Pages

Thursday, 19 December 2013

HADIRNYA PTNNT, UNTUNG ATAU MASALAH?

Oleh: Dedet Zelthauzallam
Dewasa ini bisa kita lihat bagaimana perkembangan pembangunan di Indonesia. Sebenarnya pembangunan di Indonesia berkembang pesat ketika era arde baru, di bawah pimpinan Soeharto. Sejak Soeharto memimpin orientasi mengarah ke pembangunan. Pembangunan sangat diutamakan oleh Soeharto. Soeharto membuka lebar peluang pemodal untuk berinvestasi di Indonesia, baik itu dari dalam negeri maupun luar negeri. Ini sangatlah berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Soekarno yang anti dengan dana asing.
Apa yang telah dilakukan oleh Soeharto memang membuat Indonesia berubah dengan cepat. Infrastruktur, mulai dari jalan, sekolah dan fasilitas umum lainnya sepertinya disulap. Itulah yang menyebabkan beliau dijuluki sebagai Bapak Pembangunan.
Lalu bagaimana dampaknya bagi Indonesia di masa sekarang ini dan untuk masa depan? Mari kita jawab, sepertinya apa yang dilakukan oleh Soeharto hanya memiliki manfaat untuk jangka pendek, tetapi menjadi bumerang di masa yang akan datang. Dengan dibukanya peluang asing untuk berinvestasi di Indonesia akan menyebabkan sumber daya yang kita miliki, khususnya sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, maka akan habis.
Soeharto sepertinya terlalu mengadopsi pemikiran dari Harorrod-Domar yang mengutamakan investasi dan tabungan sebagai jalan untuk membangun. Tetapi salahnya Soeharto terlalu fokus terhadap bagaimana mendapatkan investasi dari asing. Ini berarti Soeharto tidak terlalu memikirkan dampak yang akan ditimbulkan setelah perusahaan asing mengeruk kekayaan alam di Indonesia. Sepertinya analisa mengenai dampak lingkungan (amdal) sangat tidak diperhatikan.
Contoh kasus yang saya angkat adalah salah satu perusahaan tambang yang ada di daerah saya NTB, PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT). PTNNT merupakan perusahaan patungan Indonesia yang sahamnya dimiliki oleh Nusa Tenggara Partnership (Newmont & Sumitomo), PT Pukuafu Indah (Indonesia) dan PT Multi Daerah Bersaing. Newmont dan Sumitomo bertindak sebagai operator.
PTNNT resmi menandatangani kontrak karya pada tahun 1986 dengan pemerintah Indonesia untuk melakukan eksplorasi dan eksplotasi di dalam wilayah kontrak karya di Provinsi NTB, tepanya di Kabupaten Sumbawa Barat, Pulau Sumbawa. PTNNT menemukan cebakan tembaga porfiri pada tahun 1990, yang kemudian diberi nama Batu Hijau. Setelah itu, dilakukanlah pengkajian teknis dan pemerintah Indonesia menyetujui untuk melakukan eksploitasi dengan nilai investasi US$ 1,8 Miliar. Proyek pembangunan tambang, pabrik dan prasarananya selesai pada 1999 dan mulai beroperasi tahun 2000.
Sepertinya dengan adanya PTNNT di Sumbawa Barat akan memberikan dampak  positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Harapan itu memang masuk akal, karena perputaran uang dan pendapatan daerah akan meningkat. Namun, ternyata seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan PTNNT tidak memberikan dampak yang signifikan bagi kemajuan daerah. Hanya sekelompok orang tertentulah yang menikmati hasil dari tambang yang dikelola oleh PTNNT ini. Itulah yang menyebabkan masyarakat sekitar marah dan memprotes keberadaan dari PTNNT ini.
Memang kalau dilihat dari segi fisik, Sumbawa Barat maju, tetapi kalau dilihat lebih dalam lagi, maka ada permasalahan mendasar yang masih terjadi. Kemiskinan dan pengangguran di seputaran PTNNT masih membeludak. Inilah yang saya katakan sebagai bentuk pembangunan yang tidak berkeadilan. Bisa dibayangkan, bagaimana orang asli tidak bisa menikmati hasil kekayaan alam daerahnya. Padahal uang yang dihasilkan dari tempat itu mencapai miliaran rupiah per hari. Dan yang paling sedih lagi adalah lingkungan pertambangan itu akan rusak dan menjadi alamnya menjadi kropos, sehingga akan rawan terjadinya bencana alam.
Apakah akan ada tanggung jawab dari PTNNT? Pastinya akan dilakukan, tetapi bentuknya hanya sebatas formalitas saja. Eksplotasi memang dilakaukan tetapi eksplorasi masih dipertanyakan. Miris memang kalau kita pikirkan, lingkungan rusak tanpa dinikmati oleh penduduk asli. Hanya dampak negatifnyalah yang akan dinimati oleh penduduk asli dan anak cucunya akan sengsara diakibatkan oleh keserakahan para konglomerat.
Hasil PTNNT di Sumbawa Barat hanya dinikmati oleh oknum-oknum tertentu. Dan sepertinya ada korporasi antara pemegang saham dengan pejabat pemerintah. Korupsi yang dilakukan oleh oknum menjadikan masyarakat bawah tidak bisa menikmati hasil dari tambang tersebut secara maksimal. Kalau hal ini dibiarkan terus menerus akan menyebabkan disparitas akan semakin kelihatan.  
Memang PTNTT menyediakan banyak kegiatan dibidang social, seperti kesehatan maupun beasiswa untuk anak-anak Sumbawa Barat khususnya dan NTB pada umumnya. Tetapi apa yang diberikan oleh PTNNT sangat tidak sebanding dengan profit yang didapatkannya dan dampak negatif yang akan ditanggung masyarakat sekitar. Jadi perlu pengkajian yang lebih detail lagi menganai keberadaan PTNTT.
Pemerintah harus segera mengambil kebijakan sebelum alam yang ada disana menjadi rusak parah. Pemerintah harus memikirkan nasib masa depan wilayah tersebut. Masyarakat disana akan menjadi korban kalau pemerintah tidak mengambil langkah yang strategis.
Saat ini, pemerintah sudah memiliki 44% saham PTNNT, ini sesuai dengan amanat Kontrak Karya dan bagian dari divestasi saham. Namun, pemerintah masih berusaha untuk mendapatkan 7% saham lagi dari PTNNT. Tetapi proses divestasi masih terkendala proyek pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral. Berarti kalau divestasi ini berhasil, maka pemerintah akan memiliki saham 51% di PTNNT. Ini akan menyebabkan pengelolaan pertambangan di Sumbawa Barat ini menjadi lebih memikirkan dampak untuk masyarakat dan lingkungannya.
Penguasaan saham 51% oleh pemerintah itu bisa-bisa akan menjadi lahan basah bagi para pejabat. Itulah yang kita takutkan terkait kepentingan-kepentingan para penguasa. Pengelolaan akan semakin hancur apabila praktek korupsi dilakukan oleh interen pemerintah. Kembali masyarakat akan menanggung beban.
Memang proyek pertambangan seperti ini sering disalahgunakan oleh mereka yang memiliki power dalam menentukan kebijakan, khususnya perijinan. Ini sepertinya sudah terjadi di Kabupaten Sumbawa Besar, NTB. Itulah yang menyebabkan kesejahteraan masyarakat dari adanya proyek pertambangan ini tidak tersentuh dengan maksimal.
Memang praktek KKN, khususnya korupsi, akan menjadi sangat berbahaya, apalagi dilakukan dalam proyek pertambangan. Banyak dampak yang akan ditimbulkan, mulai dari kerusakan lingkungan, masyarakat akan terlunta-lunta dan sejenisnya.
Jadi, kesimpulannya adalah keberadaan PTNNT di Sumbawa Besar, NTB perlu dievaluasi. Ini dimaksud untuk mengetahui berapa besar pengaruh dan dampak bagi masyarakat sekitar. Jangan sampai kekayaan alam yang ada di dalam perut bumi Sumbawa habis untuk para pengusaha dan oknum pemerintahan, apalagi asing (konglomerat luar negeri). Dan yang paling penting pembangunan, baik fisik dan manusia (SDM) lebih ditingkatkan lagi, apalagi setelah pemerintah bisa menguasai 51% saham PTNNT.



No comments:

Post a Comment