Oleh : Dedet Zelthauzallam
Pilkada
merupakan pesta demokrasi terbesar di daerah. Pilkada memberikan kewenangan
yang sangat besar kepada masyarakat di daerah untuk memilih kepala daerah. Tetapi
lain cerita dengan PNS di daerah. PNS sebagai aparatur pemerintahan dituntut
untuk tidak memihak kepada calon kepala daerah atau dengan kata lain harus bersikap
netral. Kenetralan PNS ini untuk menjaga agar pemerintahan daerah tetap
berlangsung kodusif untuk bisa memberikan pelayanan, tidak terpengaruh oleh
pilkada.
Tetapi
dalam kenyataannya, PNS di daerah dijadikan sebagai tumbal pilkada. PNS akan
merasakan dampak yang sangat besar ketika ada pilkada. Dikatakan demikian
karena setiap selesainya pilkada akan dilakukan mutasi besar-besaran di SKPD. Dari
jabatan Sekda sampai jabatan Lurah akan diisi oleh PNS yang dekat dengan kepala
daerah terpilih. Mutasi yang dilakukan kepala daerah terpilih akan membuat PNS
daerah was-was mengenai jabatan kedepannya. Hal ini akan memberikan peluang
kepada PNS untuk tidak bisa menjaga kenetralannya dalam pilkada. Mutasi merupakan
pemicu utama ketidaknetralan PNS di daerah.
Dalam
pelaksanaan Pilkada, banyak model PNS, ada yang bersikap mendukung salah satu pasangan
calon, ada yang bersikap netral ( sudah kesana kesini atau carmuk ke semua
pasangan calon) dan ada juga tertutup dalam melihat proses pilkada. Tetapi saat
ini, PNS kebanyakan memilih untuk mendukung salah satu pasangan calon. Ini disebabkan
karena kebanyakan PNS menginginkan jabatan yang praktis. Jadi bisa dikatakan dalam
pilkada, PNS sangat sulit untuk netral.
Dalam
pilkada seharusnya pemerintah pusat harus membuat kebijakan agar kepala daerah
terpilih tidak bisa melakukan mutasi
semau-maunya. Mutasilah akar masalah ketidaknetralan PNS. Bayangkan saja,
kepala daerah terpilih dengan otoritas yang dimiliki mengacak tantanan SKPD,
tanpa memandang kapabalitas individu. Prinsip the right man on the right place diabaikan sama sekali oleh kepala
daerah terpilih. Bisa dilihat bagaimana seorang yang memiliki kemampuan di
bidang kesehatan diberikan jabatan sebagai camat, orang yang kompeten di
pemerintahan ditaruh sebagai kepala puskesmas, seorang guru sebagai kepala
dinas kebersihan, dan lainnya. Ini sebagai bukti bahwa pilkada akan memberikan
dampak yang sangat memperihatinkan melalui kebijakan mutasi.
Andaikan
budaya mutasi setelah pilkada ini terus dilakukan, maka PNS tidak akan bisa
netral. Aturan yang melarang PNS untuk mendukung satu pasangan calon akan percuma, karena tidak akan dipatuhi. Untuk
membuat PNS bisa netral, maka pemerintah harus membuat aturan agar kepala
daerah tidak bisa melakukan mutasi semele-melenya
(semau-maunya). Ketidaknetralan PNS bukan
disebabkan oleh kesalahan PNS, tetapi disebabkan oleh tidak ada aturan yang
membatasi kepala daerah terpilih untuk melakukan mutasi.
No comments:
Post a Comment