Oleh: Dedet Zelthauzallam
Ditetapkannya
ketua BPK, Hadi Poernomo dan Walikota Makasar, Ilham Arief Sirajuddin sebagai
tersangka oleh KPK pada hari terakhir masa jabatannya mengundang banyak
persepsi dari publik. Bagaimana tidak kasus yang menjerat mantan ketua BPK ini
dilakukan pada saat menjabat menjadi Dirjen Pajak pada tahun 2002-2004. KPK pun
mengakui sudah lima tahun terakhir ini mendalami peran Hadi Poernomo dalam
pengaturan pajak BCA. Begitupun Walikota Makasar dijerat atas kasus PDAM yang
terjadi pada tahun 2007-2009. Yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa KPK
baru menetapkan HP dan IAS pada masa akhir jabatannya?
Beragam
persepsi pun lahir dari publik. Ada yang memberikan apresiasi atas keberhasilan
KPK mengungkap peran dari para tersangka. Ada juga mengatakan bahwa KPK hanya
berani ketika mereka sudah tidak memegang kekuasaan, sehingga pesimistis
terhadap hukum di Republik ini pun semakin meningkat.
Persepsi
yang ke dua dari publik ini memang bisa dikatakan sebagai gambaran para penegak
hukum di Republik ini. Penegak hukum kehilangan tajinya kepada mereka yang
memiliki kekuasaan. Hukum di negeri ini hanya tajam ke bawah dan tumpul ke
atas.
Para
pemegang kekuasaan seolah-olah kebal dari namanya hukum. Padahal hukumlah yang
menjadi alat pengendalian sosial. Tanpa hukum suatu bangsa dan negara akan
menjadi terombang-ambing dalam ketidakpastian.
Dari
prilaku penegak hukum tersebut bisa dikatakan bahwa hukum di Republik ini
berada di bawah kendali para penguasa. Para penguasa yang ditelurkan dari
sebuah proses demokrasi dan partai politik sebagai tool-nya memiliki power
yang sangat kuat, sedangkan hukum amat sangat powerless.
Seharusnya hukumlah berada di atas segalanya, termasuk
politik, karena hukum memiliki fungsi untuk mengatur kehidupan sosial
masyarakat dan menciptakan ketertiban. Aturan hukum juga merupakan alat untuk
menjamin bahwa tindakan politik didasarkan atas keinginan yang benar. Manusia
yang diberikan nafsu oleh Tuhan memiliki kecenderungan untuk berbuat rakus. Kerakusan
manusia itulah yang membuat hukum harus selalu hadir dalam setiap detik
kehidupan sosial masyarakat.
Untuk
itulah, Republik ini harus mulai mengembalikan hukum pada kedudukan yang
sebenarnya demi keberlangsungan masa depan bangsa yang berbudaya dan
bermartabat. Masa depan bangsa ini akan sangat bergantung pada bagaimana para
penegak hukum menjalankan aturan hukum yang sudah ada.
Apabila
hal itu tidak dilakukan, maka Republik ini akan menjadi negara yang akan
dikatagorikan gagal. Gagal dalam artian tidak mampu menjalankan tugas dan
fungsinya akibat dari hukum yang masih melihat siapa yang melanggar dan para
penegak hukum masih dipenuhi oleh para pencari rente.
Di
era demokrasi langsung ini, diharapkan para penegak hukum tidak kepicut dengan
para politisi. Mereka harus tetap berani menegakan keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Siapa yang melanggar harus tetap dihukum sesuai dengan aturan yang
ada ataupun melalui hasil musyawarah para hakim. Jangan sampai seperti dewasa
ini yang harus menunggu mereka turun dari jabatan.
No comments:
Post a Comment