Oleh : Dedet zelthauzallam
Pilkada sebagai pesta
demokrasi terbesar di daerah, seharusnya disambut antusias oleh masyarakat. Namun,
dalam kenyataannya masyarakat sangat kurang antusias dalam menyambut pilkada. Bisa
dilihat bagaimana tingkat partisipasi
pemilih untuk menyalurkan suara dalam pemilihan gubernur, bupati dan walikota
sangat memprihatinkan. Ini merupakan masalah yang sangat memprihatinkan dan
harus cepat dicari solusi untuk penyelesaiannya.
Bayangkan saja, tingkat
golput di pilkada tidak pernah kurang dari 30%. Misalnya, pemilihan gubernur Sumatera
Utara 2013 tingkat golputnya mencapai 63,38% suara, pemilhan gubernur Jabar
2013 golputnya 37,85%, dan pemilihan gubernur DKI 2012 golputnya mencapai
32,23% . Ini berarti, masyarakat yang tidak memberikan suara sangat banyak,
sekitar 1/3 dari jumlah pemilih. Apalagi di pilgub Sumut lebih banyak yang
tidak memilih dari pada yang memilih.
Tingkat golput yang
tinggi merupakan sebuah ancaman bagi demokrasi di Indonesia, khususnya di
daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Bagaimana tidak pilkada langsung yang dilaksanakan
dari tahun 2005 tidak mampu menjawab masalah golput ini, malah tingkat golput
ini makin lama makin meningkat. Mungkin pada awalnya, banyak yang mengklaim
bahwa golput itu dilakukan karena kurang meleknya masyarakat dengan namanya
pilkada langsung atau disebut masyarakat Indonesia masih mengadopsi budaya politik prokhial dan kaula. Jadi masyarakat
dinilai kurang mampu, sadar dan peduli akan pentingnya pilkada itu. Tetapi ternyata
pendapat tersebut apabila dikaji setelah dilakukannya pemilu langsung sejak
tahun 2004 (pemilihan legislatife dan presiden) dan 2005 (Pilkada) maka itu
bisa dikatakan tidak benar.
Golput sebenarnya bukan karena kurang meleknya
masyarakat tentang politik, tetapi karena lebih kepada masyarakat merasa
pilkada tidak bisa menjawab persoalan mendasar dari masyarakat itu sendiri. Slogan
yang menyatakan “suara anda menetukan nasib daerah ini selama
5 tahun ke depan”, dianggap hanya omong kosong belaka. Bagaimana tidak,
kepala daerah yang sudah terpilih bukan memperjuangkan kepentingan masyarakat
umum, tetapi lebih cenderung untuk kepentingan krononi, kelompok dan partainya.
Banyak kepala daerah yang tersandung kasus korupsi.
Dalam pilkada ini, masyarakat hanya diingat
pada waktu menjelang penycontrengan atau pencoblosan. Tetapi setelah terpilih
seorang kepala daerah seolah-olah hilang ditelan bumi. Kepala daerah terpilih
melupakan semua janji-janji manis yang dilontarkan pada masa kampanye. Kepala daerah
lupa dengan fakta yang ada di daerahnya. Masyarakat hanya bisa melihat
bagaimana kepala daerah terpilih duduk sebagai orang nomor satu di daerahnya
yang hidup dengan kemewahan. Bagaikan seorang penguasa di zaman kerajaan, yang
dikelilingi oleh selir-selir cantik dan dikawal oleh pengawal (vorjaider) yang tangguh di setiap
langkahnya. Sikap seperti inilah penyebab dari makin tingginya golput di
pilkada langsung.
Jadi golput bisa
diminimalisir dengan cara pemerintah di bawah komando kepala daerah terpilih
harus mampu memberikan bukti perubahan bagi masyarakat ke arah lebih baik.
Kepala daerah terpilih harus konsisten dalam mencapai dan melaksanakan visi dan
misi selama kempanye. Apabila kepala daerah terpilih bisa memberikan bukti,
maka masyarakat sebagai pemilih akan merasa tidak sia-sia dalam meluangkan waktu
pergi ke TPS.
Selain itu juga, dalam
pilkada partai politik memiliki peran sangat penting dalam menekan tingkat golput.
Parpol harus bisa mengusung calon kepala daerah setelah difilter sebaik mungkin,
yang pro rakyat. Calon kepala daerah yang diusung harus memiliki kapabilitas
dan integritas untuk membangun daerah tersebut. Partai politik jangan mengusung
tokoh yang memiliki banyak uang saja, tetapi lebih memilih tokoh yang disukai
oleh masyarakat. Hal ini untuk bisa mempengaruhi masyarakat untuk lebih
antusias lagi ke TPS.
Jadi bisa disimpulkan
bahwa golput akan tetap merajalela apabila calon kepala daerah tetap seperti
saat ini (KKN). Golput akan mampu ditekan ketika kepala daerah bisa memberikan
bukti nyata kepada masyarakat dalam memperbaiki keadaan sosial masyarakat. Masyarakat
akan menyatakan calon oke, maka golput no.
Diakui atau tidak,Golput menunjukkan bahwa masyarakat kita sudah apatis dengan ‘pesta demokrasi’ ini. rakyat sudah muak dengan janji2 politik para calon.
ReplyDelete#Demokrasi