Oleh: Dedet Zelthauzallam
Kekuasaan
merupakan sebuah power untuk berbuat
lebih. Dengan adanya kekuasaan yang dimilikinya, maka akan dengan gampang
menelurkan kebijakan yang baik dan benar menurutnya. Namun dalam memperolehnya,
banyak lika-liku yang harus dilaluinya. Tidak gampang dan mudah memperolehnya. Perlu
adanya kerja ekstra, baik berupa tenaga, pikiran maupun materil. Adapun yang
memperolehnya melalui cara yang tidak sesuai dengan norma yang ada. Dengan kata
lain menghalalkan segala cara sesuai dengan teori Machiavelli.
Di
bangsa kita, kekuasaan diperoleh melalui pemilu. Pemilu merupakan sebuah proses
pengamanahan kekuasaan dari rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi ke segelintir
orang. Pemegang amanah tersebutlah yang mewakili suara seluruh rakyat. Tentunya
apa yang dikehendaki oleh rakyat wajib disampaikan dan diperjuangkan. Tetapi anehnya
itu tidak berlaku di negeri ini.
Banyak
dari pemegang amanah apatis terhadap suara rakyat. Mereka hanya menyuarakan apa
yang menguntungkan bagi mereka, baik untuk dirinya, kelompok dan partainya. Sehingga
hasil kerjanya itu tidak pernah menyentuh mayoritas kepentingan publik. Rakyat sebagai
pemegag tertinggi tentunya muak dengan prilaku-prilaku pemegang amanah. Kemuakan
itu tentunya wajar dilakukan oleh rakyat.
Lalu
bagaimana caranya rakyat mengekspresikannya? Mudah sekali, yaitu dengan tidak
memilihnya dalam pemilihan selanjutnya. Namun mayoritas rakyat kita mudah
tertipu dengan wakil rakyat yang tidak amanah. Sering kali mereka yang tidak
amanah terpilih kembali diperiode selanjutnya. Keterpilihannya mereka kembali
ini mengundang pertanyaan bagi kita semua, apakah rakyat memang benar-benar
marah atau hanya bersandiwara?
Sepertinya
rakyat mudah lupa dengan perilaku para pemegang amanah dengan melihat
janji-janji baru mereka. Dengan diberikan janji baru kepadanya, maka
seolah-olah rakyat terhipnotis. Retorika yang menawan dan luar biasa membuat
perilaku masa lalunya seolah-olah lenyap. Itulah budaya bangsa kita yang mudah
memaafkan, meskipun berkali-kali diberikan janji.
Seharusnya
rakyat menghukum mereka yang tidak amanah dengan tidak memilihnya lagi. Rakyat
tidak boleh mudah percaya kembali kepada mereka. Dalam memilih, rakyat harus
lebih melihat orangnya daripada janji yang dibawa olehnya. Mereka yang sudah
terbukti tidak memiliki sifat amanah, jangan lagu dipilih. Rakyat harus mencari
sosok yang memiliki track record yang
bagus, supaya suara rakyat selalu didengar dan diperjuangkan.
Dalam
banyak kesempatan, bisa kita lihat bagaimana para pencari kekuasaan berkelakar
dengan janji-janji manis. Mereka sepertinya banyak yang terjangkit penyakit amnesia.
Dimana mereka banyak yang lupa dengan masa lalunya. Semua mengklaim diri dan
partainya sebagai yang terbaik. Tetapi kalau melihat kinerja masa lalunya,
sepertinya hanya tong kosong nyaring bunyinya saja.
Konflik
mengklaim kinerja pun marak terjadi. Ada yang menyerang, adapun yang hanya
bertahan dari serangan. Ada pihak yang menyebutkan dirinya orang yang berani
dan tegas, namun apabila melihat sejarah masa lalu, maka sebenarnya pihak
tersebut sangat penakut. Ada juga pihak yang menyatakan dirinya pro rakyat,
tetapi masalah yang diakibatkan dari korporasi pihaknya sampai sekarang belum
terselesaikan. Banyak warna-warni yang menghiasi perjalanan proses perebutan
kekuasaan di negeri ini.
Dari
banyaknya saling serang dan mengklaim, saatnya rakyat harus menunjukkan
kecerdasan dalam memilih. Memilih orang yang amanah, bukan orang yang hanya
pemberi janji belaka. Rakyat juga tidak boleh tergiur dengan rupiah yang
diberikan kepadanya. Rakyat harus berani meninggalkan budaya money politic, karena inilah sumber dari
korupsi di negeri ini.
Rakyat
sangat menentukan nasib bangsa ini untuk lima tahun kedepan. Rakyat tidak boleh
tidak menggunakan hak pilihnya, karena golput bukan pilihan terbaik. Golput
hanya sikap yang memberikan peluang kepada mereka yang tidak amanah. Jadi, rakyat
harus memilih pada tanggal 9 April 2014. Selamat memilih. Semoga memilih yang
terbaik sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan sejahtera.
No comments:
Post a Comment