Oleh: Dedet Zelthauzallam
Memang
kita semua mengakui bahwa saat ini, Indonesia sedang terjadi krisis
kepemimpinan. Krisis kepemimpinan yang dimaksud bukanlah krisis tingkat
pendidikannya, tetapi krisis moril, iman dan sikap sehingga membuat kebijakan
yang dibuat bukan untuk kepentingan umum. Namun hanya berorientasi pada
kepentingan pribadi, keluarga dan kelomponya. Inilah yang disebut sebagai pejabat
apatis.
Bisa
dilihat berapa banyak para pejabat yang bisa digolongkan sebagai pejabat apatis
di Indonesia. Indikator penilaiannya adalah dengan melihat kebijakan yang
dikeluarkan oleh pejabat tersebut. Mengecewakan memang para pejabat yang
apatis. Keapatisan inilah yang menjadi jamur untuk terjadinya korupsi, kolusi
dan nepotisme serta perbuatan yang inmoral lainnya.
Sungguh
memprihatinkan memang keadaan saat ini. Namun hal seperti ini tidak boleh
dibiarkan berlanjut apa lagi membudaya di Indonesia. Seluruh lapisan
masyarakat, baik pelajar/mahasiswa, pengusaha, buruh, petani serta pejabat yang
tidak termasuk pejabat apatis harus segera memikirkan langkah-langkah supaya
mampu meminimalisir pejabat apatis ini, sehingga Indonesia bisa maju dan
bersaing dengan negara-negara tetangga.
Keapatisan
pejabat ini bukan hanya dilakukan oleh pejabat politik (legislatif), namun
dilakukan juga oleh para birokrasi (ekskutif), mulai dari eselon terendah
sampai tertinggi. Inilah menjadi potret dari para pemimpin kita saat ini,
sehingga kemajuan Indonesia itu kalah dengan negara lainnya, malah sudah
disalip Malaysia.
Sebagai
contoh dari keapatisan pejabat di Indonesia adalah lebih suka menggunakan
anggaran negara yang merupakan pajak masyarakat kearah yang tidak urgen.
Misalnya: lebih suka membeli mobil dinas baru padahal sudah memiliki mobil
dinas (Vios ke Fortuner) dari pada memenuhi kebutuhan masyarakat atau bawahannya
yang sangat dibutuhkan segera. Masih banyak sekali contoh dari keapatisan para
pejabat di negeri ini.
Keapatisan
pejabat ini timbul, karena mereka lupa dengan pesan Bung Karno yaitu Jas Merah.
Pejabat negeri ini tidak boleh sekali-kali melupakan sejarah dari bangsa
Indonesia. Sejarah mengenai bangsa Indonesia mulai dari zaman pra sejarah
sampai saat ini harus benar-benar dipahami oleh pejabat/pemimpin bangsa saat
ini, khususnya sejarah perjuangan kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia pada 17
Agustus 1945 tidak didapatkan semudah membalikkan telapak tangan. Banyak nyawa
dan harta para pahlawan menjadi tumbal kemerdekaan. Inilah yang perlu dipahami
lebih mendalam oleh para pejabat saat ini, sehingga semangat keikhlasan dan
ketulusan dari pengorbanan pahlawan tidak sia-sia. Mereka hanya ingin melihat
anak cucu mereka lebih baik dari sebelumnya setelah mendapatkan kemerdekaan
dari negera penjajah.
Pejabat
negeri ini harus segera mengubah paradigma mengenai status jabatannya. Jabatan bukan
berarti bisa semele-melenya (semau-maunya),
tetapi jabatan merupakan tanggung jawab yang besar untuk mengurus dan memenuhi
kepentingan publik. Kewenangan yang diberikan untuk menduduki jabatan bukan
untuk pribadinya tetapi untuk masyarakat umum. Masyarakat umumlah menjadi
sasaran utama dari segala kebijakan dan keputusan yang dikeluarkan, bukan
keluarga, partai dan dirinya sendiri.
Indonesia
harus segera keluar dari kebiasaan memiliki pejabat apatis ini. Cara keluarnya
adalah dengan seluruh lapisan masyarakat bergerak bersama-sama untuk melawan
pejabat apatis. Pejabat apatis ini tidak boleh dibiarkan merusak tujuan negera
kita. Pejabat apatis yang ada saat ini harus diberikan suntikan pengetahuan
tentang sejarah kelam bangsa, supaya mereka sadar apa yang dilakukannya sangat
tidak sesuai dengan dasar negara kita, yaitu Pancasila.
Pendidikan
pancasila, moril dan agama dinilai perlu diberikan lebih kepada anak-anak
bangsa Indonesia, supaya keapatisan ini tidak timbul lagi. Dengan lebih banyak
belajar Pancasila, maka akan lebih meningkatkan nasionalisme anak bangsa. Sedangkan
dengan belajar agama dan moril akan membuat iman dan taqwa anak bangsa lebih
meningkat, sehingga menjadi benteng dalam menghadapi kebiasaan apatis para pejabat. Regenerasi sangat dibutuhkan
demi menyelamatkan bangsa Indonesia menuju kearah lebih baik.
No comments:
Post a Comment