Pages

Sunday, 15 December 2013

PERJUANGAN AHLI KETATANEGARAAN MENUJU RI-1

oleh: Dedet Zelthauzallam
Siapa yang tidak mengenal Yusril Ihza Mahendra? Beliau adalah professor ahli hukum ketatanegaraan dan saat ini menjadi salah satu pimpinan partai yang akan berlaga pada pemilu 2014, yaitu Partai Bulan Bintang (PBB). PBB yang notabenya adalah sebagai partai kecil dan keikutsertaannya juga melalui perjuangan yang berat untuk bisa ikut bertarung di 2014. Bersama PKPI dibawah pimpinan Sutiyoso, PBB  dinyatakan bisa mengikuti pemilu setelah dinyatakan menang dalam keputusan pengadilan.
Yusril Ihza Mahendra yang digadang-gadang sebagai calon presiden dari PBB dan sudah mendeklarasikan diri sebagai calon presiden 2014 tidak tinggal diam untuk bisa ikut bertarung pada 2014. Salah satu langkah yang diambil oleh Mantan Menteri Sekertaris Negara ini adalah dengan melakukan uji materi UU Nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan presiden dan wakil presiden ke MK mengenai ambang batas atau yang dikenal dengan parliamentary threshold (PT). PT yang ada dalam UU tersebut adalah 20%. Berarti calon presiden dan wakil presiden harus memiliki suara minimal 20% untuk bisa maju sebagai capres dan cawapres.
Yusril tidak sekali ini saja melakukan uji materi terhadap UU ini. Pada tahun 2008 juga pernah menguji UU Pilpres ini. Namun ditolak oleh MK di bawah pimpinan Mahfud MD. Dan sekarang pakar ahli ketatanegaraan ini akan kembali berjuang untuk hal yang sama, tetapi dengan harapan yang berebeda yaitu bisa diterima.
Dalam pengujian UU Pilpres kali ini ada yang menarik. Dimana pada tahun 2008, ketua MK saat ini, Hamdan Zoelva menjadi salah satu bagian dari PBB dan ikut serta dalam melakukan uji ke MK menjadi pemohon. Sekarang pada pengujian kali ini, Hamdan Zoelva mejadi ketua MK, yang berhak untuk menentukan apakah permohan UU Pilpres akan dinyatakan bertentangan dengan konstitusi atau malah akan sama nasibnya dengan tahun 2008. Banyak kalangan yang merasa takut kalau keputusan MK tidak independen, karena Hamdan adalah mantan kader PBB.
Namun menurut saya tidak masalah, karena pada tahun 2008 juga ada beberapa mantan eks partai, seperti Mahfud MD (PKB), Harjono dan Palguna (PDIP), Rustandi PPP dan Akil Mochtar (Golkar). Sekarang ini, ada tiga anggota MK yang pernah berkecimpung di partai, yaitu Hamdan Zoelva (PBB), Patrialis Akbar (PAN) dan Harjono (PDIP). Dan paling penting,  mengenai amanah UUD 1945 yang menyatakan bahwa hakim MK adalah negarawan yang memahami konstitusi. Jadi, apabila keputusan anggota MK masih dipengaruhi oleh politik, maka bisa saja dikeluarkan sebagai hakim MK.
Selain masalah ambang batas dalam pemilihan presiden. Yusril Ihza Mahendra juga akan berjuang untuk melakukan pemilihan serentak. Ini supaya pemilihan legislatif tidak menjadi patokan dalam pemilihan presiden. Dibeberapa negara sudah dipraktikan pemilu serentak ini. Mantan Menteri Menkumham ini juga menyatakan bahwa pemilu serentak bisa dikaitkan dengan pasal 6A ayat 2 dengan pasal 22E UUD 1945. Di dalam pasal itu jelas menyatakan bahwa pemilu dilakukan dalam waktu lima tahun sekali.
Perjuangan Yusril memang patut diberikan apresiasi. Ini bukan hanya demi kepentingannya saja, tetapi ini merupakan wujud dalam memperbaiki sistem ketatanegaraan di Indonesia yang sudah carut-marut. Sistem yang carut marutlah yang menyebabkan banyak masalah yang timbul di negeri ini. Mulai dari korupsi, kemiskinan yang terus menerus, pendidikan dan lainnya. Dengan perbaikan sistem, maka masalah di negeri ini akan bisa diminimalisir.

Professor ahli ketatanegaraan ini harus kita dukung dalam memperjuangkan dan memperbaiki sistem yang ada, sehingga sistem yang ada tidak hanya berdasarkan kemauan politik semata, tetapi lebih bagaimana cara supaya amanah yang ada dalam UUD 1945 itu diaplikasikan dengan maksimal. Jangan sampai ditafsirkan berlandasakan prinsipnya Machiavelli tentang bagaimana memperrtahankan kekuasaan dengan segala cara. 

No comments:

Post a Comment