Oleh: Dedet Zelthauzallam
LCGC
(Low Cost Green Car) merupakan kebijakan
pemerintah pusat untuk menjual mobil murah yang ramah lingkungan di Indonesia.
Kebijakan ini menuai pro dan kontra. Ini disebabkan karena pemerintah pusat
tidak terlalu memperhatikan dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh adanya
program LCGC ini. Inkonsistensi dari pemerintah untuk menghemat BBM dan
menyelesaikan permasalahan kemacetan dinilai menjadi indikator penolakan.
Pemerintah
DKI, melalui Gubernur dan Wakil Gubernur secara tegas sangat tidak setuju
dengan adanya LCGC ini. Jokowi dan Ahok menilai dengan adanya kebijakan mobil
murah ini akan semakin memperparah kemacetan di ibu kota negara. Kebijakan
seperti ini sangat bertolak belakang dengan kebijakan pemda DKI. DKI saat ini sedang
genjar-genjarnya mencari solusi mengatasi kemacetan yang makin hari makin
parah.
Aneh
memang, pemerintah pusat malah menambah beban untuk Jokowi-Ahok. Jokowi-Ahok
saat ini sedang memformulasikan beberapa kebijakan mengenai transportasi, mulai
dari peremajaan angkutan umum sampai pembuatan MRT.
Banyak
pihak yang menyayangkan kebijakan mobil murah ini. Pemerintah pusat sebelum
membuat kebijakan seperti ini harus terlebih dahulu memperbaiki transportasi
massal, baik itu kereta api, penambahan armada sampai monorel. Tetapi hal itu
tidak dilakukan pemerintah. Pemerintah lebih ingin memberikan peluang kepada
masyarkat menengah ke bawah untuk memiliki mobil.
Bayangkan
saja mobil murah yang harganya dikisar
mulai 90 juta sampai 110 juta ini membludak. Jalan pasti akan semakin macet.
Orientasi dari kebijakan pemerintah untuk mengadakan mobil murah ini sangat
tidak mendidik. Mendidik dalam artian tidak mengajarkan masyarakat untuk
menggunakan transportasi publik, tetapi secara tidak langsung menyuruh untuk menggunakan
mobil pribadi.
Semangat
untuk menyelesaikan kemacetan membutuhkan kerjasama dan komitmen dari semua
pihak. Kalau kebijakan seperti LCGC ini sangat kontras dengan semangat
penyelesaian kemacetan di kota-kota besar, khususnya Jakarta. Pemerintah pusat
mengeluarkan PP Nomor 41 Tahun 2013 tentang Insentif Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) bagi produksi Mobil Ramah Lingkungan. Dengan adanya peraturan ini berarti mobil
dengan kapasitas di bawah 1.200 cc dan konsumsi BBM paling sedikit 20 km per
liter dapat dipasarkan tanpa PPnBM. Mobil murah atau katagori LCGC tidak
termasuk barang mewah. Ini akan menjadi pertimbangan yang bagus untuk menarik
konsumen.
Aksi
penolakan oleh Jokowi-Ahok seharusnya menjadi masukan yang positif bagi
pemerintah pusat. Pemerintah pusat harus lebih peka lagi dengan keadaan yang
ada di lapangan. Kebijakan mobil murah ini harus didesain dengan semaksimal
mungkin, supaya sasaran dari kebijakan ini tepat. Jangan sampai kebijakan ini
malah memperparah keadaan di DKI.
Pemasaran
mobil murah lebih baik ditujukan untuk masayarkat di daerah berkembang. Daerah
seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya ataupun kota besar lainnya lebih baik jangan
dijadikan target pemasaran. Pemerintah pusat harus meminimalisir distribusi
penjualan ke kota besar. Manajemen pemasaran seperti itu dibutuhkan supaya
daerah seperti DKI tidak terkena dampak negatif dari kebijakan pusat mengenai
mobil murah.
No comments:
Post a Comment