Oleh: Dedet Zelthauzallam
Dewasa
ini, korupsi semakin menjamur di Republik ini. Para pelaku korupsi pun
dilakukan oleh hampir semua lintas jabatan maupun profesi. Mulai dari tingkat
bawah sampai puncak. Ada banyak cara yang dilakukan dan dengan beragam alasan. Ada
yang dilakukan dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan. Ada juga yang disebabkan
oleh kerakusan.
Dengan
banyaknya kasus korupsi tersebut, maka para penegak hukum pun semakin sibuk. Sibuk
dalam artian harus menyelesaikan kasus yang jumlahnya banyak dan harus
melakukan tindakan preventif. Hal itu tidak sebanding dengan sumber daya yang
dimiliki, sehingga bisa dikatakan penanganannya tidak maksimal.
Anehnya
juga kasus korupsi di Republik ini banyak diungkapkan dari pihak penegak hukum yang
notabenenya merupakan lembaga ad hoc
(sementara), yaitu KPK. KPK sepertinya sangat bekerja dengan ekstra kuat,
karena lembaga lainnya yang berfungsi sebagai pengawas selalu kecolongan. Kecolongan
dalam artian tidak bisa menemukan penyalahgunaan yang dilakukan oleh pejabat
yang bersangkutan.
Kalau
melihat sistem pengawasan di pemerintahan kita, maka bisa dikatakan lembaga pengawas
kita jumlahnya sangat banyak, baik yang berada di internal maupun eksternal. Lembaga
pengawas internal itu terdiri dari internal dalam artian pemerintahan luas (BPK
dan DPR) dan internal dalam artian pemerintahan sempit (Inspektorat dan BPKP). Sedangkan
untuk eksternal dilakukan oleh KPK dan Ombusman.
Namun
tentunya menjadi pertanyaan publik adalah kenapa lembaga-lembaga pengawasan
tersebut seolah-olah tidak bekerja, karena kita ketahui bersama hampir semua
kasus-kasus korupsi, khususnya korupsi yang dilakukan pejabat tinggi, ditemukan
dari hasil penyelidikan KPK. Dan banyak dari kasus tersebut lolos dari
pemeriksaan lembaga-lembaga pengawasan tersebut.
Hasil
pemeriksaan lembaga-lembaga tersebut malah memberikan hasil yang positif. Untuk
itulah kita perlu mempertanyakan eksistensi dari lembaga-lembaga pengawasan
tersebut, karena pengawasan yang dilakukannya selalu kecolangan. Dengan seringnya
kecolongan, maka seharusnya pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap lembaga-lembaga
pengawasan internal, supaya hal ini tidak dilakukan terus menerus.
Banyaknya
kasus kecolongan oleh para pengawas internal kita, menurut saya disebabkan oleh
adanya sebuah bergainning antara
pemeriksa dengan yang diperiksa untuk menutup kasus-kasus yang tidak sesuai
dengan ketentuan. Apalagi ada lembaga pengawas kita, yaitu inspektorat, berada
di bawah kendali sekertaris jenderal maupun sekda. Kalau seperti itu, maka akan
sulit untuk melakuakan pengawasan dengan maksimal.
Ke
depannya, seharusnya lembaga pengawasan diberikan sebuah kedudukan yang lebih kuat
untuk mampu melakukan kewenagannya dengan lebih leluasa. Dan apabila kecolongan,
apalagi disengaja, harus diberikan sangsi, supaya mereka tidak melakukan
pengawasan dengan asal-asalan.
Misalnya,
ada kasus korupsi yang ditemukan oleh KPK dan terbukti benar-benar bermasalah,
tetapi dalam hasil laporan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengawas
internal dinyatakan baik, maka penegak hukum juga harus menjerat mereka dengan diberikan
sangsi. Apabila hal ini dilakukan, maka saya yakin dan percaya lembaga pengawas
internal akan lebih maksimal dalam menyelenggaran pengawasan.
Dengan
semakin baiknya lembaga pengawasan internal, kasus korupsi di Republik ini akan
bisa diminimalisir. Berkurangnya kasus korupsi berarti akan membawa angin segar
untuk masa depan Republik ini ke depannya.
Izin mengutip untuk tugas. Terima kasih banyak 🙏🙏
ReplyDelete