BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perkembangan ilmu antropologi di Indonesia diawali hanya sebagai ilmu
pembantu belaka, namun seiring timbulnya perguruan tinggi dan kesadaran bahwa
antropologi sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia yang sedang
berkembang maka antropologi menempati tempat yang penting dalam daftar kuliah
di beberapa perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu mengetahui dan memahami seluk beluk ilmu antropolgi
sangat dianjurkan guna mendapatkan pengetahuan yang menunjang perkembangan ilmu
itu sendiri dan aplikasinya dalm kehidupan baik sebagai mahluk individu maupun
sebagai mahluk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Antropologi adalah semua hal tentang manusia, dan merupakan tanggung
jawab antropologi untuk menjelaskan semua cerita tentang manusia, dari segi
yang baik maupun dari segi yang buruk. Antropologi tidak hanya terpaku pada
sebagian kelompok orang tetapi mencakup semua manusia, bukan hanya dari satu
aspek melainkan dari segala aspek.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Untuk lebih memahami Ilmu Antropologi.
1.2.2 Tujuan Khusus :
1.
Meningkatkan pengetahuan tentang Ilmu Antropologi,
2.
Meningkatkan kemampuan membuat makalah, dan
3.
Memenuhi tugas dari dosen.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Ilmu Antropologi
Istilah antropologi berasal dari bahasa Yunani, yakni dari
kata antropos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu atau stud.
Secara harafiah antropologi berarti lmu atau studi tentang manusia antropologi
mempelajari manusia sebagai mahkluk biologis, dan sebagai makhluk social.
Antropologi adalah semua hal tentang manusia, dan merupakan
tanggung jawab antropologi untuk menjelaskan semua cerita tentang manusia, dari
segi yang baik maupun dari segi yang buruk. Antropologi tidak hanya terpaku
pada sebagian kelompok orang tetapi mencakup semua manusia, bukan hanya dari
satu aspek melainkan dari segala aspek.
Ada beberapa definisi mengenai antropologi antara lain:
a. Keesing (1981) ,
Antropologi adalah kajian tentang manusia.
b. Haviland (1985), Antropologi adalah studi tentang manusia dan perilakunya
dan melaluinya dibeperoleh pengertian lengkap tentang keanekaragaman manusia.
c. Kamus Antropologi dan Ariyono Suyono (1985),
Antropologi adalah suatu ilmu yang
berusaha mencapai pengertian tentang makhluk manusia dengan mempelajari aneka
warna, bentuk fisik, kepribadian, masyarakat serta kebudayaannya.
d. Koentjaraningrat (1990), Ilmu antropologi memperhatikan lima
masalah mengenai makhluk hidup yaitu :
·
Masalah
Perkembangan manusia sebagai makhluk biologis
·
Masalah
sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut cirri-ciri
tubuhnya.
·
Masalah
sejarah asal, perkembangan, serta penyebaran berbagai macam bahasa di seluruh
dunia.
·
Masalah
persebaran dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia.
·
Masalah
dasar-dasar dan aneka warna kebudayaan manusia dalam kehidupan
masyarakat-masyarakat dan suku bangsa yang tersebar di seluruh bumi pada zaman
sekarang ini.
2.2 Fase-Fase Perkembangan Antropologi
Fase pertama (sebelum 1800). Suku-suku bangsa penduduk
pribumi Afrika, Asia dan Amerika mulai didatangi oleh orang Eropa Barat sejak
akhir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16, dan lambat laun dalam suatu proses
yang berlangsung kira-kira 4 abad lamanya.
Fase kedua (Kira-Kira Pertengahan Abad ke-19). Integrasi
yang sungguh-sungguh baru timbul pada pertengahan abad ke-19, waktu timbul
karangan-karangan yang menyusun bahan etnografi tersebut berdasarkan cara
berfikir evolusi masyarakat.
Fase ketiga (Permulaan Abad ke-20). Pada permulaan abad
ke-20, sebagian besar dari negara-negara penjajah di Eropa masing-masing
berhasil untuk mencapai kemantapan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan di
luar Eropa
Dalam fase ketiga ini ilmu antropologi menjadi suatu ilmu
yang praktis, dan tujuannya dapat dirumuskan sebagai berikut ; mempelajari
masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa guna kepentingan
pemerintah colonial dan guna mendapat suatu pengertian tentang masyarakat masa
kini yang kompleks.
Fase keempat (Sesudah Kira-Kira 1930). Dalam fase ini ilmu
antropologi mengalami masa perkembangan yang paling luas, baik mengenai
bertambahnya bahan pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun mengenai
ketajaman dari metode-metode ilmiahnya. Kecuali itu kita lihat adanya dua
perubahan di dunia :
a. Timbulnya antipati terhadap
kolonialisme sesudah Perang Dunia II
b. Cepat hilangnya bangsa-bangsa primitiaf (dalam arti
bangsa-bangsa asli dan terpencil dari pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) yang
sekitar tahun 1930 mulai hilang, dan sesudah Perang Dunia II memang hamper tak
ada lagi di muka bumi ini.
Tujuannya Ilmu Antropologi dalam fase perkembangannya yang
keempat ini dapat dibagi dua, yaitu tujuan akademikal, dan tujuan praktisnya.
Tujuan akademikalnya adalah : mencapai pengertian tentang makhluk manusiapada
umumnya dengan mempelajari anekawarna bentuk fisiknya, masyarakat, serta
kebudayaannya, dan tujuan praktisnya adalah : mempelajari manusia dalam
anekawarna masyarakat suku-bangsa guna membangun masyarakat suku-bangsa itu.
2.3 Antropologi Masa Kini
Pebedaan-Perbedaan di Berbagai Pusat Ilmiah. Uraian mengenai
keempat fase perkembangan ilmu antropologi di atas tadi adalah perlu untuk
suatu pengertian tentang tujuan dan ruang-lingkupnya.
a.
Di
Amerika Serikat ilmu antropologi telah memakai dan mengintegrasikan seluruh
warisan bahan dan metode dari ilmu antropologi dalam fasenya yang pertama,
kedua, ketiga, ditambah dengan berbagai spesialisasi.
b.
Di
Inggris serta negara-negara yang ada di bawah pengaruhnya, seperti Australia,
Ilmu antropologi dalam fase perkembangannya yang ketiga masih dilakukan,tetapi
dengan hilangnya daerah-daerah jajahan Inggris.
c.
Di
Eropa Tengah seperti Jerman, Austria dan swiss, hingga hanya kira-kira 15 tahun
yang lalu ilmu antropologi di sana masih bertujuan mempelajari bangsa-bangsa di
luar Eropa untuk mencapai pengertian tentang sejarah.
d.
Di
Eropa Utara, di negara-negara Skandinavia, ilmu antropologi untuk sebagian
bersifat akademikal seperti di Jerman dan Austria.
e.
Di
Uni Soviet perkembangan ilmu antropologi tidak banyak dikenal di pusat-pusat
ilmiah lain di dunia, karena Uni Soviet hingga kira-kira sekitar tahun 1960
memang seolah-olah mengisolasikan diri dari dunia lainnya.
Ethography
berarti “ pelukisan tentang bangsa-bangsa”dan kebudayaan suku-suku bangsa di
luar Eropa. Ethnology, yang berarti “ilmu bangsa-bangsa adalah juga suatu
istilah yang telah lama dipakai sejak permulaan masa terjadinya antropologi. Volkerkunde
(volkenkunde) berarti”ilmu bangsa-bangsa. Kulturkunde berarti”ilmu kebudayaan”,
Anthropologi berarti”ilmu tentang manusia dan adalah suatu istilah yang sangat
tua. Cultural anthropology akhir-akhir ini terutama dipakai di Amerika, tetapi
kemudian juga di negara-negara lain sebagai istilah untuk menyebut bagian dari
ilmu antropologi.
2.4 Ilmu-ilmu Bagian Dari Antropologi
Lima masalah penelitian khusus,
yaitu :
1) Masalah sejarah asal dan
perkembangan manusia (atau evolusinya) secara biologi;
2) Masalah sejarah terjadinya
anekawarna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya;
3) Masalah sejarah asal, perkembangan,
dan penyebaran, anekawarna bahasa yang diucapkan manusia di seluruh dunia;
4) masalah perkembangan, penyebaran,
dan terjadinya anekawarna kebudayaan manusia di seluruh dunia;
5) asalah mengenai azaz-azaz dari
kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dari semua suku bangsa yang
tersebar di seluruh muka bumi masa kini.
Ilmu Antrpologi mengenal juga ilmu-ilmu bagian, yaitu :
1. Paleo-antrpologi
adalah ilmu bagian yang meneliti soal asal-usul atau soal terjadinya dan
evolusi makhluk manusia.
2. Antropologi
fisik dalam arti khusus adalah bagian dari ilmu antropologi yang mencoba
mencapai suatu pengertian tentang sejarah terjadinya anekawarna makhluk
manusia.
3. Etnolinguistik
atau antrpologi linguistik adalah suatu ilmu bagian yang pada asal mulanya
bersangkutan dengan ilmu antrpologi.
4. Prehistori
mempelajari sejarah perkembangan dan penyebaran semua kebudayaan manusia di
bumi dalam zaman sebelum manusia mengenal huruf.
5. Etnologi
adalah ilmu bagian yang mencoba mencapai pengertian mengenai azaz-azaz manusia,
dengan mempelajari kebudayaan-kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari
sebanyak mungkin suku-bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi.
2.5
Kebudayaan
2.5.1
Definisi
Budaya
Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya
adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa
alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari
budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit
nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan
atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk
berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika,
“keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina.
Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan
pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis
yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh
rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan
demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku
orang lain.
2.
5.2 Pengertian
Kebudayaan
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial,
ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut
Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Menurut
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat.
Dari
berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.
2.5.3.1 Kebudayaan Sebagai Peradaban
Saat
ini, kebanyakan orang memahami gagasan “budaya” yang dikembangkan di Eropa pada
abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang “budaya” ini merefleksikan
adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang
dijajahnya. Mereka menganggap ‘kebudayaan’ sebagai “peradaban” sebagai lawan
kata dari “alam”. Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan
lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari
kebudayaan lainnya.
Pada
prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang “elit”
seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik
klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang
mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai
contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang
“berkelas”, elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap
sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa
ia adalah orang yang sudah “berkebudayaan”.
Orang
yang menggunakan kata “kebudayaan” dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan
lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi
tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini,
seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang
“berkebudayaan” disebut sebagai orang yang “tidak berkebudayaan”; bukan sebagai
orang “dari kebudayaan yang lain.” Orang yang “tidak berkebudayaan” dikatakan
lebih “alam,” dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari
kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran “manusia
alami” (human nature)
Sejak
abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara
berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan
dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi
pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan “tidak alami” yang mengaburkan
dan menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang
diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan “jalan hidup
yang alami” (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran
dan kemerosotan.
Saat
ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan
dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa
kebudayaan yang sebelumnya dianggap “tidak elit” dan “kebudayaan elit” adalah
sama – masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat
diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur
populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas
yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
2.5.3.2
Kebudayaan
sebagai “sudut pandang umum”
Selama
Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap
gerakan nasionalisme – seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan
Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran
Austria-Hongaria – mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam “sudut pandang
umum”. Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki
perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat
diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan
antara “berkebudayaan” dengan “tidak berkebudayaan” atau kebudayaan “primitif.”
Pada
akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan
definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan
bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah
tercipta kebudayaan.
Pada
tahun 50-an, subkebudayaan – kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari
kebudayaan induknya – mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli
sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan –
perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
2.5.3.3
Kebudayaan
sebagai Mekanisme Stabilisasi
Teori-teori
yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari
stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran
bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
2.5.4.1 Penetrasi
damai (penetration pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan
jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke
Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan
konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua
kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya
masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai
akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis. Akulturasi adalah
bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa
menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur
yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India.
Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan
baru. Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada
terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
2.5.4.2 Penetrasi
Kekerasan (penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan
cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia
pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan
goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat. Wujud budaya
dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350
tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain
pada sistem pemerintahan Indonesia.
2.
6 Masyarakat
2.6.1
Pengertian Masyarakat
Masyarakat (sebagai
terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk
sebuah sistem semi tertutup
(atau semi terbuka), dimana dimana dimana sebagian besar interaksi adalah
antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata
"masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak.
Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan
antar entitas-entitas.
Masyarakat adalah sebuah komunitas yang
interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat
digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur.
Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia
dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan,
serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia
kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.
Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan
cara utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial
mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat
pastoral nomadis, masyarakat bercocoktanam, dan masyarakat agrikultural intensif,
yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap
masyarakat industri dan
pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat
agrikultural tradisional.
Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan
struktur politiknya: berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat
masyarakat band, suku, chiefdom,
dan masyarakat negara.
Kata society berasal dari bahasa latin, societas,
yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari
kata socius yang berarti teman, sehingga arti
society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society
mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan
yang sama dalam mencapai tujuan bersama.
2.6.2
Unsur-unsur Masyarakat
Menurut Soerjono Soekanto dalam
masyarakat setidaknya memuat unsur sebagai berikut ini :
1. Beranggotakan
minimal dua orang.
2. Anggotanya
sadar sebagai satu kesatuan.
3. Berhubungan
dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang saling
berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat.
4. Menjadi
sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama
lain sebagai anggota masyarakat.
Menilik
kenyataan di lapangan,suatu kelompok masyarakat dapat berupa suatu suku bangsa.
Bisa juga berlatar belakang suku.Dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu
masyarakat, dapat digolongkan menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat maju
(masyarakat modern).
2.6.2.1 Masyarakat Sederhana
Dalam
lingkungan masyarakat sederhana (primitif) pola pembagian kerja cenderung
dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin,
nampaknya berpngkal tolak dari kelemahan dan kemampuan fisik antara seorang
wanita dan pria dalam menghadapi tantangan alam yang buaspada saat itu. Kaum pria
melakukan pekerjaan yang berat-berat seperti berburu, menangkap ikan di laut,
menebang pohon, berladang dan berternak. Sedangkan kaum wanita melakuakan
pekerjaann yang ringan-ringan seperti mengurus rumah tangga, menyusui dan
mengasuh anak-anak ,merajut, membuat pakaian, dan bercocok tanam.
2.6.2.2 Masyarakat Maju
Masyarakat
maju memiliki aneka ragam kelompok sosial, atau lebih dikenal dengan kelompok
organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan
serta tujuan tertentu yang akan dicapai. Organisasi kemasyarakatan tumbuh dan
berkembang dalam lingkungan terbatas sampai pada cakupan nasional, regional
maupun internasional.
Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non industri dan masyarakat industri.
Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non industri dan masyarakat industri.
2.6.2.2.1 Masyarakat Non Industri
Secara
garis besar, kelompok nasional atau organisasi kemasyarakatan non industri
dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
1. Kelompok primer
Dalam
kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin lebih intensif, lebih erat,
lebih akrab. Kelompok primer ini juga disebut kelompok “face to face group”,
sebab para anggota sering berdialog bertatap muka. Sifat interaksi dalam
kelompok primer bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Pembagian
kerja dan tugas pada kelompok menenerima serta menjalankannya tidak secara
paksa, namun berdasarkan kesadaran dan tanggung jawab para anggota secara
sukarela.
Contoh-contohnya : keluarga, rukun tetangga, kelompok agama, kelompok belajar dan lain-lain.
Contoh-contohnya : keluarga, rukun tetangga, kelompok agama, kelompok belajar dan lain-lain.
2. Kelompok sekunder
Antaran
anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan tak langsung, formal, juga
kurang bersifat kekeluargaan. Oleh karena itu sifat interaksi, pembagian kerja,
antaranggota kelompok diatur atas dasar pertimbangan-pertimbangan rasiomnal dan
objektif.
Para anggota menerima pembagian kerja/tugas berdasarkan kemampuan dan keahlian tertentu, disamping itu dituntut pula dedikasi. Hal-hal tersebut dibutuhkan untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di flot dalam program-program yang telah sama-sama disepakati. Contohnya: partai politik, perhimpunan serikat kerja/buruh, organisasi profesi dan sebagainya. Kelompok sekunder dapat dibagi dua yaitu : kelompok resmi (formal group) dan kelompok tidak resmi (informal group). Inti perbedaan yang terjadi adalah kelompok tidak resmi tidak berststus resmi dan tidak didukung oleh Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) seperti lazim berlaku pada kelompok resmi.
Para anggota menerima pembagian kerja/tugas berdasarkan kemampuan dan keahlian tertentu, disamping itu dituntut pula dedikasi. Hal-hal tersebut dibutuhkan untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di flot dalam program-program yang telah sama-sama disepakati. Contohnya: partai politik, perhimpunan serikat kerja/buruh, organisasi profesi dan sebagainya. Kelompok sekunder dapat dibagi dua yaitu : kelompok resmi (formal group) dan kelompok tidak resmi (informal group). Inti perbedaan yang terjadi adalah kelompok tidak resmi tidak berststus resmi dan tidak didukung oleh Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) seperti lazim berlaku pada kelompok resmi.
2.6.2.2.1 Masyarakat Industri
Durkheim
mempergunakan variasi pembagian kerja sebagi dasar untuk mengklarifikasikan
masyarakat, sesuai dengan taraf perkembangannya, tetapi ia lebih cenderung
memergunakan dua taraf klarifikasi, yaitu sederhana dan yang kompleks.
Masyarakat yang berada di antara keduanya daiabaikan (Soerjono Soekanto, 1982
:190). Jika pembagian kerja
bertambah kompleks, suatu tanda bahwa kapasitas masyarakat bertambah tinggi.
Solidaritas didasarkan pada hubungan saling ketergantungan antara
kelompok-kelompok masyarakat yang telah mengenal pengkhususan. Otonomi sejenis
juga menjadi cirri dari bagian/kelompok-kelompok masyarakat industri dan
diartikan dengan kepandaian/keahlian khusus yang dimiliki seseorang secara
mandiri, sampai pada batas-batas tertentu.
Laju pertumbuhan industri-industri berakibat memisahkan pekerja dengan majikan menjadi lebih nyata dan timbul konflik-konflik yang tak terhindarkan, kaum pekerja membuat serikat-serikat kerja/serikat buruh yang diawali perjuangan untuk memperbaiki kondisi kerja dan upah. Terlebih setelah kaum industralis mengganti tenaga manusia dengan mesin.
Laju pertumbuhan industri-industri berakibat memisahkan pekerja dengan majikan menjadi lebih nyata dan timbul konflik-konflik yang tak terhindarkan, kaum pekerja membuat serikat-serikat kerja/serikat buruh yang diawali perjuangan untuk memperbaiki kondisi kerja dan upah. Terlebih setelah kaum industralis mengganti tenaga manusia dengan mesin.
2.6.3 Berbagai
Jenis Kelompok Sosial dalam Masyarakat
Kelompok merupakan inti dari
kehidupan dalam masyarakat (Henslin, 2006, halaman 120). Hampir setiap
aktivitas individu anggota masyarakat dilakukan dalam kelompok. Bahkan, bagi
banyak orang, terputusnya hubungan dengan seluruh jaringan kelompok secara
total bermakna sama dengan sebuah hukuman mati. Kita menjadi “diri kita”
melalui keanggotaan kita dalam kelompok. Cara berfikir, cara berperasaan,
dan cara bertindak yang akhirnya menjadi identitas kepribadian kita, dibentuk
melalui kelompok, atau tepatnya berbagai kelompok di mana kita menjadi
anggotanya, atau kelompok yang kita jadikan rujukan.
2.6.3.1 Klarifikasi
Istilah Kelompok
Dalam
kajian ini, yang paling pertama kita lakukan adalah mengklarifikasi istilah
kelompok. Dalam pengetian sehari-hari (amic view) kita menggunakan
istilah kelompok untuk banyak hal yang dalam studi sosiologi belum tentu
memenuhi syarat untuk disebut kelompok. Dengan kata lain, dalam konsep
sosiologi (ethic view), tidak semua agregasi atau pengumpulan manusia
dapat disebut sebagai kelompok.
Istilah
kelompok pun memiliki makna yang bermacam-macam. Horton dan Hunt paling
tidak mengemukakan empat macam pengertian kelompok. Pertama, kelompok sebagai
setiap kumpulan manusia secara fisik, misalnya sekelompok orang yang sedang
menunggu [bus, lampu hijau traffic light menyala, dibukanya loket, dan
sebagainya]. Dalam pengertian demikian, kelompok itu tidak memiliki ikatan
kebersamaan apa-apa, kecuali jarak fisik yang dekat. Banyak ahli sosiologi
menyebut kumpulan yang demikian sebagai agregasi atau kolektivitas.
Pengertian
yang kedua, kelompok adalah sejumlah orang yang memiliki persamaan ciri-ciri
tertentu. Misalnya kaum pria, kaum lanjut usia, anak-anak balita, para jutawan,
para perokok, pengguna facebook, dan sebagainya. Istilah yang tepat –menurut
Horton dan Hunt—untuk yang demikian ini sebenarnya adalah kategori saja, bukan
kelompok.
Pengertian
ketiga, kelompok merupakan sejumlah orang yang memiliki pola interaksi yang
terorganisasi dan terjadi secara berulang-ulang. Batasan ini tidak mencakup
segenap pertemuan yang terjadi secara kebetulan dan bersifat sementara,
misalnya antrean orang-orang yang membeli tiket menonton pertandingan sepak
bola atau pertunjukan musik.
Termasuk
dalam pengertian yang ketiga ini adalah keluarga, klik persahabatan, klub
sepakbola, organisasi remaja masjid, organisasi pemuda gereja, dan sebagainya.
Pengertian
keempat (Horton dan Hunt cenderung menggunakan ini), kelompok adalah setiap
kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling
berinteraksi. Dengan menggunakan definisi ini, maka dua orang atau lebih yang
berada di suatu tempat dan sedang menunggu bus tidak dapat disebut sebagai
kelompok. Namun, jika mereka kemudian mengadakan percakapan, atau interaksi
dalam bentuk apapun, termasuk berkelahi, maka kumpulan orang itu berubah
menjadi kelompok.
2.6.3.2 Kriteria Kelompok
Robert Biersted seperti dikutip oleh
Kamanto Soenarto dalam bukunya Pengantar Sosiologi, mengemukakan tiga kriteria
untuk menganalisis kelompok, pertama: (1) ada atau tidaknya kesadaran bahwa
mereka memiliki jenis atau karakteristik yang sama, (2) ada atau tidaknya
interaksi di antara orang-orang di dalamnya, dan (3) ada atau tidaknya
organisasi atau ketentuan-ketentuan formal yang mengatur aktivitas-aktivitas
dalam kelompok, misalnya tentang rekruitmen anggota, dan proses-proses yang
lainnya.
Berdasarkan analisis menggunakan
tiga kriteria tersebut dalam masyarakat dikenal beberapa jenis atau macam kelompok,
yaitu: (1) asosiasi, (2) kelompok sosial, (3) kelompok kemasyarakatan, dan (4)
kelompok statisik.
1. Asosiasi
Asosiasi merupakan kelompok yang
memenuhi tiga kriteria Biersted tersebut. Suatu asosiasi atau organisasi formal
terdiri atas orang-orang yang memiliki kesadaran akan kesamaan jenis, ada
hubungan sosial di antara warga kelompok dan organisasi.
2. Kelompok
sosial (Social Groups)
Kelompok yang para anggotanya
memiliki kesadaran akan kesamaan jenis serta hubungan sosial di antara
warganya, tetapi tidak mengenal organisasi, oleh Biersted disebut sebagai
kelompok sosial.
3.
Kelompok kemasyarakatan (Societal Groups)
Kelompok kemasyarakatan merupakan
kelompok yang berisi orang-orang yang memiliki kesadaran jenis saja, tidak ada
hubungan sosial di antara orang-orang tersebut maupun organisasi, disebut
sebagai kelompok kemasyarakatan (societal groups).
Misalnya kelompok laki-laki,
kelompok perempuan. Orang sadar sebagai “sesama laki-laki” atau “sesama
perempuan”, namun tidak ada organisasi ataupun komunikasi di antara mereka.
4.
Kelompok statistik
Bentuk terakhir dari kelompok adalah
kategori atau kelompok statistik, yaitu kelompok yang terdiri atas orang-orang
yang memiliki kesamaan jenis (misalnya jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan
sebagainya), tetapi tidak memiliki satu pun dari tiga kriteria kelompok menurut
Biersted. Sebenarnya kelompok statistik bukanlah “kelompok”, sebab tidak
memiliki tiga ciri tersebut. Kelompok statistik hanyalah orang-orang yang
memiliki kategori statistik sama, misalnya kelompok umur (0-5 tahun, 6-10
tahun, dst.) yang dipakai dalam data penduduk Biro Pusat Statistik. Dalam
kelompok ini sama sekali tidak ada organisasi, tidak ada hubungan
antar-anggota, dan tidak ada kesadararan jenis.
2.6.3.2 Macam-Macam
Kelompok
Berdasarkan
uraian-uraian sebelumnya, agaknya dapat diambil beberapa poin penting sebagai
syarat-syarat suatu pengumpulan manusia dapat disebut sebagai kelompok, yaitu
(1) Setiap individu harus merupakan bagian dari kesatuan sosial, (2) terdapat
hubungan timbal-balik di antara individu-individu yang tergabung dalam kelompok,
(3) adanya faktor-faktor yang sama dan dapat memperat hubungan mereka yang
tergabung dalam kelompok, seperti nasib yang sama, kepentingan yang sama,
tujuan yang sama, tempat tinggal yang sama, dan sebagainya, (4) memiliki
struktur atau kaidah, sehingga memiliki pola yang teratur tentang perilaku, dan
(5) bersistem dan berproses.
Kelompok
yang paling sederhana mungkin adalah keluarga. Atau mungkin sebuah dyadic
group (kelompok diadik/duaan), misalnya orang yang berpacaran. Keluarga
ataupun berpacaran merupakan kelompok yang hampir setiap orang memiliki atau
mengalaminya. Dalam kelompok yang disebut keluarga, atau orang yang berpacaran,
kelima syarat tersebut dapat ditemukan.
Macam
kelompok dalam keluarga, mulai dari keluarga inti/batih, keluarga luas: bisa
trah dalam masyarakat bilateral (menganut perhitungan garis keturunan dari ayah
dan ibu), atau klen (semacam trah dalam masyarakat yang menganut sistem
unilineal, patrilineal atau matrileneal, kadang disebut marga). Untuk
keluarga inti atau batih, pada umumnya masih dapat memenuhi lima syarat
tersebut, tetapi kalau keluarga luas, trah atau klen/marga, dapat jadi sudah
sekedar memiliki ciri yang sama, yang terkadang juga tidak disadari.
Sebelum
lebih lebih lanjut tentang macam-macam kelompok, berikut ini akan dikemukakan
beberapa dasar pembentukan kelompok, yaitu (1) teritorial:
misalnya komunitas/masyarakat setempat: RT/RW. Desa, Kab/Kota, Provinsi,
dan Negara Bagian, Negara), (2) hubungan darah/keturunan (geneaologis):
misalnya keluarga inti, keluarga luas/trah, klan/marga, dan sebagainya,
dan (3) kepentingan atau dapat juga (4) minat, perhatian, keyakinan,
atau ideologi yang sama (semuanya dapat disbeut sebagai interest):
sekolah, kelompok arisan, kelompok profesi, kelompok politik, ekonomi,
pemerhati budaya, dan sebagainya.
2.6.3.3 Klasifikasi-Klasifikasi Kelompok
Menurut Ahli
1. Klasifikasi
Merton
Robert
K. Merton menjelaskan kelompok sebagai a number of people who interact with another in accord with
established patterns
(sekelompok orang yang saling berinteraksi sesuai dengan pola yang telah
mapan). Kelompok tidak sama dengan kolektiva (collectivities),
yaitu sejumlah orang yang mempunyai solidaritas atas dasar nilai bersama yang
dimiliki serta adanya rasa kewajiban moral untuk menjalankan peran yang
diharapkan. —Kelompok tidak sama dengan kategori sosial (social
categories), himpunan peran yang mempunyai ciri sama, misalnya jenis
kelamin atau usia. Dalam kategori sosial tidak terdapat interaksi.
2. Klasifikasi
Emmile Durkheim
Durkheim membedakan antara kelompok yang
menganut solidaritas mekanik dan
kelompok yang menganut solidaritas
organik. — Solidaritas
mekanik merupakan ciri pada masyarakat yang masih sederhana di mana
masing-masing anggota dapat menjalankan peran yang dilakukan oleh orang lain
(difusseness: bersifat umum dan serba meliputi), sehingga tidak ada
spesialisasi atau pembagian kerja. — Solidaritas organik merupakan ciri pada masyarakat
modern/industri/kota/kompleks di mana masing-masing anggota memiliki fungsi dan
peran yang khusus dalam hal tertentu saja. Dalam solidaritas organik terdapat
kesalingtergantungan antar-bagian/anggota dalam kelompok.
3. Klasifikasi
Ferdinan Tönnies
Tönnies membedakan antara
“Gemeinschaft” dengan Gesellschaft”. Gemeinschaft merupakan —
hubungan-hubungan yang all intimate, private, and exclusive living
together … is understood as life in Gemainschaft (community). Terdapat 3
macam Gemainschaft: (1) by blood, (2) of place, dan (3) of mind.
Gesselschaft (society) is public
life, bersifat sementara (kontraktual), berdasarkan kepentingan tertentu, dan
bersifat semu.
Tönnies juga menggunakan istilah
kelompok mekanik dan organik, tetapi dengan makna yang berbeda dari Durkheim.
Bagi Tönnies , gemainschat mrpakan kelompok organik, sedangkan gesselschaft
merupakan kelompok mekanik.
4. Klasifikasi
Charles Horton Colley
Colley menjelaskan tentang primary
group (kelompok primer), yaitu kelompok yang ditandai oleh pergaulan dan
kerjasama face to face (tatap muka) yang intim (menjamin kesejahteraan
emosional). Contohnya: keluarga, teman bermain pada anak kecil,
geng, rukun warga serta komunitas pada orang dewasa.
Kondisi fisik kelompok primer: (1)
tidak cukup hanya hubungan saling mengenal saja, akan tetapi yang terpenting
adalah bahwa anggota-anggotanya secara fisik harus berdekatan, (2) jumlah
anggotanya harus kecil, sehingga mereka dapat saling kenal dan saling
tatapmuka, (3) hubungan di antara anggota-anggotanya relatif permanen.
Sifat-sifat hubungan primer: (1)
kesamaan tujuan, masing-masing anggota mempunyai tujuan dan sikap yang sama,
sehingga masing-masing rela berkorban untuk kepentingan anggota kelompok
lainnya, (2) hubungan primer bersifat sukarela, sehingga pihak-pihak yang
bersangkutan merasa tidak ada tekanan-tekanan melainkan kebebasan, (3) hubungan
primer melekat pada kepribadian orang, sehingga tidak dapat digantikan oleh
yang lain, dan hubungan berlangsung di segenap aspek kepribadian, termasuk
perasaan.
Kelompok sekunder lebih besar
daripada kelompok primer, lebih bersifat anonim, lebih formal, dan lebih
tidak mempribadi (personal). — Pada umumya didasarkan pada
kepentingan, dan berinteraksi atas dasar status sepesifik, misalnya
kelompok berdasarkan profesi, partai politik, organisasi siswa, organisasi
mahasiswa, dll. Berbagai cara orang memperoleh pendidikan, mencari nafkah,
dan menggunakan uang atau waktu luang cenderung melibatkan kelompok sekunder.
Walaupun demikian, kelompok
primer juga sering dijumpai dalam kelompok sekunder. Meskipun kelompok sekunder
penting bagi kehidupan masa kini kita, tetapi kelompok sekunder sering gagal
dalam memberikan kesejahteraan emosional (terkait kebutuhan akan ikatan-ikatan
intim/perasaan). Oleh karena itu, kelompok sekunder cenderung
terbagi-bagi ke dalam kelompok primer. Maka: di sekolah dan di tempat kerja
orang-orang menjalin persahabatan.
5. Klasifikasi
Sumner: ingroup dan outgroup
Sumner menyatakan bahwa di antara
anggota INGROUP dijumpai persahabatan, kerjasama, keteraturan, dan
kedamaian. Istilah lain: fraksi intern, qliques/klik. Sedangkan terhadap
OUTGROUP dijumpai adanya antogonisme, berupa kebencian, permusuhan,
bahkan perampokan, pembunuhan, ataupun perang.
6. Robert K
Merton: kelompok membership dan reference
Membership group: merupakan
kelompok di mana seseorang secara fifik tercatat sebagai
anggota. Reference group/ kelompok acuan merupakan kelompok yang
menjadi ukuran (acuan) bagi seseorang yang bukan anggota kelompok untuk
membentuk pribadi dan perilakuannya. — Seorang anggota partai
politik tertentu yang perolehan suara dalam pemilu memenuhi untuk menjadi
anggota DPR, akhirnya menjadi anggota DPR. Secara fisik ia tercatat sebagai
anggota DPR, sehingga DPR merupakan membership group baginya. Tetapi rujukan
perilaku, bahkan jiwa dan pikirannya tetap terikat oleh partai, maka PARPOL di
mana ia berasal merupakan reference group baginya.
Robert K Merton, membedakan dua
macam reference group (1) tipe normatif (normative), dan (2) tipe perbadingan
(comparison). Tipe normatif merupakan sumber nilai, dan tipe perbandingan
merupakan rujukan untuk memberikan status kepada seseorang/kelompok.
7. Klasifikasi
Weber: Kelompok formal dan informal
Pembagian kelompok yang lain adalah
KELOMPOK INFORMAL dan FORMAL. Suatu gejala yang menarik adalah adanya
keterkaitan antara KELOMPOK FORMAL dengan INFORMAL, bahwa dalam KELOMPOK FORMAL
dapat terbentuk KELOMPOK INFORMAL, dan nilai serta aturan kelompok informal
dapat bertentangan dengan kelompok formal.
2.6.3.4 Kelompok
Tidak Teratur
Beberapa
kelompok tidak teratur dapat disebut di sini: kerumunan (crowd), massa, dan
public. Beberapa yang lain mungkin jejaring sosial (social networks).
2.6.3.4.1 Kerumunan
·
Ukuran
utama kerumunan adalah kehadiran orang secara fisik (berkumpul pada range
sejauh mata melihat dan telinga mendengar)
·
Tidak
terorganisasi, tetapi dapat mempunyai pemimpin
·
Identitas
seseorang tenggelam dalam kerumunan
·
Sifatnya
spontan dan sementara, kerumunan akan bubar dengan perginya orang-orang dari
kerumunan
·
Tidak
memiliki alat pengendalian sosial, norma yang berlaku besifat permukan
2.6.3.4.2 Tipe-tipe
kerumunan
· Khalayak penonton (pendengar formal/formal
audience)
Kerumunan
demikian mempunyai perhatian dan tujuan yang sama, misalnya penonton bioskop,
pengunjung khotbah agama, dsb.
· Kelompok ekspresif direncanakan
(planned expressive group)
Kerumunan
yang terdiri atas orang-orang yang mempunyai tujuan sama tetapi pusat
perhatiannya berbeda-beda, misalnya kerumunan orang-orang yang berpesta.
· Kumpulan orang yang kurang
menyenangkan (inconvinent aggregations)
Dalam
kerumunan semacam ini kehadiran orang lain merupakan halangan bagi seseorang
dalam mencapai tujuan. Misalnya: antre tiket, kerumunan penumpang bus, dst.
· Kumpulan orang-orang yang panik (panic
crowd)
Ialah
kerumunan yang terdiri atas orang-orang yang menghindari bencana/ancaman. Misalnya
pengungsi.
· Kerumunan penonton (spectator
crowd)
Yaitu
kerumunan orang-orang yang ingin melihat sesuatu atau peristiwa tertentu.
Kerumunan semacam ini hampir sama dengan formal audience, tetapi tidak
terencana
· Lawless crowd
Yaitu
kerumunan orang-orang yang berlawanan dengan hukum, misalnya: acting mobs,
yakni kerumunan orang-orang yang bermaksud mencapai tujuan tertentu dengan
menggunakan kekuatan fisik. Contoh lain: immoral crowd, seperti formal
audience, tetapi bersifat menyimpang.
2.6.3.4.3 Massa
Massa merupakan kelompok tidak
teratur yang mempunyai ciri-ciri mirip dengan kerumunan, tetapi terbentuknya
disengaja atau direncanakan dengan persiapan (tidak spontan).
Misalnya aksi protes/demontrasi, orang-orang
yang mengikuti kegiatan tertentu, seperti sepeda gembira.
2.6.3.4.4
Publik
· Publik merupakan kelompok yang tidak
merupakan kesatuan.
· Interaksi terjadi tidak langsung
melainkan melalui alat-alat komunikasi, seperti radio, televisi, internet,
film, dsb.
· Alat-alat komunikasi menjadikan
publik sebagai kelompok semu yang sangat besar, meskipun tidak merupakan
kesatuan
· Dasar ikatan publik dapat
berupa nilai-nilai sosial atau tradisi tertentu.
2.6.3.4.1
Jejaring Social (social networks)
Jika Anda
adalah anggota dari sebuah kelompok besar, mungkin akan menjalin hubungan yang
teratur dengan “beberapa orang “ dari kelompok tersebut. — Kaitan
antara orang-orang dengan orang-orang dalam klik mereka, keluarga, teman,
kenalan, termasuk juga “temannya teman”, dalam studi sosiologi disebut social
networks (jejaring sosial). — Suatu jejaring sosial dapat
dibayangkan dengan garis-garis yang menjulur keluar dari diri Anda, yang secara
bertahap semakin mencakup banyak orang
Para
perwira intelejen AS menggunakan analisis social networks untuk penangkapan
Sadam Hussein. — Perwira-perwira itu menyusun “people map”,
dengan foto SH di pusat sasaran dan foto-foto orang dekat SH di sekitarnya, ada
yang di lingkaran dalam (intim) dan luar. — Informasi
keberadaan SH diperoleh dari orang-orang yang berada di luar lingkaran intim, karena
orang-orang di dalam lingkaran intim akan menyimpan rahasia.
2.6.3.4.1
Komunitas = Masyarakat Setempat
Merupakan bagian masyarakat yang
tinggal pada suatu wilayah (geografik) dengan batas-batas tertentu dengan
faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar di antara
anggota-anggotanya daripada interaksi mereka dengan orang-orang dari luar
wilayah (Robert mciver dan Charles Horton Page)
Dasar: (1) Lokalitas: satuan wilayah
(geografik), (2) Community sentiment: perasaan saling dekat engan orang-orang
yang sekomunitas.
Unsur-unsur community sentiment: (1)
seperasaaan, unsur ini muncul akibat dari warga komunitas mengidentifikasikan
dirinya dengan sebanyak mungkin orang yang ada di dalam komunitas, sehingga
muncul kelompok kami dan perasaan kami yang pada giliran berikutnya memunculkan
altruisme, kepentingan-kepentingan diri diselaraskan dengan kepentingan
komunitas), (2) SEPENANGGUNGAN, setiap individu sadar akan perannya dalam
kelompok, dan (3) SALING MEMERLUKAN, individu satu memerlukan individu lain
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Penggunaan istilah komunitas dalam
masyarakat berkembang menjadi tidak hanya untuk satuan sosial dengan
kategori utama kesatuan wilayah, tetapi juga kesukaan (hobi), minat dan
perhatian yang sama, dll. Faktor utamanya: hubungan yang lebih dekat/interaksi
yang lebih besar di antara para anggota-anggotanya
Terakhir akan disampaikan tekanan
pengertian tentang kelompok formal atau asosiasi, agar para siswa mudah
membedakannya dengan kelompok sosial.
Kelompok
Sosial
|
Perkumpulan (asosiasi)
|
Kelompok
primer
|
Perkumpulan
sekunder
|
Gemainschaft
|
Gesellschaft
|
Hubungan
familistik
|
Hubungan
kontraktual
|
Dasar
organisasi adat
|
Dasar
organisasi buatan
|
Pimpinanberdasarkan
kewibawaan/charisma
|
Pimpinan
berdasarkan wewenang dan hukum
|
Hubungan
berasas perorangan
|
Hubungan
berasas guna/kepentingan dan anonim
|
Robert M.Z. Lawang mengemukakan ciri-ciri organisasi
formal (asosiasi) sebagai berikut:
1. bersifat persistent (tetap/terus
menerus),
2. memiliki identitas kolektif yang
tegas,
3. memiliki daftar anggota yang rinci,
4. memiliki program kegiatan yang terus
menerus, dan
5. memiliki prosedur keanggotaan.
Demikianlah, tulisan ini merupakan
bahan ajar untuk kajian tentang kelompok dalam konteks pembahasan lebih luas
yaitu masyarakat multikultural. Semoga dapat membantu para siswa untuk
mempelajari kelompok.
BAB 4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Antropologi sangat penting untuk
dipahami dan dipelajari. Antropologi adalah semua hal tentang manusia, dan
merupakan tanggung jawab antropologi untuk menjelaskan semua cerita tentang
manusia, dari segi yang baik maupun dari segi yang buruk. Antropologi tidak
hanya terpaku pada sebagian kelompok orang tetapi mencakup semua manusia, bukan
hanya dari satu aspek melainkan dari segala aspek.
4.2 Saran
Diharapkan kepada kita
senua untuk lebih tekun lagi
belajar ilmu antropologi. Ilmu ini bisa sebagai pendukung dalam kegiatan
menjadi seorang kader pemimpin. Ilmu ini bisa mengajarkan kita untuk memahami
tentang manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto,
Soerjono.1989. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Koentjaraningrat.1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Aksara Baru.
Ahmad, Abu dan Uhbiyati, Nur. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.
Chaerudin, dkk.1995.
Materi Pokok Pendidikan IPS 1.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Faisal, Sanapiah dan
Yasik, Nur. tt. Sosiologi Pendidikan.
Surayaba: Usaha Nasional.
No comments:
Post a Comment