Oleh: Dedet Zelthauzallam
Hasil
sementara pemilihan legislatif berdasarkan quick
count dari beberapa lembaga survei menunjukan bahwa tidak ada partai yang
memperoleh suara di atas 20%. Artinya semua parpol dalam menghadapi pemilihan
presiden mendatang harus melakukan koalisi. Inilah yang membuat peta
perpolitikan Indonesia menjadi menarik. Dimana partai politik yang berhaluan
nasionalis akan bisa saja berkoalisi dengan partai islam ataupun partai islam
bisa saja membuat poros tengah jilid II.
Koalisi
antar partai ini memang masih bersifat terbuka bagi semua parpol. Tergantung
dari hasil pembicaraan para elit parpol. Namun dalam membangun koalisi para
elit parpol patut belajar dari Kabinet Indonesia Bersatu jilid II (KIB II).
Bisa dilihat bagaimana kabinet tersebut dalam kuantitasnya bisa dikatakan
mayoritas (gemuk), tetapi seringkali koalisi ini tidak satu kata dan satu
pikiran, sehingga kuantitasnya yang banyak itu membuat kerapuhan. Ini bisa
dilihat dari bagaimana kebijakan yang diambil sering kali antar parpol di dalam
koalisi tidak sejalan.
Pengalaman
tersebut harus menjadi pelajaran bagi parpol saat ini supaya tidak melakukan
hal yang sama. Parpol yang mau berkoalisi harus mengedepankan kesamaan idiologi
atau dalam artian serumpun. Jangan sampai koalisi hanya sebagai ajang pembagian
kekuasaan. Seperti pembagian jatah menteri.
Koalisi
yang dibangun hendaknya lebih mengedepankan bagaimana membangun pemerintahan
yang kuat. Kuat dalam artian tidak dilihat dari jumlahnya, tetapi dalam
berbagai kesempatan selalu searah dalam menelurkan kebijakan yang pro dengan
rakyat. Kebijakan yang dihasilkan juga tidak terlalu lama dibicarakan yang
hanya bersifat talik ulur kepentingan. Transaksi parpol harus dihilangkan demi
membangun Indonesia yang lebih baik, sehingga cita-cita bangsa ini bisa
tercapai.
Membangun
koalisi untuk periode ini sepertinya akan berbeda dengan sebelumnya apabila
melihat suara yang diperoleh masing-masing parpol, sehingga nilai tawar setiap
parpol akan bisa dikatakan hampir sama. Ini bisa dilihat berdasarkan hasil survei,
Lembaga Survei Indonesia (LSI), dengan perolehan suara PDIP 19,72%, Partai
Golkar 14,57%, Gerindra 11,87%, Demokrat 9,69% dan PKB 9,06%. Diposisi selanjutnya
PAN dengan perolehan suara 7,45%, PKS 6,61%, PPP 7,02%, Nasdem 6,41% dan Hanura
5,23%. Sedangkan dua partai yang tidak lolos ambang batas adalah PBB (1,38%)
dan PKPI 0,98%).
Dari
survei tersebut jelas terlihat bahwa untuk menghadapi pemilu presiden
mendatang, semua parpol membutuhkan koalisi. Namun masih kita tunggu arah
parpol ini. Menurut pengamat politik dari Indo Barometer, M. Qodari mengatakan ada
tiga pasangan capres yang akan bertarung dalam pilpres mendatang, yaitu PDIP
(Jokowi), Golkar (Abu Rizal Bakrie) dan Gerindra (Prabowo). PDIP kemungkinan besar akan berkoalisi dengan
tiga partai, yaitu PAN, PKB dan Nasdem. Sedangkan untuk Golkar kemungkinan akan
berkoalisi dengan Demokrat ataupun bisa juga PKB. Sedangkan Gerindra bisa saja
dengan PPP dan PKS ataupun Demokrat.
Banyak
kemungkinan memang bisa terjadi dalam pembentukan koalisi. Hampir setiap orang
memiliki pandangan sendiri-sendiri. Namun hal itu akan terjawab ketika deal-deal
antar parpol sudah menemukan titik sepaham. Yang terpenting bagi kita, parpol
yang berkoalisi hendaknya jangan dibangun karena adanya pembagian kekuasan yang
hanya akan merugikan rakyat Indonesia. hendaknya koalisi harus serumpun dalam
visi, misi serta program, sehingga percepatan pembangunan negeri ini akan lebih
baik dari sebelumnya. Bukan koalisi dengan tujuan yang sama, yaitu mencari keuntungan bagi partai dan kelomponya.
No comments:
Post a Comment