1. Pertimbangan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah menurut:
a. UU
Nomor 5 tahun 1974
Di UU Nomor 5 tahun 1974 menyatakan
bahwa desentralisasi dan otonomi daerah dilaksanakan untuk
menjamin terselenggaranya tertib pemerintahan, wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) perlu dibagi atas daerah besar dan daerah kecil, baik yang
bersifat otonom maupun yang bersifat administratif, berdasarkan amanat dalam
UUD 1945.
Desentralisasi
juga dilaksanakan dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang
tersebar di seluruh pelosok Negara Indonesia dan dalam membina kestabilan
politik serta kesatuan bangsa, maka hubungan yang serasi antara pemerintah
pusat dan daerah atas dasar keutuhan Negara Kesatuan, diarahkan pada
pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab yang dapat menjamin
perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-sama dengan
dekonsentrasi.
Di dalam UU
Nomor 5 tahun 1974, titik berat dari pelaksanaan otonomi daerah adalah daerah
tingkat II (Dati II) atau saat ini tingkat kabupaten/kota. Ini dimaksud dengan
pertimbangan Dati II bisa memberikan pelayanan secara langsung kepada
masyarakat, tidak seperti Dati I.
Meskipun dalam
UU 5 tahun 1974 titik berat dari desentralisasi di Dati II, tetapi Dati I
sangat dominan terhadap Dati II. Bisa kita lihat bagaimana proses dari
pembuatan perda. Dalam pembuatan perda harus disetujui oleh gubernur, selaku kepala
daerah tingkat I.
Ini membuktikan
bahwa di UU Nomor 5 tahun 1974 belum mampu melaksanakan desentralisasi dan
otonomi daerah secara nyata. Peran pusat masih sangat tinggi dalam mengatur
daerah. Jadi bisa disimpulkan bahwa asaz dokonsentrasi masih dominan.
b. UU
Nomor 22 tahun 1999
Di dalam UU Nomor 22 tahun 1999, desentralisasi dan otonomi daerah dilaksanakan dengan pertimbangan sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Undang-undang ini juga memandang penyelenggaraan otonomi daerah, dianggap perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah.
Desentralisasi juga dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip- prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. UU
Nomor 32 tahun 2004
Di dalam UU ini, desentralisasi dan otonomi
daerah dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai
dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, serta diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi dan otonomi daerah juga
dilaksankan dengan pertimbangan bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek
hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan
keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan
memberikan kewenangan yang seluas-luasnya
kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara.
UU 32 tahun 2004 juga sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. UU 22 tahun 1999 dinilai tidak sesuai dengan perkembangan
keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga
perlu diganti.
2. Idealnya desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia
2. Idealnya desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia
Banyaknya kelemahan yang
terdapat di undang-undang otonomi daerah membuat banyak pihak menuntut untuk
diamandemen. Ini bisa dilihat dari banyaknya kasus kepala daerah yang
tersandung korupsi. Bisa dilihat dari data di Kemendagri yang menyatakan bahwa
hingga April 2012 terdapat 173 kepala daerah dari 524 daerah otonom
bersangkutan yang tersandung kasus korupsi. Inilah salah satu alasan masyarakat
menuntut undang-undang pemerintah daerah direvisi.
Kalau menurut saya, otonomi
daerah di Indonesia tidak boleh disamaratakan (simetris), tetapi harus
dibedakan antara daerah satu dengan lainnya (asimetris). Asimetris yang saya
maksud adalah pemerintah pusat dalam memberikan otonomi daerah harus mempertimbangkan
hal-hal sebagai-berikut:
·
Keuangan daerah
·
Tingkat pendidikan masyarakat (SDM)
·
Tingkat kesehatan
·
Potensi wilayah
Hal tersebut harus
diperhatikan dalam memberikan otonomi, sehingga daerah yang bersangkutan bisa
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi kalau saran saya tentang idealnya
otonomi daerah di Indonesia harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi
dari daerah yang bersangkutan.
Cara lain dalam memperbaiki
system desentralisasi dan otda di Indonesia juga harus memperbaiki system
pemilihan kepala daerah. Tingginya ongkos menuju posisi kepala daerah menjadi
sumber dari korupsi di Indonesia. System pemilihan harus dipertimbangkan,
apakah semua harus dipilih langsung atau hanya gubernur saja yang dipilih
langsung oleh konsekuen. Kalau menurut saya, lebih baik pemilihan kepala daerah
tingkat kabupaten/kota kembali dipilih oleh DPRD, sedangkan untuk provinsi
tetap dipilih langsung.
Sistem ini saya nilai akan
bisa meminimalisir kekurangan yang ada saat ini. Sistem ini akan bisa menghemat
anggaran dan saya nilai akan menambah menambah power dari gubernur.Power dalam
artian bupati/walikota tidak lagi mangkir dari panggilan gubernur.
Dalam memperbaiki sistem
otda juga, perlu lebih diperjelas lagi mana fungsi dan tugas dari gubernur
(provinsi) dan mana bupati (kabupaten/kota). Sehingga dalam menjalankan tugas
tidak ada miss komunikasi antara provinsi dan kabupaten/kota tidak terjadi.
Artikel yang sangat bagus sekali, bermanfaat dan menambah wawasan. Untuk keperluan pelayanan ada mesin yang sangat penting, mesin yang akan di produksi massal, mesin fenomenal dan viral di masa sekarang dan masa depan yaitu : klik di bawah ini ...
ReplyDeleteMESIN ANTRIAN
MESIN ANTRIAN KANTOR
Pabrik mesin antrian terraguno, handal dan terpercaya.