Oleh: Dedet Zelthauzallam
Tahun
2014 disebut banyak orang sebagai tahun politik. Pastinya perpolitikan di
negeri ini semakin memanas. Gesekan antar partai dan calon akan rentan terjadi.
Ini memang hukum alamiah dari suatu pemilihan umum. Mau tidak mau, suka tidak
suka pasti konflik akan terjadi dalam proses pemilu. Tetapi konflik yang
diharapkan adalah konflik yang memang benar-benar memiliki dasar atau kita
sebut sebagai konflik beretika. Konflik beretika artinya adalah konflik yang
disebabkan oleh suatu keinginan dari setiap partai atau calon untuk memperbaiki
keadaan bangsa ini. Konflik ini bisa berupa perang ide, yang meliputi visi dan
misi.
Di
tahun 2014, ada 12 partai politik nasional yang akan bertarung. Ini pasti akan
menjadi pertarungan yang sangat menarik, karena setiap partai tentunya ingin
menjadi pemenang. Dalam perebutan kekuasaan ini pastinya akan banyak yang
menerapkan paham dari Machiavelli mengenai bagaimana cara untuk mempertahankan
dan mendapatkan kekuasaan. Tentunya partai penguasa saat ini (Partai Demokrat)
tidak mau kekuasaannya diambil oleh partai lain. Begitu juga partai lainnya
akan berjuang untuk merebut kekuasaan dari Partai Demokrat.
Paham
Machiavelli kita kenal sebagai politik yang menghalalkan segala cara dalam
merebut dan mempertahankan kekuasaan. Adu domba dan sejenisnya disahkan menurut
Machiavelli dalam bukunya “The Prince”. Ini berarti paham Machiavelli itu
sangat tidak memandang etika dan moral.
Namun
apa yang dipikirkan oleh Machiavelli memang benar dan sangat sesuai dengan
kebutuhan zamannya. Dimana pada masanya, di Florence, Italia, terjadi gejolak
yang sangat mengganggu instabilitas berbangsa dan bernegara. Inilah yang
melatarbelakangi lahirnya pemikiran seperti ini dari seorang Machiavelli. Ini berarti,
paham Machiavelli ini tidak sesuai dan bertentangan diterapkan apabila suatu
negara dalam keadaan aman dan damai. Palagi di negara yang menanut sistem
demokrasi sperti Indonesia.
Apabila
melihat dari latar belakang lahirnya pemikiran Machiavelli, maka untuk para
elite politik di negeri ini tidak bisa mengikuti sepenuhnya ajaran/paham
Machiavelli. Perlu ada modifikasi, sehingga dalam perebutan kekuasaan stabilitas
politik di negeri tercinta ini tetap terjaga. Jangan sampai, antara partai yang
satu dan lainnya saling hujat menghujat dan adu domba yang membuat keadaan
negara ini semakin memburuk.
Namun
apabila kita lihat bersama, sepertinya paham Machiavelli ini masih ada yang
akan menerapkannaya di pemilu 2014 ini. Masih banyak partai dan elite politik
yang suka saling lempar masalah, adu domba dan lainnya (lihat di mass media). Ini
tentunya perlu diperbaiki supaya proses perpolitikan 2014 bisa berjalan sesuai
dengan koridor hukum yang sudah ada.
Rakyat
Indonesia tentunya sangat mengharapkan hasil dari pemilu 2014 ini mampu
menghasilkan pemimpin yang memiliki idialisme, spirit, inovasi dan
kekonsistenan dalam memperbaiki keadaan bangsa Indonesia. Bagsa ini sudah
terlau lama menderita dengan oknum yang hanya mau memperkaya kroninya saja. Saatnya
bangsa Indonesia untuk melangkah ke arah yang lebih baik lagi sehingga apa yang
dicita-citakan oleh bapak bangsa bisa tercapai.
No comments:
Post a Comment