari ide briliannya Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 di sidang BPUPKI. Soekarno dan Hata terpilih menjadi presiden dan wakil presiden pertama Republik Indonesia.
Pasca kemerdekaan, perjuangan Soekarno pun tidak habisnya. Banyak gejolak di dalam dan luar negeri yang dihadapkan oleh Indonesia yang baru merdeka. Dari dalam negeri misalnya, ada beberapa daerah ingin melepaskan diri dari NKRI. Itulah yang menyebabkan instabilitas politik dalam negeri memanas. Perdebatan mengenai sistem negera pun tak kunjung habis-habisnya. Sistem terus berganti, mulai dari demokrasi terpimpin sampai dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). UUD 1945 juga sempat berganti menjadi UUDS.
 Dari luar negeri, Belanda ingin merebut kembali kemerdekaan yang sudah didapatkan Indonesia. Dan saat itu, perang antar blok timur (Uni Soviet) dan blok barat (Amerika)  sedang memanas. Indonesia pun bingung harus berpihak kemana. Berkat kehebatan Soekarno, maka dibentuklah Konfrensi Asia Afrika (KAA) yang bertujuan untuk mengumpulkan dan memperjuangkan kemerdekaan bagi negara-negara di Asia dan Afrika.
Dan pada akhir perjuangannya, Soekarno mendapat berbagai tantangan yang lebih berat lagi. Melalui ide NASAKOM-nya, Bung Karno mencoba untuk bisa mempersatukan pluralisme yang ada di Indonesia, karena beliau sangat sadar bahwa perbedaan yang ada bisa menimbulkan gejolak. Negara yang terbaik menurut Aristoteles adalah negara yang mengetahui karakter masyarakatnya. Maka , Soekarno mencoba untuk menyatukannya dalam NASAKOM-nya. Namun ide besarnya ini mendapat pertentangan dari berbagai pihak. Dan klimaksnya adalah ketika terbunuhnya 6 jenderal AD yang dikenal dengan G30S. PKI dituduh sebagai dalang gerakan tersebut, sehingga Soekarno pun menerima getahnya.
Dalam keadaan krisis tersebut, Bung Karno memerintahkan Soeharto untuk menjaga keamanan negara dan keselamatan presiden. Perintah tersebut lebih kita kenal sebagai SUPERSEMAR. Dan kemudian diselewengkan oleh Soeharto untuk merebut kekuasaan dari Bung Karno. Akhirnya pada tahun 1966, MPRS menolak pertanggung jawaban yang disampaikan oleh Soekarno dan menyuruhnya untuk melengkapinya. Hasilnya pun sama, pada tanggal 10 Januari 1967, Soekarno menyampaikan pidato pelengkap Nawaskara[2] yang ditolak lagi oleh MPRS. Akhirnya pada tanggal 20 Februari 1967, Soekarno menyerahkan kekuasaan di Istana Merdeka. Soeharto ditunjuk sebagai penggantinya.
Soekarno menjalankan akhir hidupnya dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Dimana negara yang dulunya diperjuangkannya, malah memberikan perlakuan yang tidak pantas padanya. Soekarno ditahan sebagai tahanan rumah oleh rezim Soeharto. Dan sampai hembusan nafas terakhir pada tanggal 21 Juni 1970 statusnya masih sebagai tahanan rumah. Itulah Soekarno, bapak bangsa Indonesia yang memberikan seluruh masa hidupnya dalam meraih dan memperjuangkan kemerdekaan serta membangun bangsa Indonesia. 




[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno
[2] “Nawaskara” adalah nama pidato presiden Soekarno saat menyampaikan pertanggung jawaban di sidang MPRS tahun 1966.

No comments:

Post a Comment