Oleh: Dedet Zelthauzallam
Republik
Indonesia lahir dari sejarah yang panjang. Sejarah Republik yang terukir dari
zaman batu sampai zaman modern. Tanah Republik yang dipijak oleh manusia purba,
pithecanthropus erectus sampai manusia bertehnologi tinggi. Republik yang telah
banyak melahirkan pemimpin-pemimpin yang memiliki karakter kepemimpinan yang
berkharismatik. Seharusnya sejarah tersebut menjadi pelajaran anak bangsa dewasa
ini untuk menata masa depan bangsa dan negara ini.
Sejarah
tentang para pemimpin yang selalu mengobarkan semangat optimisme di tegah serba
kekurangan harus tetap diingat oleh anak bangsa ini. Namun dewasa ini, anak
bangsa Republik ini sudah banyak melupakan hal itu. Sejarah kepemimpinan yang
telah diukir nenek moyang malah dilupakan. Keapatisan tentang perjuangan nenek
moyang membuat Republik ini terperangkap dalam sebuah problem ketidak percayaan
diri, sehingga menyebabkan ketertinggalan dalam segala aspek dari negara
lainnya.
Anak
bangsa menjadi pesimistif tentang masa depan. Padahal nenek moyang Republik ini
jauh lebih memiliki masalah yang kompleks. Masalah yang menghantui Republik
dewasa ini hanya seper sekian persen dari masalah yang didapatkan nenek moyang
kita. Sehingga tidak salah kalau dikatakan era dewasa ini disebut sebagai era
pesimistis.
Julukan
era pesimistis memang tidaklah cocok untuk Republik yang dibangun dari semangat
optimisme. Bisa dilihat bagaimana founding
father Republik mampu menebar semangat optimisme kepada rakyat yang
notabenenya mayoritas buta huruf. Buta huruf bukan menjadi masalah bagi
pemimpin zaman itu, karena mereka mampu menggerakan mereka dengan menjadikan
diri mereka sebagai pemimpin yang inspiratif dalam situasi dan kondisi apa pun.
Pemimpin
Republik ini (baca: masa lalu) memang mengerti dan memahami hakekat dari
kepemimpinan. Mereka bisa menebar buih isnspiratif yang menjadi fungsi dari
pemimpin. Mereka mampu menempatkan diri dengan baik dan benar. Menurut Miftha
Thoha, mereka memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasan.
Namun
dewasa ini, prilaku pemimpin Republik
ini sangat memprihatinkan. Dimana mereka seolah-olah menjadi super hero yang
bisa segala-galanya dengan mengindahkan aturan. Super hero ini juga bukan
bekerja untuk publik tetapi lebih mengarah ke arah kepentingan pribadi dan
kelompoknya. Mereka seperti harimau yang memakan segala-galanya, tanpa melihat
apakah itu haknya atau orang lain.
Mayoritas
pemimpin dewasa ini memang seperti itu. Mereka mempertontonkan sifat yang tidak
patut diikuti oleh anak bangsa, sehingga anak bangsa dewasa ini tidak memiliki
panutan. Padahal pemimpin merupakan panutan utama dalam menata masa depan
bangsa dan negara ini. Dengan hilangnya panutan dari mayoritas pemimpin, maka
tidak salah kalau masa depan Republik ini semakin curam.
Itu
memang pikiran yang lahir dari kelompok pesimistis. Namun sebenarnya itu
tidaklah benar. Mengingat Republik ini sudah banyak menelurkan pemimpin yang
inspiratif. Anak bangsa harus lebih mampu memahami sejarah, supaya menemukan
pemimpin-pemimpin yang patut untuk dicontoh. Seperti Soekarno, Hatta, Buya
Hamka, Syahrir dan lainnya.
Pemimpin
yang inspiratif di Republik ini sebenarnya masih ada, tetapi masih
disembunyikan oleh sistem. Sistem membuat mereka tidak bisa muncul kepermukaan.
Mereka masih tidak bisa berbuat lebih dalam menebar buih inspiratif. Mereka
masih berdedikasi dalam skala kecil. Namun itu tidak menjadi masalah, karena
dedikasi yang dumulai dari hal-hal yang kecil akan berbuah agung.
Sistem
demokrasi di Republik ini harus
direstorasi supaya pemimpin inspiratif bisa menyinari dalam skala yang lebih
luas, yaitu mencangkup seluruh anak bangsa di pelosok nusantara. Demokrasi
dewasa ini hanya akan mengangkat mereka yang berduit. Yang berduit mayoritas
mereka berasal dari pengusaha yang tidak peka dengan kemauan mayoritas, karena
mereka memiliki kepentingan sendiri.
Dalam
perhelatan demokrasi dewasa ini memang sulit menemukan pemimpin inspiratif.
Namun kita bisa menemukan pemimpin seperti itu dengan cara anak bangsa ini
harus lebih selektif dalam memilih. Anak bangsa tidak boleh apatis yang malah
akan menyebabkan mereka (baca: pemimpin yang memperkaya diri) akan terus
bergentayangan di Republik ini. Persoalan pemimpin yang disajikan di media
perlu menjadi rujukan, tetapi tidak boleh membuat anak bangsa patah semangat
dalam melangsungkan semangat kemerdekaan demi cita-cita Republik ini. Generasi
saat ini harus menjadi generasi yang memiliki visi optimisme yang tinggi,
bulkan pesimistis.
Pemilu Presiden 2014
Kesempatan
Republik ini mendapatkan pemimpin yang inspiratif akan bisa didapatkan melalui
sebuah proses pemilu. Pemilu yang hadir dalam kurun waktu lima tahun sekali
menjadi momentum perubahan bagi Republik ini. Namun dalam pelaksanaannya, masih
jauh dari harapan.
Di
tahun 2014 ini, perhelatan demokrasi akan berlangsung. Pemilu legislatif dan
pemilu presiden akan dilangsungkan. Pada tanggal 9 April yang lalu, Republik
sudah melaksanakan pemilu legislative. Harapan anak bangsa pastinya mereka yang
melangkah ke Senayan periode ini adalah mereka yang mampu memberikan inspirasi
kepada anak bangsa. Jangan mereka datang ke Senayan hanya untuk menguras uang
rakyat. Mereka harus menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi
dan golongan.
Pasca
pemilihan legislative, KPU akan menyelenggarakan pemilihan presiden. Pemilihan
presiden kali ini harus mampu memilih mereka yang memang benar-benar
inspiratif, sehingga anak bangsa yang berjumlah ratusan juta bisa digerakan
dengan melihat prilaku pimpinan tertingginya. Inspiratif itu berarti akan bisa
mempengaruhi bawahannya yang awalnya pesimis dengan keadaan yang menerpa
Republik ini. Pemimpin inspiratif akan bisa meningkatkan kepercayaan diri
bawahannya. Itulah sosok presiden yang dibutuhkan.
Akankah
pemilu presiden 2014 ini akan mampu menghadirkan pemimpin seperti itu? Tentunya
itu akan tergantung dari banyak pihak, khususnya partai politik sebagai penyaji
calon presiden dan wakil presiden. Partai politik harus bisa menyajikan menu
yang terbaik dari yang terbaik, supaya konstituen lebih leluasa dalam menangkap
presiden dan wakil presiden yang mampu menebar buih perubahan yang diawali
dengan sikap inspiratif.
Konstituen
yang diberikan kepercayaan juga harus menggunakan haknya dengan semaksimal
mungkin. Jangan sampai demokrasi di Republik ini selalu dimenangi oleh mereka
yang tidak menggunakan hak suaranya (golput). Konstituen tidak boleh tergiur
dengan angka rupiah yang dijanjikan oleh calon tertentu, karena itu akan
menjerumuskan Republik ini ke arah kehancuran.
Republik
ini merindukan pemimpin yang inspiratif sebagai nahkoda utama dalam menghadapi
gelombang glabalisasi. Mudah-mudahan mereka lahir di tahun ini, tepatnya pada
tanggal 9 Juli mendatang.
No comments:
Post a Comment