Oleh: Dedet Zelthauzallam
Partai Demokrat merupakan partai penguasa saat
ini. Demokrat menjadi partai yang memiliki power
yang kuat, baik di legislatif maupun di ekskutif. Mulai dari RI-1, menteri
sampai kepala daerah, Gubernur dan Bupati banyak dipegang oleh kader PD. PD
menjadi partai yang bisa dikatakan sangat sukses, dimana di usianya yang masih
muda bisa menjadi pemenang.
Belakangan
ini, banyak isu yang menerpa Partai Demokrat. Isu yang paling santer adalah isu
korupsi para kader PD. Banyak kader PD yang tersandung masalah korupsi,
khususnya korupsi pada proyek Hambalang. Dalam proyek Hambalang banyak sekali
kader PD yang tesandung, dimulai dari Bendahara Umum PD, Nazaruddin, disusul
Angelina Sondakh, Andi Malarangeng
sampai terakhir Ketua Umum PD, Anas Urbaningrum.
Penetapan
Anas Urbaningrum sebagai tersangka menjadi polemik tersendiri di internal PD.
Banyak kader PD yang bisa dikatakan sebagai loyalis Anas menganggap penetapan
ketua umum sebagai tersangka adalah bentuk dari ketidaksenangan para elite PD
terhadap Pak Anas. Dengan ditetapkannya Anas sebagai tersangka, maka Anas
secara langsung mengumumkan pengunduran dirinya sebagai ketua umum. Posisi
ketua umum pun diserahkan kepada Pak SBY. Alasannya SBY ditunjuk adalah untuk
bisa menaikkan elektabilitas partai yang sedang terombang-ambing.
Inilah
politik, tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang abadi hanyalah kepentingan.
Ungkapan tersebut sangat cocok dalam menggambarkan polemik antara Anas dengan
PD. Pak Anas dalam menghadapi kasus Hambalang tidak mendapat bantuan dan
dukungan PD. PD melepaskan Beliau begitu saja, meskipun sampai saat ini Anas
masih belum disidang apalagi dibui.
Sepertinya
elite PD sangat senang dengan kepergian Anas. Anas sebagai kader muda yang
memiliki pontensi yang luar biasa malah dibuang dan dijadikan tumbal serta
musuh. PD seperti sangat takut dengan sosok mantan ketua HMI ini.
Ketidaksenangan
PD terhadap Anas bisa dilihat dari banyaknya para pendukung Anas yang diberhentikan
dan dicopot dari jabatan strategis. Ini memang ironis, ada apa dibalik semua
ini? Hanya bisa dijawab inilah kejamnya politik.
Disharmonisasi
antara PD dengan Anas yang paling bisa publik lihat adalah dari kasus rotasi
terakhir di kubu PD. Saan Mustopa dan Gde Pasak Suardika menjadi korban dari
PD. Keduannya dicopot dari jabatan, wasekjen dan Ketua Komisi III. Ini
diakibatkan oleh kedatangannya pada saat deklarasi ormas yang dipelopori Anas.
Ormas
Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) yang dideklarasikan oleh Anas pada
tanggal 17 Septembar 2013 merupakan ormas yang bergerak dibidang budaya. Pada
saat deklarasi ada beberapa kader PD yang hadir. Alhasil, kader PD tersebut
diberikan sangsi. Kader PD tersebut dianggap membelot dari partai.
Benar
memang, PD sedang dilanda phobia terhadap Anas. Pastinya banyak orang
bertanya-tanya, mengapa PD sangat anti terhadap Anas? Seharusnya partai besar
dan notabenenya adalah partai penguasa tidak boleh takut dengan seorang tokoh,
tetapi inilah PD dibawah pimpinan Pak SBY.
No comments:
Post a Comment